“Kamu yakin? Aku harus pakai pakaian kayak gini? Yang sakit kaki aku lho, Bar. Bukan semuanya.” Ucapku.
Dia hanya tersenyum lebar dengan senyum menyeringai.
“Yakin! Kakak pake sekarang aja kalau gitu. Aku tungguin!” Ucapnya bersemangat.
Wah, sudah kutebak. Pasti dia mengira aku akan ganti baju ini disini. Oalah, pantas saja dari tadi dia senyum terus.
“Aku pake di toilet aja. Bantu aku berjalan kesana.” Ucapku langsung beranjak bangun.
Wajahnya langsung pias seketika. Hahaha. Rasain kamu, Bar. Memangnya aku itu lumpuh apa? Aku masih bisa berjalan. Lebay banget kamu tuh.
“Bar! Ayo bantuin.” Ucapku sedikit meninggikan suara.
Yang dipanggil malah kayak orang bingung. Dasar.
“Ah, i-iya kak. Ayo.”
Bara membantuku berjalan sampai ke dalam toilet. Setelah itu aku mendorongnya keluar dan langsung mengunci pintu dari dalam. Dalam hati ku masih ragu untuk memakainya. Aku masih malu untuk menampakkan aurat ku di depannya. Aku takut Bara akan melakukan itu padaku. Karena sebelumnya dia selalu menginginkan haknya sebagai Suami. Dan lagi, dia selalu membicarakan soal anak. Aku takut dia akan khilaf. Begitu juga dengan aku.
Setelah selesai mengganti pakaianku dengan pakaian yang lebih pendek dan kurang bahan ini, aku berkaca sebentar. Auratku hampir kelihatan semuanya. Ya Tuhan, apa aku diam saja ya disini? Aku pun hanya pasrah saja. Saat aku tengah memutar knop pintu dan membukanya, Bara sudah berdiri dan menungguku didepan pintu toilet. Astaga, Bar. Kamu rupanya ngintipin aku ya? Ya ampun.
“Bara!! Kamu ngapain disini?”
“Kan aku nungguin kakak.”
“Ya gak usah disini juga, Bar. Kan bisa nunggu di sofa atau kasur sambil duduk. Kalau sudah selesai aku pasti manggil kamu.”
“Tapi aku udah disini sekarang. Yuk aku gendong, kak!
“Gak usah, dibantu jalan aja.” Ucapku menolak ajakannya.
Dia tidak membalas ucapanku, dan di luar dugaanku dia langsung menggendongku cepat membawa ke tepi kasur. Saat merebahkan tubuhku tiba-tiba tubuhnya jatuh dan menimpa di atasku. Aku terkaget luar biasa. Melihat wajahnya dari dekat seperti ini membuat jantungku sulit untuk dikondisikan. Begitu juga dengannya. Aku mendengar detak jantungnya yang begitu cepat.
Wajahnya makin mendekat, dan Cup! Dia mencium bibir ku! Aku berontak agar bisa lepas darinya, tapi sulit. Karena tubuhnya begitu kuat menahan. Ya Tuhan, kalau memang keperawananku diambil sekarang, aku mencoba untuk ikhlas. Hu hu hu!
Dia mencium ku dengan lembut, namun tidak berhenti disitu. Dia melumatnya sampai aku tak bisa menahan napasku lebih panjang. Aku hanya memperhatikan saja dalam diam. Lalu dia mencium seluruh wajahku. Dan perlahan turun ke leher jenjangku. Disini, aku tak bisa berkata apa. Entah apa yang kulakukan, aku justru menciumnya juga. Dan meremas rambutnya. Seketika aku langsung sadar dengan apa yang sudah kulakukan dengannya.
Aku menghentikan permainan ini dan mendorongnya. Aku terdiam sambil menundukkan wajahku. Bara sepertinya kcewa dengan tindakanku barusan yang menolak permainannya. Aku takut jika aku menyerahkan keperawananku padanya setelah itu dia tiba-tiba pergi dan meninggalkanku begitu saja. Aku takut itu terjadi.
“Kakak kenapa sih? Apa aku salah sama kakak?” Setelah kejadian barusan, masih sempat-sempatnya dia bertanya.
“Kamu sadar apa yang telah kita lakukan barusan?”
“Iya! Aku sadar, kak. Aku juga ingin merasakannya.”
“Kamu lupa? Pernikahan ini belum diresmikan oleh negara! Aku takut saat telah menyerahkan tubuhku padamu, kamu pasti akan pergi meninggalkanku. Sementara aku, aku akan mengandung janinmu seorang diri. Hiks.... Hiks.... Hiks.” Aku berkata demikian, dan tak terasa air mataku luruh.
Aku menutupi wajahku dengan telapak tanganku.
Bara mendekat dan langsung memelukku. Aku pun membalas pelukannya. Dia mengusap-usap punggungku. Tangisku semakin pecah.
“Kak, pernikahan kita ini serius. Aku akan meresmikan secepatnya. Tapi untuk saat ini memang belum bisa. Karena Papa masih sangat sibuk dengan kerjaannya. Aku belum membicarakan hal ini juga dengan Mama. Kalau kakak mau, nanti malam kita menemui Mama di rumahnya.”
“Ka-kamu serius, Bar?” Tanyaku tersedu-sedu yang dalam posisi memeluk tubuh tegapnya.
“Iya, aku serius. Sekarang kakak jangan menangis lagi ya, kak?”
Aku mengangguk. Dan Bara mencium keningku sebentar. Pandangan kita bertemu saat aku mendongak ke atas dan melihat jelas wajahnya.
“Aku sayang kamu, Bar.”
Untuk pertama kali, aku mengatakan hal itu padanya. Entahlah, aku sendiri sangat ingin mengatakan itu. Mungkin karena memang aku telah nyaman berada di dekatnya.
“Aku lebih sayang kakak. Aku mencintaimu, kak.” Ucap Bara lembut.
Tatapan kami bertemu, aku sekilas tersenyum menatapnya. Dengan cepat Bara mencium lembut bibir ku. Aku membalasnya, tidak seperti sebelumnya yang berontak mendorongnya. Ciuman kami tidak berhenti sampai disana. Bara mencium turun ke leher ku. Aku sedikit menggeliat karena kecupan lembut bibir nya. Aku membalasnya dengan mengecup juga lehernya.
Perlahan tangan Bara turun masuk ke dalam bajuku, dan menyusuri dua gunung kembar ku. Aku tak kuasa menahan, sampai aku mendesah mengeluarkan suara haram itu. Eh.Bara mengisap kedua puti*g pay*dara ku. Seperti seorang Ibu yang tengah menyusui anaknya. Berulang kali ia mencium dan mengisapnya begitu lama. Sampai aku terpana dibuatnya. Hingga tak kuasa menahan mulutku untuk mengeluarkan suara haram itu lagi. Monmaaf authornya belum pernah ngalamin begitu ya readers. Ini semua haluan atas dari hasil membaca novel ehehehehehe. Doakan agar authornya cepet dapat jodoh ya. Eh. Aamiin in aja deh. Aamiin paling serius. Ehehehew. Lanjooot.
“Aku mencintaimu, kak. Aku mencintaimu sayangku.” Ucap Bara mendesah, sambil kembali melakukan aktivitasnya.
Bagian atas tubuhku yang sudah polos tanpa sehelai baju maupun b*a yang sudah dilepas oleh Bara. Perlahan turun Bara mencium lembut perutku, aku sedikit malu sekarang. Karena tubuh atasku sudah benar-benar polos. Oh, Tuhan. Kalau memang sekarang keperawananku dilepas oleh Bara. Aku ikhlas.
Sampai akhirnya aku merasakan sakit di bagian organ intimku. Keperawananku telah direnggut oleh Bara. Aku menangis menahan pilu, aku masih tak menyangka akhirnya Bara sudah menjamah tubuhku semuanya.
“Aw... sakit, Bar.” Ucapku setelah selesai dalam hanyutan permainan panas itu dengannya. Aku meringis kesakitan terbaring di sampingnya.
“Maaf, kak. Ini semua salahku yang gak bisa menahan hasrat.” Ucap Bara tersedu sambil menunduk dan mendekap erat tubuhku yang sama polos dengannya dibalik selimut tebal ini.
“Enggak sayang, kamu gak salah. Memang ini sudah jadi hak-Mu atas tubuhku.” Aku tersenyum menatapnya sendu, lalu mencium keningnya. Sama halnya dia mencium keningku.
Kami berdua terlelap dalam pelukan hangat setelah merasakan pengalaman yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Tidak tahu dengan Bara, apakah dia pernah berbuat itu sebelumnya atau tidak. Tapi kurasa, dia pun juga sama halnya sepertiku. Kamar kos baru ini menjadi saksi bisu antara hubunganku dengan Bara. Termasuk dalam berbagi ranjang maupun berbagi kasih dan kehangatan tubuh ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dinikahi Bocil
RomancePernikahan yang terjadi setelah adanya penggerebekan di dalam kosan.