Aku membuka knop pintu kamar mandi dengan keadaan rambutku yang tergerai. Masih agak canggung sebetulnya. Untunglah aku sudah mengeringkan rambutku tadi. Tapi sayangnya bentuk rambut bergelombangku mulai berubah lurus kembali. Sayang banget sama rambut bergelombangku. Huhu!
“Bar, pesanannya udah dateng belum?” Tanyaku menanyakan pesanan yang kami pesan tadi. Biar aku bisa memakai hijabku dulu sebelum abang ojolnya datang.
“Belum, kak. Nanti aku aja yang ambil, kakak diam aja disini.”
“Kan kamu lagi sakit, biar aku aja.”
“Enggak apa-apa, kak. Ini udah agak baikan kok.”
“Yaudah, terserah kamu aja.”
Tak lama setelah kami berdua adu mulut, yang ditunggu-tunggu pun datang. Siapa lagi kalau bukan abag ojol. Hehehe. Aku lihat Bara sudah baik-baik saja sekarang. Buktinya dia berjalan keluar dengan santainya untuk mengambil pesanan. Padahal sebelumnya dia sempat mengeluh kesakitan. Tapi kenapa sekarang malah tidak seperti orang sakit ya? Apa jangan-jangan dia sudah menipuku? Dengan berpura-pura sakit agar aku bisa lebih perhatian dengannya. Astaga, Bara!!!! Awas ya, kamu! Aku kerjain balik ah. Hehehehe.
“Aaaaaaak!!” Umpatku berteriak kesakitan.
Bara yang sedang membawa pesanan sambil melangkah kembali ke kamar langsung panik dengan pucat pasi. Haha! Rasain kamu, Bar! Siapa suruh kamu ngerjain aku. Huh!
“Kak! Kakak kenapa?” Ucapnya berusaha menolongku.
“Gak tahu nih, Bar. Aku tiba-tiba terpeleset gitu.”
“Ya ampun, kak. Sini biar aku bantu.” Ucapnya sambil membantuku berdiri.
Sementara aku sendiri akting dengan keluhan tidak bisa berjalan, karena kaki ku yang masih sakit akibat jatuh terpeleset tadi.
“Yaudah, aku gendong aja ya, kak? Kakak gak bisa jalan dulu.”
“Gak usah, Bar. Aku bisa sendiri kok.” Ucapku berpura-pura. Haha! Emang enak kamu.
“Udah kakak diem aja.” Katanya sambil mengangkat tubuh ku dan membawaku ke tepi kasur. Permainan baru dimulai, Bar. Kamu siap-siap aja bakal aku kerjain seterusnya.
Bara menggendongku dan merebahkanku diatas kasur empuk dengan hati-hati. Mungkin dia berpikir kalau aku beneran kesakitan. Hahaha.
“Bar.” Panggilku saat dia tengah membuka beberapa bungkus makanan yang sudah diantar abang ojol tadi.
“Iya, kak? Kakak mau aku suapin makannya?”
“Enggak, aku makan sendiri aja.”
“Aku suapin aja ya?”
“Kamu kok maksa sih?”
“Yaudah, terserah kakak aja.” Ucapnya sambil memberikan makanan itu padaku. Sepertinya dia sudah mulai kesal padaku
Aku pun memulai makan dengan kondisi duduk diatas kasur. Ya, aku makan ditempat tidur. Sudah seperti orang yang beneran sakit. Eh, tapi kan aku memang sedang berakting sakit ya?
“Bar, aku mau minum.” Ucapku padanya. Dia pun memberikan air mineral itu padaku. Wajahnya masih terlihat datar, tidak biasanya. Huh! Lebay banget si kamu, Bar. Cuma gara-gara aku gak mau disuapin aja kok sampe segitunya.
“Bara, aku belum selesai ngomong yang tadi.” Ucapku lagi. Makanan ku tak terasa sudah hampir habis.
“Mau ngomong apa kak?” Jawabnya datar.
“Kamu kok jadi sehat banget? Bukannya tadi kamu masih sakit ya?” Tanyaku. Wajahnya seketika berubah panik. Haha! Ciah, akhirnya ketahuan juga kamu.
“I-iya, kak. Aku u-udah agak ba-baikan sekarang.” Ucapnya terbata-bata.
“Oh, bagus deh.” Tuturku.
“Emang kenapa kalau aku masih sakit kak?”
“Kamunya jadi lebih manja. Aku jadi susah buat pergi kemana-mana. Lebih bagus kalau kamu sehat.”
“Ya malah bagus kalau aku sakit, kak.”
“Bagus apanya? Kamu jadi kayak anak kecil. Manja banget, dikit-dikit minta dielus-elus. Terus minta dipeluk.”
“Bagus dong, kak. Karena kita jadi lebih dekat. Jadi, lebih romantis gitu hehehe.”
“Itu sih maunya kamu.”
Dia hanya tersenyum menyeringai menampilkan gigi putihnya. Aneh banget nih anak. Tadi marah, sekarang udah berubah lagi. Aku masih mau ngerjain dia. Sampai dia ngaku kalau dia udah ngerjain aku juga dengan dalih sakit perutnya.
Makananku sudah habis, Bara juga sudah selesai makannya. Rasanya ingin bermalas-malasan setelah perut kenyang. Aku memilih untuk memainkan ponselku sebentar. Mengecek notifikasi dari grup literasiku.
Sementara Bara, dia sedang membereskan barang-barangnya untuk dipindahkan ke lemari. Barang-barangku sebagian juga ditata rapi olehnya. Hanya koper yang berisi pakaian yang tidak boleh dia rapikan. Itu biar aku saja.
Setelah selesai beres-beres, dia menghampiriku ke ranjang dan ikut rebahan disampingku. Tiba-tiba tangannya bergelayut manja memelukku lagi. Astaga, Bara. Macam anak kecil saja kamu ini. Ini mah namanya bukan punya suami, tapi momong adek.
“Kaki kakak masih sakit gak?”
Tanyanya. Masih dalam posisi tadi.“Masih.” Jawabku bohong.
“Aku pijat ya, kak?”
“Emang kamu bisa mijat?”
“Bisa dong, aku sering pijat Mama kalau lagi pegal-pegal.” Uuh, manisnya. Anak mami juga ya kamu. Aku cubit boleh? Hahaha!
“Yaudah pijatin aku sekarang.” Jawabku siap.
“Tapi harus ganti baju dan celana dulu kak.”
“Hah? Kok gitu? Tinggal gulung aja celananya beres.”
“Gak gitu kak, harus pake celana dan baju pendek dulu. Nanti aku pijatnya jadi ribet kalau gitu.”
Iya juga sih, dimana-mana kalau di pijat pasti disuruh ganti baju. Ah, kenapa juga sih aku setuju aja dengan ucapannya tadi.
“Yaudah, kalau gitu kamu ambil-in koperku yang masih utuh itu. Aku mau ambil baju dan celananya.”
Dia pun menurut, tapi senyumnya masih tidak pudar. Apa yang dia rencanakan? Senyum-senyum tidak jelas. Aku sendiri sedari tadi masih dengan wajah datar. Yang ku tampilkan untuknya.
Aku membuka koperku dan mengambil kaos pendek yang kalau dilihat sudah kekecilan, sebenarnya hanya ini kaos pendek yang kupunya. Biasa aku pakai hanya untuk dalaman sebelum pakai baju panjang. Alasannya agar tidak mudah berkeringat dan lepek baju yang bagian luar.
Dan celana pendek berbahan sutra yang super halus dan adem. Jujur aku ragu untuk memakai pakaian ini. Celana nya pun juga sangat pendek. Karena memang untuk dalaman sebelum memakai celana panjang ataupun rok.
Kebiasaan ini sudah kulakukan sejak kecil. Entahlah, Ibuku yang menyuruhnya untuk pakai pakaian pendek dulu sebelum pakai baju yang dipakai untuk lapisan luar. Kata Ibu, agar badan kita tidak begitu transparan yang terlihat oleh orang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dinikahi Bocil
RomancePernikahan yang terjadi setelah adanya penggerebekan di dalam kosan.