Baru juga nikah

411 16 0
                                    

"Kak, kalau kita punya baby kayaknya lucu ya."

Tiba-tiba saja dia bergumam begitu. Disaat suasana semakin malam takutnya dia minta yang aneh-aneh. Lebih baik tak perlu kutanggapi. Aku pura-pura memejamkan mata.

"Kak, besok-besok kalau dirumah gak usah pake baju panjang lagi ya. Aku gerah lihatnya. "

Lagi, dia kembali bergurau. Dan aku dalam posisi miring membelakanginya.

"Kalau Kakak gak punya baju pendek, nanti aku belikan deh. Aku pesan sekarang aja deh di online."

Ucapnya lagi, masih belum aku gubris. Sepertinya dia mengambil ponselnya di meja samping tempat tidurku. Mau apa dia?

"Sudah aku pesan ya, Kak. Lusa paketnya datang."

Dia beneran belikan baju buat aku? Hah, Gokil, memang dikira aku gak punya baju apa. Bajuku banyak tuh dilemari, ngapain juga repot-repot belikan aku baju. Di online pula tuh, kalau nanti gak muat bagaimana? Ngomong-ngomong dia belikan aku baju apa ya kira-kira.

Masih dalam posisi ku, dia kembali menghamburkan badannya ketempat tidur. Tiba-tiba tangannya memelukku dari belakang. Ah nyamannya, Eh kenapa jadi begini sih. Lama-kelamaan mataku mulai terpejam juga. Karena malam semakin mencekam, dan hawa kantuk pun mulai menjalar, dia masih dalam posisi memelukku dari belakang.

~~

Pagi ini aku bersiap untuk berangkat ke kampus. Jadwal mata kuliahku hari ini ada tiga. Aku lihat Bara juga sudah selesai mandi, sementara aku sedari pukul empat pagi sudah bangun lebih dulu. Aku mulai memasukkan beberapa buku catatan dan tak lupa membawa laptopku. Hari ini ada jadwal presentasi dikelas, jadi harus sedia payung sebelum hujan.

"Kakak sudah rapi saja, tungguin aku dong Kak." Ucapnya sambil mengeringkan rambutnya yang basah sehabis keramas.

"Ya sudah cepat, jangan lama! Kalau lama aku tinggal kamu disini sendirian."

"Eh, jangan dong Kak! Aku takut!" Ucapnya cepat.

"Ya sudah buruan pake baju! Pakainya dikamar mandi!"

"Disini aja ah Kak, biar cepat juga."

Aku menatap tajam ke sorot matanya. Sengaja aku pelototin.

"Iya, iya. Tapi beneran jangan ditinggal?"

"Iya, Bara ku."

"Uh manisnya."

"Cepat!!!" Ucapku geram.

"Ampun Dj ha ha ha."

Aku menggelengkan kepalaku melihat tingkahnya yang konyol. Dasar berondong, gak habis pikir aku bisa-bisanya nikah sama dia. Seandainya kalau aku gak ketemu dia kira-kira aku bakal nikah sama siapa ya? Sama pria dewasa atau sama lelaki pilihan Ayahku? Atau.... Ah, kenapa juga harus memikirkan hal itu.

Beberapa saat kemudian, dalam hitunganku dia sudah membuang waktuku selama tiga menit untuk memakai baju. Dia keluar dari dalam kamar mandi, dengan tampilan yang sudah rapi. Dengan memakai kaos oblong berwarna putih didalam, dan memakai kemeja kotak berwarna biru. Ditambah dengan celana bahan berukuran longgar berwarna cokelat muda. Duh tampannya suamiku, eh, ha ha!

"Aku tahu aku itu tampan, Kakak jangan segitunya dong ngelihatin aku begitu. Hehe." Ucapnya sambil cengengesan. Udah jadi Suami tapi masih selenge'an.

"Ge-er banget sih kamu. Udah cepat! Aku duluan keluar."

"Eh bentar dulu Kak, aku gak mau ditinggal sendiri disini."

"Apalagi astaga? Ini sudah hampir telat, Bar."

"Belum, belum telat. Baru pukul enam lewat empat puluh lima menit."

"Iya tapi untuk sampai ke kampus, harus menempuh selama lima belas menit. Berapa banyak waktuku terbuang untukmu menunggu disini?"

"Iya, ini sudah kok." Ucapnya sambil memasukkan beberapa buku yang semalam sempat ku baca. Lengkap dengan laptopnya juga.

"Yuk berangkat!" Ajaknya.

Aku lebih dulu keluar dari kamar kosan, dan dia mengekoriku dari belakang. Tak lupa aku mengunci pintu sebelum benar-benar meninggalkan kosan ini. Sempat melihat ke tetangga sebelah, sepi. Tak ada siapapun. Termasuk rumah Ibu kos nya.

Apa mereka masih memusuhiku sejak insiden kemarin. Ah sudahlah, aku tak perlu memikirkannya lagi. Pun juga hari ini adalah hari terakhirku menempati kosan ini. Selamat tinggal, Ibu kos. Semoga tetangga yang lain betah ya, buat bertahan di kosan ini.

~~

Selama diperjalanan, Bara selalu saja mengoceh hal-hal yang tidak penting untuk ditanyakan. Dia terlalu banyak bertanya, aku malas mendengarnya, sepertinya dia mulai sadar kalau sedaritadi aku memasang earphone ditelingaku. Memang dia sudah berhenti bicara, tapi tangannya menggenggam erat tanganku. Bucin juga ya dia, aku seperti Kakak beradik berjalan berdampingan dengannya. Memang begitu seharusnya, usiaku lebih tua darinya, tapi dia lumayan cool juga sih, eh.

Setelah berjalan beberapa menit, aku dan Bara telah sampai didepan pintu gerbang kampus. Sepertinya dia kelelahan karena lama berjalan tadi. Padahal hanya lima belas menit loh, tapi sampai segitunya berkeringat. Tapi kalau lagi berkeringat begitu, dia semakin tampan. Eh, apa sih aku ini, kenapa jadi memuji dia ya, ah lupakan.

"Kak, aku haus!"

"Yaudah beli minum dulu."

"Temani."

"Manjanya mulai lagi deh."

"Ayo temani, Kak."

"Iya, iya. Ayuk!"

Aku berjalan mendahuluinya. Tapi sebisa mungkin dia sudah lebih dulu menyamakan posisinya berjalan denganku. Banyak pasang mata memperhatikan kami berdua. Biarlah, aku tak peduli. Prinsipku memang selalu bersikap bodoamat saat ada suatu hal yang berusaha mengganggu pikiranku.

Tiba-tiba saja Bara kembali menggenggam tangan ini. Duh, aku kok refleks jadi tegang begini sih. Aku dan dia beli dua botol air mineral. Setelah beli minum, dia mengajakku untuk sekalian sarapan. Benar juga, aku kan belum sarapan pagi.

"Kakak mau pesan apa? Biar aku yang pesan sekalian."

"Hm, nasi goreng saja."

"Oke, tunggu ya! Jangan kemana-mana."

"Iya!"

Setelah beberapa menit, Bara kembali dengan diikuti seorang Ibu paruh baya membawakan pesanan untuk kami. Rupanya dia juga memesan nasi goreng yang sama sepertiku. Tak lama setelah Ibu itu menaruh pesanan kami di meja, ia pun melenggang pergi meninggalkan kami berdua yang sudah kelaparan. Aku memandang jauh pungung Ibu itu. Tak lama Ia pun menghilang jauh dari pandanganku.

Dinikahi BocilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang