"Kak, aku mau dong cobain nasi goreng kakak." Ucapnya meminta makananku. Padahal dia juga sama menu sarapannya. Aneh memang.
"Kan kamu juga ada."
"Tapi beda rasanya."
"Ish kamu mah, aya aya wae."
"Bahasa apa itu kak?"
"Sunda."
"Oh."
"Y."
"Ayo suapin kak."
"Suap aja sendiri tuh. Ambil sendok kamu."
"Maunya pakai sendok bekas Kakak saja."
"Kamu gak jijik kah?"
"Enggak, kalau bekas Kakak. Hehe."
"Ya sudah, nih suap sendiri."
"Suapin."
"Manja banget."
"Biarin."
Aku pun kembali menuruti perintahnya. Menyuapinya seperti seorang kakak yang sedang momong adik laki-lakinya. Iya, adik yang udah bangkotan. Semakin banyak orang yang berdatangan ke kantin, semakin banyak pula pasang mata yang memperhatikan kami berdua. Aku sih bodoamat ya, selagi gak merugikan siapapun.
Saat aku tengah menyuapi Bara, tiba-tiba saja datang seorang lelaki menghampiri kami dan duduk disamping Bara. Mungkin dia teman sekelasnya.
"Wih, enak bener lo, Bar! Makan saja pakai disuapin segala. Gue juga mau dong disuapin." Ucapnya sambil tersenyum menyeringai kearahku.
"Gak usah natap Istri gue segitunya lo!"
"Hah? ISTRI? Ha ha ha, lu lagi berkhayal ya, Bar?"
"Siapa yang berkhayal? Gue ngomong fakta kok."
"Jangan mengada-ngada. Kasihan Kakaknya, lihat tuh mukanya merah. Ha ha!" Ambyar, aku ketahuan nih pipiku merona. Haduh, malunya.
"Bisa diam gak, Lo? Kalau gak bisa diam, mending cabut dari sini!" Umpat Bara emosi.
"Iya elah, sensi amat Lo! Ga asik ah Lo sekarang. Eh Kak, kenalin, aku temannya Bara."
"Ana." Aku hanya menjawab seadanya. Bara juga tak mau berhenti ku suapi, padahal ada temannya disini. Benar-benar tuh anak ya.
"Aku, Arka. Kakak dari fakultas ilmu komunikasi juga?"
"Bukan, aku dari fakultas hukum."
"Wah, kirain satu fakultas. Tapi ngomong-ngomong kok Kakak bisa kenal sama Bara? Jarang-jarang lho ada cewek dekat sama dia."
"Memang kenapa?" Tanyaku penasaran.
"Iya, soalnya dia gak pernah dekat sama cewek. Katanya sih anti deket sama cewek, dia bilang cewek itu cerewet dan nyebelin."
Seketika aku menghentikan aktivitasku saat menyuapinya makan.
"Oh, gitu. Ya sudah aku mau langsung ke kelas. Permisi!" Pamitku pada dua manusia ini. Tapi Bara langsung menahan tanganku. Mau dia apalagi sih sebenarnya?
"Aku antar ya?" Pintanya mencoba membujukku. Tidak semudah itu aku luluh ferguso.
"Gak usah, kamu masuk kelas saja bareng sama Arka." Jawabku cuek.
"Kalian ada apa sih sebenarnya? Mau masuk kelas saja pake dramatic segala haha! Kalau Kak Ana gak mau diantar sama lu, biar gua yang antar. Ayo kak!" Sekarang malah Arka yang mau nganterin aku ke kelas. Hadeuh! Sampe kapan drama ini berakhir?
"Sudah gak usah, aku bisa sendiri." Ucapku sambil berdiri dari posisi duduk ku.
"Lo diam aja disini, gue yang mengantar Kak Ana!" Ucap Bara dengan wajah kesalnya kearah Arka. Sementara Arka hanya menatapnya dengan tatapan sinis. Mereka kenapa sih?
"Yuk Kak!" Ajaknya lagi.
Aku pun melangkah pergi meninggalkan kantin, diikuti Bara dibelakang-ku sambil sesekali merapikan hijab plisket ku yang berwarna hitam. Sok perhatian banget dia, aku juga bisa kali, benerin sendiri. Tak lama setelah itu dia kembali menyamai posisiku berjalan. Lagi, dia meraih kembali tanganku. Dipikir aku bakal luluh apa.
"Jangan dengarin ucapan Arka barusan. Kakak gak marah sama aku kan?"
"Siapa yang marah? Aku gak marah." Ucapku tanpa menoleh ke arahnya.
"Alhamdulillah deh, kalau begitu. Nanti sepulang dari kampus, kakak jangan kemana-mana ya? Nanti aku jemput dikelas."
"Iya."
"Hari ini kita jadi pindah ya Kak?"
"Jadi kan katamu semalam."
"Iya, ku pikir Kakak tetap kekeh mau disana."
"Enggak."
"Kenapa? Takut juga?"
"Udah gak betah aja."
"Sama saja sih, Kak."
Aku tak balas lagi perdebatan dengannya. Jauh juga rupanya fakultas ku dengan fakultasnya. Tapi dia apa gak takut telat ya? Nganterin aku sampe ke kelas aja sambil ngobrol, ditambah lagi jalannya lambat. Ah mungkin aja sehabis ini dia langsung lari maraton buat sampe ke kelasnya. Ha ha!
"Salim dulu sama Suami!" Perintahnya. Heleh, suami kepepet aja juga.
"Banyak orang disini, Bar."
"Ya sudah didepan toilet aja, tuh disitu."
Ucapnya sambil menunjuk ke depan pintu toilet yang agak sepi. Jangan sampe kali ini kepergok sama Dosen apalagi petugas kebersihan kampus. Aku hanya menurut saja, lagi pula itu hal yang wajar bukan. Memang benar sih, aku sekarang sudah jadi Isterinya. Meskipun pernikahan yang tak direncanakan sebelumnya.
Tapi mau bagaimanapun juga kita sudah sah dimata Agama. Aku dan Bara sudah sampai didepan pintu toilet. Disini memang tidak kelihatan dari pintu kelasku. Sebab tempatnya yang berada dipojok. Jauh dari kerumunan orang-orang yang berlalu lalang buat masuk kelas.
Aku pun mencium punggung tangan kanannya. Tak lama setelah itu dia langsung berani mencium bibir ku. Ya Tuhan, dia telah berani mengambil keperawananku. Eh itu kan bibir, jelas sama. aku sedih karena dia sudah berani mengambil first kiss ku hu hu.
"Aku pergi dulu, Kak. Jangan dekat-dekat dengan laki-laki di kelas Kakak. Dan jangan kemana-mana sebelum aku datang menjemputmu. Aku sayang Kakak!"
Ucapnya panjang lebar, setelah itu dia pergi meninggalkanku yang masih berdiri, dengan kondisi gemetar dan berkeringat dingin. Di depan pintu toilet yang sepi ini. Lama ku menatap punggungnya yang semakin jauh dari pandanganku, aku pun melangkah meninggalkan tempat ini dan bergegas masuk ke dalam kelas. Sesampainya di dalam kelas, aku masih ke pikiran dengan tindakannya tadi yang mencium pipiku. Eh.
Di kelas, aku tidak begitu dekat dengan teman-teman sekelasku. Hanya beberapa saja yang kukenal, aku pun juga tidak punya teman perempuan yang dekat denganku. Sengaja memang begitu, aku tak ingin mempunyai teman yang tidak benar-benar tulus berteman padaku. Tapi semenjak aku mengenal Bara, semuanya berubah. Lebih tidak begitu menutup diriku dari sebelum aku bertemu dengannya saat di kantin kemarin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dinikahi Bocil
RomancePernikahan yang terjadi setelah adanya penggerebekan di dalam kosan.