Pindah kosan

465 15 0
                                    

“Ini baju-bajuku. Untuk sementara, aku ikut tinggal disini sama Kakak. Tapi setelah itu kita pindah kerumah baruku. Kakak gak keberatan kan?”

“Rumah baru? Kapan kamu bangunnya? Bukannya kamu masih kuliah ya?” Tanyaku penasaran.

“Iya rumah baru, untuk kita berdua. Kurang lebih dari lima bulan yang lalu aku bangun. Aku bangun rumah itu dari hasil ku bekerja diperusahaan Papa. Ya, meskipun hanya jadi karyawan biasa.” Jelasnya.

Jadi, selama ini dia juga sudah bekerja rupanya? Kukira dia hanya anak manja yang hanya mengandalkan uang dari orang tuanya. Ternyata perkiraanku itu salah. Bahkan dia lebih dulu mendahuluiku bekerja.

“Apa orang tuamu tahu, kalau kamu sudah menikah denganku?”

“Untuk sekarang sih belum, tapi secepatnya aku bakal bilang dan kenalin K,akak ke orang tuaku.”

Tanpa aba-aba darinya aku melenggang masuk lagi kedalam kamar. Aku baru ingat kalau ada tugas makalah yang belum ku kerjakan. Lekas ku kembali ke ruang tamu untuk mengerjakan disana. Karena meja belajarnya ada disana.

~~

Singkat cerita, semua tugas sudah kukerjakan. Dan sekarang jam menunjukkan pukul sembilan lewat tiga puluh malam. Waktu yang bagus dilakukan untuk tidur malam. Aku tak ingin begadang, sebab tak ada tugas lagi yang harus dikerjakan. Terkecuali kalau tadi aku sudah ketiduran, dengan modal begadang sampai pagi dan mantra ‘the power of kepepet’ semua tugas bisa selesai hanya dalam hitungan jam.

Rasa kantuk ku mulai menyerang, ku perhatikan Bara juga sedang mengerjakan tugasnya. Masih terfokus pada laptopnya sedaritadi. Apa dia perlu bantuan? Ah sepertinya tidak. Dia kan sudah lebih dulu bekerja diperusahaan. Pastinya tugas-tugas seperti itu hal yang mudah baginya untuk diselesaikan. Lebih baik ku buka ponsel ku dan mengecek notifikasi dari akun literasi ku.

Aku mengenal dunia literasi sejak berusia 16 tahun. Mungkin kalau diperkirakan saat aku masih duduk dikelas 10 SMA. Tapi dulu belum seberani sekarang ini. Dulu masih kebanyakan mikir dan bimbang mau dipublikasi atau tidak hasil karya tulisan ku. Meskipun sekarang sudah mulai berani mempublikasi karya ku, tapi aku tetap membaca buku dari penulis lain. Masih banyak yang harus kupelajari juga dalam menulis menggunakan PUEBI yang baik dan benar. Untuk masalah tampilan cover buku, aku hanya mengandalkan aplikasi dari handphone. Mungkin nanti akan ku coba menggunakan Adobe Ilustrator dan Adobe Photoshop. Software berbayar, meskipun agak mahal. Tak apalah, demi meningkatkan kualitas cover buku menjadi kualitas high quality. Hahay!

Saat tengah memainkan ponsel, aku tak sengaja melihat Bara yang sedang kebingungan wajahnya. Tumben sekali dia, wajahnya bisa sampai seserius itu haha. Ledekin gak ya? Eh jangan deh. Kasihan anak orang. Eh. Dia kan juga sudah jadi Suamiku sekarang ya.

“Kamu butuh bantuan gak, Bar?” Isengku menanyakan.

Hening. Tak ada jawaban.
Beberapa menit kemudian.

“Kak?”

“Apa?”

“Bantuin aku dong.”

“Tadi ditanya diam aja.”

“Kapan?”

“Tadi Bara! Emang kamu gak dengar?”

“Enggak. Hehe!”

“Ish, yaudah mana sini.”

Dia menyerahkan laptopnya padaku. Wadidaw, kenapa masih banyak yang kosong perbab nya? Katanya dia sudah kerja diperusahaan kan? Bukannya ini hal yang kecil baginya, tapi kenapa masih banyak yang kosong? Hadeuh. Harusnya sudah santai-santai tinggal tidur saja, malah jadi begadang beneran kan. Sarimin ke Bekasi, dia kenapa si?

“Dari tadi kenapa gak ngomong sih, Bar?” Tanyaku dalam pandangan ke laptopnya.

“He he, aku malu kak.”

“Tumben malu, tadi pagi kamu sering gombalin aku tapi gak malu.”

“Itu kan beda, kak.”

“Sama aja lah. Kamu gak ada buku referensi gitu buat tugas ini?”

“Oh, bentar.” Dia membuka tas nya dan mengeluarkan beberapa buku.

Lah tadi dia mengerjakannya pakai apaan? Et ferguso. Bikin gemas aja sih ni berondong haha. Eh.

“Kenapa baru dibuka bukunya? Kamu tadi kerjakan dapat materi ini darimana?”

“Aku gak ngerti, Kak. Itu dapet dari makalah online yang udah jadi.”

“Kamu copas? Astaga. Bisa-bisa gak dapat nilai kamu, Bar. Sudah sini aku yang kerjakan. Eh tapi ini gak gratis ya?”

“Iya sayang, apapun yang kamu minta aku kasih deh.”

“Aku serius, Bar. Kamu jangan ngegombal mulu kenapa.”

“Iya, iya. Kakak kenapa sih gak pernah baper kalau aku gombalin? Hatinya sudah keras banget ya, Kak?”

“Kenapa jadi bawa-bawa hatiku sih, Bar?”

“Kakaknya gak peka ah. Gak romantis, males!” Ucapnya sambil beranjak dari tempat tidur. Lah ini tugas aku yang kerjakan malah ditinggal. Mvirt. Awas ya kamu!

“Eh ini tugas kamu aku yang kerjakan, lho. Main tinggal aja.”

“Aku mau bok*r. Kaka mau ikut?”

“Ih ogah, ya sudah sana cepat. GPL (Gak Pake Lama)  Understand!?”

“Yes, I do.”

Aku kerjain ah dia, hehehehe.

“Baraa..... Hi hi hi hi hi.” Ucapku dengan suara yang kutirukan seperti mbak kunti.

“Kak! Kakak masih di dalam kan?”

“Hi hi hi hi hi hi! Ba....ra... Hi hi hi hi hi.”

“Kakk!!!!! Kak gak lucu ah!” Ucapnya dari dalam kamar mandi. Haha rasakan.

Selang beberapa menit kemudian dia keluar. Aku berpura-pura tidak tahu apa-apa dan masih terfokus pada tugasnya. Siapa suruh mengerjaiku, waktu jam tidur ku malah diambil buat mengerjakan tugasnya.

“Kak, tadi Kakak yang memanggil-manggil aku pake suara seram ya?”

“Enggak. Aku lagi ngerjain tugas kamu nih daritadi. Emang kenapa?”

“Tadi aku dengar ada yang manggil-manggil namaku pake suara seram gitu. Terus dia ketawa gitu, kayak suara kuntilanak. Hiiii!”

Ucapnya sambil menghamburkan badannya memelukku. Hahay! Rasakan kamu, Bar.

“Ih apaansih kamu, pakai peluk-peluk segala. Aku jadi gak fokus nih mengerjakan tugasmu.”

“Aku takut, Kak.”

“Kamu kan cowok, masa begitu saja takut. Aku lebih sering diganggu tapi biasa saja ah.”

“Hah? Kakak juga sering diganggu? Ya sudah besok kita pindah kosan saja Kak untuk sementara.”

Lah kok, jadi begindang? Kan niatnya mau ngerjain doangan. Kenapa jadi malah nyuruh pindah beneran?

Dinikahi BocilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang