12. 1-1

52 8 2
                                    

Happy reading, everyone <3

vote dulu dooonggg 🌟🌟

***

"Duluan ya, mas Bento. Titip salam buat keluarga di Jember!"

"Iyo, mas Kai. Makasih banyak sudah mampir," mas Bento mendekatkan wajahnya. "Langgeng-langgeng sama mbak cantiknya!"

Kai hanya merespon dengan tawa yang tertahan. Mbak cantik yang dimaksud.. sudah miliknya ya, ternyata?

"Kai,"

"Apa, cantik?" Reflek dirinya setelah membuyarkan lamunan.

Sheirra mengulum senyumnya sebelum melanjutkan. "Yang mengangkut zat terlarut, xilem atau floem?"

"Xilem," jawab Kai sebelum berjongkok untuk mengikat tali sepatu Sheirra.

Keduanya baru saja selesai makan di tempat sate maranggi favorit. Tak peduli dengan menggelapnya langit, Kai dan Sheirra tetap memilih mampir makan ditempat tersebut. Katanya, undangan langsung dari sang pemilik sebelum pulang kampung.

"Kalau jaringan tumbuhan yang gak punya klorofil?"

"Epidermis,"

"Kandungan sitoplasmanya?"

Kai kembali berdiri. "Kenapa jadi kuis dadakan, sih? Ada hadiahnya, gak?"

"Ada! Hadiahnya gue!" Jawab Sheirra.

Kai terkekeh. "Itu mah, udah dapet!" Ujarnya setelah mencubit gemas kedua pipi Sheirra.

Sheirra mengaduh. "Sakit!"

"Gak usah tiba-tiba cerdas cermat gini. Mau gimanapun juga, seluruh penjuru dunia juga tau lo lebih pinter dari gue,"

"Kemampuan kita bisa sama, Kai. Lo aja yang gak mau ngejar!"

Kai menggeleng. "Gak mau. Itu semua biar jadi mimpi lo yang harus lo raih, gue gak akan ganggu. Oke, calon dokter cantik?"

Sheirra terdiam. Ia mengatupkan kedua bibirnya merasa bersalah.

Kai mulai menaikkan standar motor dan menyalakan mesin. "Buruan naik, udah mau hujan."

🐙 🐙 🐙

"Gelasnya tempelin ke perut, biar anget." Tangan Kai menuntun jari jemari Sheirra yang saling rapat pada gelas berisi teh yang baru saja diseduh.

Sheirra melepas ikatan rambutnya yang masih basah terguyur hujan. "Tadi itu seru!" Sheirra meneguk perlahan teh hangat itu sebelum berucap.

"Seru apaan? Lo bisa sakit. Maaf ya udah bawa Cera hujan-hujanan?" Kai tidak bisa menyembunyikan kerutan khawatir di dahinya.

"Yaelah! Imun gue gak selemah itu, kali! Lagian, udah lama juga gak kena hujan!" balas cewek itu.

Kai menghela nafasnya. "Maaf juga tadi gue agak ngebut. Gak takut, kan? Soalnya deres banget hujannya."

Sheirra menggeleng percaya diri. "Enggak! Yang gue takut kan cuma tempat gelap dan sempit!"

Kai menipiskan bibir, merentangkan badannya yang terasa kaku. "Ortu lo udah pergi aja? Perasaan baru dua hari disini,"

Sheirra mengedikkan bahu. "Gak tau, pas gue bangun rumah udah sepi."

"Yah.. gue rasa mereka udah cukup baik sama gue. Jadi biarin aja mereka kejar impiannya," lanjut Sheirra.

"Itu bukan impian. Itu ambisi, sayang."

Sheirra mengangguk ragu. "Mungkin lebih tepatnya begitu."

Sheirra menarik nafas untuk memberikan jeda. "Jadi, lo pasti bisa bayangin kan, gimana kalau gue gak jadi apa-apa, dan gak kayak mereka?"

HEKSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang