11. Berlayar?

72 8 0
                                    

11. Berlayar?
―――――――――――

Bunyi sendok dan garpu yang terus mengenai piring menjadi satu-satunya sumber suara di meja makan kediaman Maesa saat ini.

Seorang pria paruh baya sekitar 50 tahun dengan jas kebanggaannya sibuk mengunyah potongan daging yang menjadi menu santapan pagi itu.

Di sampingnya, Alina, menatap kedua laki-laki dihidupnya dengan silih bergantian.

Dan Aldi yang sibuk menghabisi porsi makannya tanpa mengalihkan pandang sedikitpun.

"Gimana sekolah kamu, Di?" Alina yang akhirnya memulai percakapan.

Aldi mengangguk sekilas. "Baik, Ma. Seperti biasa,"

"Beneran gak ada masalah?" Kini Gilang Maesa angkat berbicara.

Aldi berdeham sebentar. "Buat Aldi sendiri, sejauh ini aman kok, Pa." Ia memutus pembicaraannya sebentar guna menelan gumpalan nasi di mulutnya lebih dulu. "Tapi, sebenernya ada yang mau Aldi tanyain," ucapnya sukses membuat Gilang kini memperhatikan dengan serius.

"Tentang.. beberapa murid baru, yang tiga hari lalu baru aja masuk ke Binar Berlian. Papa tau rekam jejak mereka? Ehm, keluarganya mungkin?"

"Papa gak tau yang kamu maksud siapa. Soal data siswa jelas bukan urusan papa."

Aldi mengangguk paham sebelum mulai melepas alat makannya. "Papa inget kan, kejadian di tahun-tahun yang lalu, tentang tragedi Sheirra?"

"Orang-orang yang Aldi maksud, mereka yang tiga hari lalu jadi murid baru di Binar Berlian."

Aldi semakin mendekatkan wajah. "Kenapa mantan pidana kaya mereka bisa masuk sekolah kita, Pa? Lebih herannya lagi, di semester akhir. Aldi pikir, selain mereka gak punya hati, dan gak punya adab, otak mereka juga gak berfungsi dengan sangat baik untuk menembus tes-tes sulit di Binar Berlian. Jadi, apa mereka punya kenalan penting?"

Gilang berpikir sebentar. "Chandra Sawala, ya?" Tangannya meraih segelas air putih untuk diteguk terlebih dahulu.

Aldi menatap Papanya dengan binar penuh harapan. "Iya, Pa!"

"Papa tidak pernah mengenal siapa orang tua mereka. Artinya mereka tidak berasal usul dari yayasan Papa. Tapi kamu ingat Wirawan?"

Aldi menautkan kedua alisnya.

"Semua rekan Papa selalu membawa ataupun mengenalkan darah dagingnya setiap di perkumpulan penting. Tapi tidak dengan dia,"

"Tapi Tasya anak dia kan, Pa?" Aldi menatap pria dihadapannya dengan serius.

"Ya, itu fakta yang selama ini orang-orang tau. Tapi Wirawan tidak pernah melibatkan nama Tasya sebagai marganya dalam data apapun.

Aldi menurunkan pundaknya lemas. "Maksud Papa.. Tasya.."

"Tidak ada yang tau pasti akan hal itu, Aldi."

"Kenapa Papa tiba-tiba bahas Tasya?"

Gilang mendorong sedikit piringnya pertanda sudah selesai dengan santapannya. "Sama halnya dengan kedatangan murid-murid baru itu yang tiba-tiba. Kamu pasti paham, tetap hati-hati."

HEKSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang