06. Gadis Koki Lima Tahun Silam.

81 10 0
                                    

I found you, Zennaya.

chapter 06. Lo.... Zennaya?
――――――――――――――

"Mau gue jomblo kek, punya pacar kek, kawin kek! Emang lo peduli?!"

"Peduli. Karena lo sahabat gue," jawab Aldi.

"Palingan, udah sibuk sama cewek lo sendiri."

"Emang siapa yang deserve buat jadi ceweknya Aldi?"

Zennaya membuka matanya. Dengan tubuh yang masih terbaring di ranjang, ia menatap langit-langit kamarnya yang bernuansa ivory.

"Yang pantes jadi cewek Aldi? Hm..."

Zen meraih ponselnya, mencari kontak Aldi.

Tapi tidak, ia akhirnya beralih pada kontak Lexa lalu menghubunginya.

"Halo?"

"Anterin gue ke Gramedia, dong! Gue mau cari banyak buku."

"Duh, gue masih harus nyelesain projek jurnalistik gue, Zen. Sorry banget, lo telpon Aldi deh, dia pasti bisa anter lo."

Zen mendengus. "Yaudah. Gue minta anter Sheirra aja,"

"Lo lupa ortunya udah balik ke Jakarta? Pasti Sheirra lagi liburan, momen langka."

"Ah, iya juga. Ya udahlah, gue sendiri aja. Sorry kalau gue ganggu, Le."

"Serius? Nggak, nggak! Lo sama Aldi, gue telponin, ya?"

"Nggak usah. Jarang juga gue pergi sendiri, gue mau coba,"

"Okeey.. have a fun, Zen. Kabarin gue kalau ada apa-apa."

Sambungan telepon itu terputus.

Tidak. Zen tidak akan lebih banyak lagi merepotkan Aldi. Ia harus mulai terbiasa. Karena jika Aldi sudah mempunyai partner-nya sendiri, Zen tidak akan lebih banyak lagi bersama Aldi.

Ya, ia harus terbiasa. Tidak, maksudnya membiasakan diri, tanpa Aldi.

Namun apakah ia bisa merelakan hari-harinya yang akan terus berjalan tanpa sang sosok penyelamat? Penyelamat dari segala lukanya bertahun-tahun yang silam. Penyelamat dari takutnya yang terus datang dari samar hingga menggebu-gebu.

Akankah Zen bisa melewati itu?

Cewek itu bangun lalu membuka pintu lemarinya. Mengambil celana loose jeans dan outer bernuansa putih.

Wajahnya sudah terias cukup dengan make up. Ia menatap dirinya sendiri dihadapan cermin.

"Gue bisa tanpa Aldi. Gue bisa. GUE BISAAAAA!"

Zen mengepal tangannya, menghembus-hembuskan nafas berulang kali. "GUE HARUS BISA!"

――

"Woy, turun!"

"WOY, TURUN!"

Zennaya sedang berada di atas eskalator yang terus berjalan naik. Pandangannya mulai mengitari, mencari sumber-sumber suara orang yang silih berteriak.

HEKSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang