Yuhuuu, aku kembali dengan kabar yang mengejutkan. Ternyata eh ternyata, Arul itu mantannya Faza.
"Kenapa gue bisa lupa, ya?" ucapku pada diri sendiri.
Itupun aku menyadarinya setelah tak sengaja berpapasan dengan Arul dan Ardhi di koridor tadi. Pantesan Faza dan Arul tadi tidak canggung. Biasanya Faza sangat anti dengan orang asing. Memang mereka tidak lama berpacaran dan Faza jarang membicarakan pacarnya dengan kami.
"Ck, kenapa gue jadi mikirin mereka? Kenapa juga gue mikirin si kutu kupret itu?!" Yang terakhir ini kutujukan pada Arul.
Saat ini aku duduk sendirian di depan kelas. Berhubung jam terakhir lagi kosong, biasanya sih kugunakan untuk tidur atau karaoke sama anak kelas. Tuh, sekarang kelas 11 MIPA 5 udah bikin konser. Karena kami tahu diri untuk tidak menganggu suasana khidmat KBM, seluruh jendela, gorden, dan pintu ditutup rapat untuk mengurangi suara ramai kayak pasar. Kan kami juga tidak mau kena DO massal.
Entah kenapa tiba-tiba kepalaku mendadak penuh, jadi aku memilih duduk sendirian di depan kelas. Dan sialnya, Wati seenak jidatnya menyuruhku menjadi satpam untuk memberi tahu jika ada oknum-oknum tak diinginkan mendekat (baca: guru).
Aku mengamati sekeliling dan tak sengaja melihat cowok yang tak asing berjalan di koridor. Aku masih mencoba mengingat cowok itu karena aku yakin pernah melihatnya.
Mayygaattt, itu kan cowok yang dibuli Kak Vando dan koloninya. Aku segera mengambil ponsel dan mengarahkan kamera padanya. Karena aku cenderung ceroboh, aku tidak sadar jika ponselku mengeluarkan flash dan membuatnya sadar jika difoto. Buru-buru aku bergaya dan pura-pura selfie. Cowok itupun sadar dan cepat-cepat memasuki kelas.
Aku merutuki diri sendiri. Setidaknya aku berhasil mendapatkan fotonya. Dan kuketahui dia memasuki kelas yang sama dengan Arul. Segera aku mengirim foto cowok tadi ke Arul.
Arul: NGAPAIN LO NGIRIM FOTO DIA, SUKA LO?
Haidar: WOI, KOK LO NYOLOT
Arul: eh sori-sori, gue kira masih chat sama Ardhi
Arul: Kenapa Haidar lo ngirim foto Hilman?
Haidar: oooh, namanya Hilman
Arul: kenapa? Jangan bilang lo suka sama dia
Haidar: enggak lah
Arul: syukur deh
Haidar: gue mau ngasih tau kalo cowok yang gue lihat kemarin, yang dibuli Kak Vando itu temen lo, Si Hilman
Arul: hah serius lo?
Arul: oke gini aja, nanti pulang sekolah kita obrolin
Setelah menutup ponsel, aku kembali ke kelas. Begitu membuka pintu, aku langsung disuguhi suasana yang gelap. Sebagai penerangan banyak flash hp yang bergerak tak beraturan. Bagaimana tidak beraturan, mereka menyalakan flash seakan dalam konser mellow tapi nyatanya dalam panggung dangdut akademi.
Aku punya teman
Teman sepermainanDan tentunya bersama Silva—sang biduan.
"YO, SEMUANYA TANGANNYA DIATAS." Aku mengambil penghapus papan dan ikut bernyanyi di depan.
"HHUUU..."
Cukuplah saja berteman denganku
Janganlah kau meminta lebih
Ku tak mungkin mencintaimu
Kita berteman saja
Teman tapi mesra...Musik memang healing terbaik. Kepalaku yang tadinya penuh, kini serasa kosong melompong. I LOVE MUSIC. HIDUP MUSIK!
Tiba-tiba saja aku terganggu dengan seseorang yang menjawil pundakku berkali-kali. Siapa sih ganggu banget?! Aku menghiraukan, pasti anak-anak yang iseng. Aku menaikkan satu kaki ke kursi dan melanjutkan bernyanyi.
Oh wahai penonton...
Yang di sana yang di sini
Yang dimana-mana...
Datanglah kemari kumpul di sini
Bersama saya...Orang itu masih sama menepuk pundakku. Dengan kesal aku berbalik badan.
Mayygaattt, sejak kapan Arul di sini?! Buru-buru aku menunduk dan menutupi muka. Gila, malu banget!
Dari sudut mata aku melihat teman-temanku semua tertawa ngakak. Sial, mereka sengaja tidak memberitahu. Pasti mukaku sudah memerah saking malunya.
"EHM." kudengar Arul berdeham.
"Ngapain lo ke sini?" tanyaku sewot.
"Jemput lo, katanya mau pulang bareng. Tadinya gue chat tapi gak lo balas. Gue ketuk pintu kelas lo juga gak ada yang bukain. Jadinya gue langsung masuk aja."
Jadi ini sudah waktunya pulang?! Aku baru menyadari kalo Arul sudah menggendong tasnya. Dan selama itu, di kelas ini tidak ada yang denger suara bel? Dasar sekelas budeg!
"Tadi lo ngapain?" tanya Arul yang kelihatan nahan bengek.
Ditanya begitu, membuat darahku kembali keatas lagi.
"Emm, lagi tertekan sama tugas. Pengen resign dari MIPA."
Arul mengangguk-angguk. "EHM, kalo capek jadi anak IPA yang kimia suka mengikat kovalen mending sama aku aja, ikat hati aku."
"Hhuuu..."
"CIE CIEE..."
"BALAS BALAS BALAS..."
Kenapa jadi debat gombalan gini dah? Karena sudah terlanjur malu jadi tidak ada salahnya kuladeni.
"Setiap kamu mengerjakan neraca keuangan pasti ada yang salah dan tidak seimbang. Mending sama aku aja, kita buat neraca cinta yang ada hanya keseimbangan diantara kita."
"Kelamaan mau ngitung debit bak mandi aja harus ngubah waktu ke sekon. Mending sama aku aja, gak perlu ngitung, deh. Karena setiap sekonnya aku selalu mencintaimu..."
"Patahan kerak bumi dapat menyebabkan guncangan tsunami. Mending sama aku aja, kuguncangkan hatimu."
Membuat seisi kelas bertambah riuh dan penuh gelak tawa.
"Dah dah, gue mau ambil Haidar nya dulu." Arul meraih tasku dan menggandeng tanganku keluar kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
BBS (5) : FRIENDZONE
Mystery / Thriller15+ Mengandung unsur gore. *** SPIN-OFF 18.5 Boy n Girls *** Mereka yang berada di zona tak nyaman. Bani Boediman Series (5) : FRIENDZONE Menyatukan beberapa insan mulia yang tak luput dari dosa. *** Misi pertama: Friendzone Garis Besar: sebuah...