"Gue gak ada hubungannya apa-apa sama Arul."
"Hm?" Aku mendongak melihat Faza baru datang dan langsung duduk di kursinya.
Pagi ini kelasku masih sepi, dan aku merana memotong jam tidurku supaya tidak telat ke sekolah. Aku mempunyai target seminggu ini tidak boleh telat. Tapi baru dua hari saja, kantung mataku langsung menghitam.
"Kalo itu yang membuat lo yang uring-uringan."
Oh iya, kembali ke topik.
"Maksud lo, gue uring-uringan kenapa?"
"Halah, gak usah ngeles. Lo pikir gue gak tau. Lo cemburu kan? Tenang aja, lo tau sendiri sekarang gue sukanya sama Rama. Gak doyan sama modelan idiot kayak Arul."
Aku berdiri sambil menggebrak meja. "HEH! siapa yang ngerengek- ngerengek mintain jawaban ekonomi? Kalo gak ada Arul, nilai lo pasti kembaran sama tanggal lahir lo."
Tampak tak mau kalah, Faza berdiri setelah menggebrak meja juga. "HEH! jangan bawa-bawa nilai! Ngaca, nilai lo gak beda jauh dari gue!?"
"HEH!" Gebrakan ketiga ini membuat kami terlonjak kaget. Kami menoleh melihat Yen sudah melototi kami. "Masih pagi udah berantem aja. Lanjutin! Nanti yang menang bakal gue kirim ke Jakarta!?"
Setelah Yen kembali ke bangkunya, aku dan Faza kembali duduk manis di kursi masing-masing. Pilihan yang tepat Yen sebelum terjadi pertumpahan darah.
Tenang saja, jangan menganggap ini serius. Kami sudah terbiasa bertengkar seperti ini. Seringnya sih aku bertengkar dengan Eliza. Katanya, baku hatam adalah tanda bentuk rasa sayang kami. Yeah, persahabatan kami emang ekstrim.
"Pokoknya gitu deh. Gak cuma kami berdua, Sita, Adia, Eliza juga ada di situ. Terus gue lihat kayak Arul, makanya gue samperin. Waktu mau nyamperin, gue gak lihat ada akar timbul terus ditolongi sama Arul. Habis itu lo dateng."
"Ooh, jadi gak pelukan ya?"
"Amit-amit. Selama pacaran gue gak pernah mau pelukan, maksimal pegangan tangan doang."
Tanpa kucegah jawaban Faza membuat pipiku memanas dan kepingin senyum-senyum sendiri.
"Jadi kalo ketemu dia, jangan kabur lagi," kekehnya.
Perlahan kelas yang mulanya berisi lima anak kini mulai bertambah menjadi setengahnya. Sita, Adia, dan Eliza juga sudah datang. Mereka duduk di bangku depanku.
Ting!
Suara notifikasi masuk dari ponselku. Semenjak menyetujui organisasi rahasia bentukan Pak Kompol Mahendra kami menjadi sangat privasi. Seperti saat ini, meskipun duduk depan belakang kami harus berkomunikasi lewat ponsel. Sangat menyusahkan dan pemborosan kuota!
4 Sehat 5 Rebahan 6 Ghibah
Adia: nanti gue ditemenin Kak Nano masang alat penyadap ke Kak Vando
Sita: gue sama Zidan ke Kak Yudis
Sita mengirim foto Kakak Kelas bernama Yudis yang bodinya segede kingkong. Data ini kami peroleh dari Pak Randy. Siapa saja yang menjadi komplotannya Kak Vando.
Eliza: gue sama Albast ke Kak Milan
Kak Milan ini atlet basket kebanggaan sekolah kami.
Faza: gue sama Rama ke Kak Titan
Seperti namanya, Kak Titan memiliki tubuh tinggi kayak tiang listrik.
Sita: Haidar lo sama siapa?
Haidar: gue sendiri
Eliza: uuh, kasihan
Haidar: diem!
KAMU SEDANG MEMBACA
BBS (5) : FRIENDZONE
Mystery / Thriller15+ Mengandung unsur gore. *** SPIN-OFF 18.5 Boy n Girls *** Mereka yang berada di zona tak nyaman. Bani Boediman Series (5) : FRIENDZONE Menyatukan beberapa insan mulia yang tak luput dari dosa. *** Misi pertama: Friendzone Garis Besar: sebuah...