"Hilman?"
Aku mengangguk. Menjawab pertanyaan Adia yang sudah berapa kali ia tanyakan.
"Ngapain dia di situ?!"
Saat ini aku dan teman-temanku berada di ruang BK. Aku tidak tahu sejak kapan ruangan ini menjadi tempat favorit kami. Tadi saat kelas kosong, Pak Randy menyuruh kami ke sini untuk membahas mengenai kejadian semalam. Membuat Adia dan Eliza uring-uringan kenapa tidak menyuruh saat jam istirahat. Tentu saja hal itu ditolak mentah-mentah oleh Pak Randy karena memikirkan nasib dompetnya. Ya deh tidak cuma Adia dan Eliza, aku juga sedikit kesal.
"Wah, harusnya semalam gue langsung ke situ, gak perlu dengerin omongannya si kompol. Kayaknya bakalan seru!" ujar Adia.
"Tapi ya, berdasar novel thriller yang gue baca. Biasanya pelaku ada di TKP karena ada dua hal. Pertama, dia habis melakukan kejahatan dan berpura-pura tidak tahu apa-apa. Kedua, dia ingin melihat kondisi korbannya," jelas Sita.
Adia mengangguk. "Iya, gue juga mikirnya gitu. Makanya gue bingung kenapa Si Hilman ada di situ. Apa gak aneh?"
"Tapi itukan di novel, sedangkan kita di kehidupan nyata." Ucapan Faza mendapat anggukan dari kami semua.
"Tapi itu kan bisa jadi referensi," sahut Sita yang masih tidak terima.
"Tadi pagi ibunya Alfa ke sini mengatakan kalo Alfa tidak pulang ke rumah sejak pulang sekolah,'' tambah Pak Randy.
"Berarti kasus hilang ini bertambah satu korban, Kak Ahmad dan Kak Alfa," ujar Eliza.
Mata kami menerawang. Terdiam memikirkan masalah ini.
"Apa mungkin ini ada hubungannya dengan Hilman?" ucap Adia memecahkan keheningan di ruang BK.
"Gak mungkin," jawabku. "Hilman gak mungkin ngelakuin ini. Meskipun dia pinter, gak mungkin dia yang kerempeng kayak gitu ngalahin korbannya yang bodinya kekar- kekar."
"Justru karena pinter. Dia yang jadi dalangnya. Orang pinter itu gak mau ngotorin tangannya. Udah pasti dia nyuruh orang lain," bantah Adia.
"Kompol Mahendra juga mencurigai Hilman. Beliau menyuruh kalian untuk mencari informasi tentang Hilman dan memasangkan alat penyadap." Pak Randy meletakkan plastik klip yang isinya satu benda hitam berbentuk kancing. "Siapa yang mau memasangkan alat ini?"
"Saya bisa, Pak," sahutku.
Pak Randy langsung memberikanku plastik klip itu.
"Berarti bukan hanya korbannya yang bertambah satu, tapi tersangkanya juga, Kak Vando dan Hilman." Sita memberi kesimpulan.
***
Sepulang sekolah aku meminta bantuan Arul untuk membantuku memasang alat penyadap ke Hilman. Karena takut kehilangan jejak, kami harus cepat-cepat memasangnya supaya tugasku selesai hari ini juga. Sita juga sudah bilang bahwa motor Hilman masih di sekolah.
Awalnya Arul bertanya, mengapa aku mencurigai Hilman. Hal ini ada hubungannya dengan kemunculannya di TKP semalam. Selebihnya Arul tidak bertanya lagi.
Kami hampir memutari setengah sekolah dan akhirnya bertemu dengan Hilman, ia bersembunyi di balik tembok depan kelas 12 MIPA 4. Aku menahan Arul yang hendak menemuinya. Berakhir aku menariknya bersembunyi di balik tembok belakang Hilman juga.
"Hilman ngapain di situ?"
"Lah, kita ngapain juga sembunyi di sini?" tanya Arul bingung.
"Lo gak ngerasa aneh sama kelakuan Hilman? Ngapain dia ngumpet ngeliatin kelasnya Kak Vando?"
"Aneh, sih."
Awalnya aku juga merasa aneh dan tidak yakin menjadikan Hilman sebagai tersangka. Namun, melihat kelakuannya yang kini sedang mengawasi kelas Kak Vando dan beberapa kejanggalan lain, membuatku berpikir dua kali. Huh, padahal aku tidak suka berpikir.
Tiba-tiba saja aku teringat dengan sosok misterius dari cctv. Dari posturnya Hilman sangat cocok dengan sosok itu. Dia bertubuh kurus dengan tinggi badan dibawah rata-rata murid cowok di sekolah kami. Kurang lebih tingginya sama denganku. Bisa jadi apa yang dipikirkan Adia tadi ada benarnya juga.
"Eh, Hilman mau cabut," bisik Arul.
Ya, kulihat Kak Vando dan konco- konconya keluar kelas. Hal ini juga membuat Hilman keluar dari persembunyiannya. Tapi anehnya, mengapa dia keluar dengan sembunyi-sembunyi? Oke, mungkin dia tidak mau berurusan dengan Kak Vando lagi. Tapi kenapa sekarang dia seperti memancing Kak Vando? Bukannya itu akan menjadi masalah jika dia ketahuan. Apa mungkin yang dikatakan Kak Alfa waktu dulu itu benar? Hilmanlah yang menempeli Kak Vando sehingga membuatnya geram dan membulinya.
Ya, aku harus mencari tahu untuk menjawab praduga-praduga ini. Aku mengajak Arul, waktunya untuk eksyen! Arul mengangguk. Dengan sigap, Arul keluar dari persembunyian dan merangkul leher Hilman. Dari belakang aku berjalan pelan dan memasukkan alat penyadap ke tas punggung Hilman.
"Gue cari kemana-mana ternyata lo di sini." Arul menarik Hilman berjalan berlawanan arah dengan Kak Vando.
Mayygaatt, betapa sigap dan pekanya Arul. Sangat bisa diandalkan. Membuatku senyum-senyum sendiri berjalan dibelakangnya. Aku menepuk pelan pipiku, bukan waktunya untuk kesemsem. Aku harus menyelesaikan tugasku!
"Mau ngapain? Gue ada urusan." Hilman hendak berkelit untuk melepaskan pelukan Arul. Tapi gagal karena Arul mengeratkan lengannya, nyaris mencekik.
Aku berlari kecil mengejar mereka. "Arul minta diajarin geografi."
"Lain kali aja, gue ada urusan penting!"
Kulihat dia melirik-lirik ke arah Kak Vando. Dan kepengen pergi jauh-jauh dari kami.
"Buru-buru amat. Emang ada urusan apa?"
"Bukan urusan lo," ujarnya menjawab pertanyaanku.
"Bantuin gue napa. Gue kagak paham geografi, gimana nasib ujian gue besok?"
Tanpa menunggu persetujuan Hilman, Arul sudah menyeretnya masuk ke salah satu kelas kosong. Arul mendudukkan paksa Hilman yang memberengut, kemudian duduk manis dihadapannya. Sambil membuka-buka buku.
Aku memberi isyarat menunggu di luar. Aku harus memastikan Kak Vando dan kawan-kawannya sudah keluar dari area sekolah. Beruntungnya, saat ini motor mereka tidak ada di parkiran. Segera aku mengirimkan pesan ke Arul.
Haidar: Kondisi aman, Kak Vando dkk udah pergi
Haidar: lo mau pulang apa tetep di situ?
Arul: pulanglah, gila aja. Hilman udah kayak mau makan gue hidup-hidup
Haidar: makasih ya udah bantuin gue
Arul: apa sih yang enggak buat bidadari
Haidar: hehehe oke, gue tunggu di parkiran
Haidar: semangat!
KAMU SEDANG MEMBACA
BBS (5) : FRIENDZONE
Mystery / Thriller15+ Mengandung unsur gore. *** SPIN-OFF 18.5 Boy n Girls *** Mereka yang berada di zona tak nyaman. Bani Boediman Series (5) : FRIENDZONE Menyatukan beberapa insan mulia yang tak luput dari dosa. *** Misi pertama: Friendzone Garis Besar: sebuah...