6. Apakah akan baik-baik saja?

757 90 7
                                    

Jangan lupa buat vote dan comments!

Trigger warning: Harsh words


˚˖𓍢ִ໋🌷͙֒✧˚.🎀༘⋆

Adara POV

Masih dengan diriku dan Pak Brian yang berada di cafe. Setelah aku mengatakan belum siap bercerita kepadanya, dengan lembutnya Brian berkata akan menungguku sampai siap.

"Kalau begitu, saya pamit dulu, Pak." ucapku lalu mendatangi Jarrel dan Nayara. "Guys, ayo kita balik." ucapku, Jarrel dan Nayara menatap ku tak percaya.

"Sepertinya lo belom kelar ngobrolnya deh, Dar? Lo masih mau ngobrol lagi kan sama Adara?" tanya Jarrel ke Pak Brian, ah apakah Jarrel kenal dengannya?

"Belum tapi gapapa Jarrel, masih ada lain waktu buat ngobrol lagi sama Adara. Thank's ya sudah ngasih kesempatan gue sama Adara ngobrol." ucap lelaki itu, pergi terlebih dahulu meninggalkan aku dan teman-temanku. Wah ternyata dia bisa bicara sesantai itu.

"Kita berdua sudah menduga kalau he is the father and he looks nice. Why Adara?" ucap Nayara, aku mengehela napasku kesal.

"Gue jelasin di rumah. Ayo pulang. Gue cape." ucapku lagi, beranjak dari kursi kami segera masuk ke dalam mobil Nayara.

Aku pun bingung mengapa aku seperti ini.

˚˖𓍢ִ໋🌷͙֒✧˚.🎀༘⋆

Aku, sekarang seperti sedang disidang oleh kedua sahabatku, tatapan mata mereka seperti mengeluarkan laser kepadaku.

Tanpa basa basi, aku langsung berkata, "Iya bener, Pak Brian ayah dari anak yang ada di kandungan gue."

"Tadi, gue bilang gue belum siap buay cerita ke dia. Meskipun dia emang udah yakin kalo dia ayahnya." jelasku lagi.

"Kenapa, Adara? Bukannya lo bilang, lo ga mau anak lo hidup tanpa bapaknya?" tanya Jarrel.

"Biasanya lo kan marah kalau gue deket laki-laki sembarangan." ucapku, bukannya menjawab aku malah berbicara seperti itu.

Jarrel mengusap wajahnya kasar, tak menyangka dengan ucapanku sepertinya.

"Adara dengerin gue, laki-laki itu Brian Atmajaya Pradipa. Dia bukan laki-laki sembarangan, Adara. I know him, gue sama dia satu kampus dulu. Ya, walaupun gak akrab, tapi gue tau dan kenal dia." ucap Jarrel, benar ternyata Jarrel kenal dengan lelaki itu.

"Ya kalaupun lo gak mau sama dia, at least lo bilang bayi yang diperut lo itu anak dia. Dia pasti bakalan bantuin biayain anak lo."

"Dia juga perlu tahu itu menurut gue." kesal Jarrel, dia terlihat sangat kesal sekarang.

"Apa yang lo takutin Adara?" tanya Nayara, aku hanya bisa menatap kakiku yang berada di lantai.

"Gue sama dia malam itu ngelakuinnya cuma gara-gara nafsu, Nay. Bukan cinta, pernikahan yang didasari cinta aja bisa gak berjalan dengan baik, kan? Apalagi kalau misal gue sampai menikah sama dia, terus gimana kalau dia gak cinta sama gue dan gue juga gak cinta sama dia. Bakalan jadi apa nanti hubungan gue sama dia? Bakalan kaya orang tua gue?" kesal ku.

Jarrel terdiam, Nayara juga terdiam. Meledak, semua yang aku pendam selama ini meledak. Yang paling aku takutkan adalah aku tak ingin memiliki hubungan seperti orang tua ku dahulu, dan berakhir dengan perpisahan. "Yang paling aku takutin itu, gue ga mau anak gue ngeliat orang tuanya berpisah. Terus tumbuh besar tanpa adanya kasih sayang dari orang tuanya." ucapku lagi.


"Adara, gue sebagai temen lo dari kecil tahu banget apa yang terjadi di kehidupan lo waktu itu, tapi gue yakin Adara. Gue yakin kalau lo sama orang tua lo itu berbeda. Adara ya Adara, gue– aku yakin kamu gak bakalan bertindak kaya orang tua kamu." ucap Jarrel.

My Beautiful Mistake | JongchaengieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang