None Shall Live In Peace
(noun)peace/pēs/damai;tenang
freedom from disturbance; tranquility.
•••
Kamp Ungsi, Barak 3.
Begitulah tulisan yang terpatri di spanduk bagian depan Kamp Ungsi yang yang kini Giselle, Safwan dan Bono tempati. Kehidupan sudah mereka lalui didalam kamp ungsi setelah hampir 2 bulan dari kejadian yang mereka alami masing-masing. Tentu, ketiganya sudah mengenal satu sama lain.
Berita mengenai update situasi wabah setidaknya selalu tersebar dari mulut ke mulut semua pengungsi. Kabarnya ada seorang yang tidak sengaja menguping pembicaraan bahwa Barak 1 di suatu tempat sudah tidak ada. Hancur di porak-porandakan sekumpulan Zombie yang menyerang pada malam hari. Agak prihatin, para petugas militer sudah memeriksa ke daerah bagian timur pulau jawa melalui beberapa orang yang dapat mengoperasikan helicopter ulak-alik, mereka semua memilih bungkam untuk tidak menyebar luaskan ini karena takut adanya krisis kepercayaan warga terhadap mereka yang melindunginya.
Barak 2, saat ini berada di wilayah paling barat pulau jawa. Posisinya tidak jauh dar kota Jakarta, tidak ada kabar sama sekali. Hanya cerita lama yang mengatakan mereka memang tidak bertahan sejak awal-awal dibangunnya. Pemilihan lokasi yang kurang layak dan siap, menjadi alasannya.
Beruntung, Barak 3 didirikan dibawah kaki gunung daerah jawa barat. Posisi yang lumayan sulit untuk digapai perorangan atau kelompok besar zombie. Suasana di sini pun, sudah seperti perumahan pada umumnya. Anak-anak masih bisa tertawa, main kucing-kucingan bersama teman sebayanya tanpa sentuhan gadget sama sekali. Ada yang berjemur bersama para orang tua yang tengah melihat bayi-bayi baru lahir tertidur didalam keranjang seadanya atau balita yang sedang belajar jalan.
Bono, kini menjadi aktivis pembuat peta jalan. Setelah hari-harinya yang ia sering lewatkan bersama Bagas dan yang lain. Semua petugas di truk militernya dibuat kagum akibat kemampuan menghapal seorang yang bucin itu, disaat suatu hal yang diluar kendali terjadi. Bono selalu mengingat tiap inci tempat yang dilewati, mengambarnya menjadi ilustrasi sederhana dan jadilah peta kecil sebagai panduan menjelajah. Semuanya Bono dapatkan secara tiba-tiba, setelah dirinya berkeliling mencari Kelana ke seluruh tempat didaerah Jakarta. Tidak ada.
Giselle, menjadi relawan pengajar sekaligus pengawas di pos pelayanan komunikasi karena keliahainya mengatasi hal-hal teknis. Anak-anak banyak menggemarinya. Semenjak kedatangan hari pertama dirinya kemari, amat banyak rasa syukur ia tumpah ruahkan pada semua orang. Senyumnya selalu merekah, yang tanpa sadar memberi efek candu terhadap seseorang yang menatapnya dari jauh.
Safwan, siapa sangka laki-laki itu kini tengah dilatih menjadi petugas militer sementara. Bukan begitu juga sih, ia hanya diberi pengarahan mengenai senjata api untuk melindungi diri. Di waktu luang, Safwan tetap mengajarkan nilai moral kepada anak-anak yang tidak sempat merasakannya semasa dunia masih baik baik saja.
Wabah ini, benar-benar melebihi COVID-19. Giselle fikir, sudah lebih baik dirinya meninggal pada momen 5 tahun lalu. Ia malah dihadapkan pada sesuatu yang menakutkan. Sudah mati, jadi mayat hidup pula.
Memang benar, masa depan itu masih menjadi rahasia, tapi kematian adalah hal yang pasti.
Giselle membuka kemasan ransum tentara yang dirinya dapat dari dapur umum, terduduk di kursi plastik dan meja dari kayu yang alasnya tidak sejajar. Ia membukanya dan memakan ransum itu dengan lahap karena lapar,walaupun sedikit. Baru-baru ini ada pengurangan porsi makan karena stock yang mulai menipis dengan bertambahnya pengungsi serta beberapa anak yang lebih diutamakan kebutuhan gizinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LIFELESS - on hold
Aventuraon hold due to writer issue 🦠 Hari bangkit tubuh tak bernyawa yang tertelungkup dalam genangan darah, senyum menyeringai dan kilat mata kosong kelaparan tanpa identitas didunia kedunianya. Ya. Kehidupan sudah terkuras dari hidup mereka. Kisah per...