Cale menyrengit, ayah dan anak sama saja. Dia mendapati Beacrox menghidangkan teh lemon panas karena sebuah alasan omong kosong, dia menumpahkan benda menjijikkan yang tidak pernah mau dia minum. Dia pembenci asam."Apa?!" dia melotot.
Beacrox diam, dia memasang sarung tangan ekstra untuk membersikan pecahan gelas.
Hari biasa dengan Cale yang biasanya.
Namun, Beacrox merasakan yang berbeda. Ayahnya mengatakan padanya untuk bersiap-siap untuk sesuatu, di pikiran Beacrox, sumber masalah terbesar hanyalah Cale Henituse.
"Anda harus menemui pendeta."
"Aku sudah melakukan upacara ini bertahun-tahun, aku bahkan lebih ahli melakukan hal ini daripada berbicara dengan ayahku sendiri."
Cale membuang muka.
Beacrox tahu jika tuan mudanya masih kekanak-kanakan, Cale masih 18 tahun dan memang perlu dipukul walaupun kadang-kadang dia bersikap lebih tidak bisa dimengerti daripada balita.
"Apa yang mengganggumu?" Cale bertanya, Beacrox selesai membersihkan pecahan gelas saat Cale memberikan sapu tangan yang entah direbut dari siapa.
Mungkin itu dari petugas administrasi yang akhir-akhir ini selalu mencari gara-gara.
"Kenapa anda menyuruh saya menjaga tuan muda Basen?"
"Karena dia butuh perlindungan."
Omong kosong yang tidak lucu, apa Cale barusaja menghina prajurit Henituse yang terkesan lebih lemah dari seorang koki.
"Ada Hilsman dan prajurit lain."
Cale tersenyum remeh, "Kamu lebih kuat."
Dia mengambil sebuah kertas yang membungkus sebuah bubuk, Beacrox bereaksi dengan merebut bungkusan itu dari tangan Cale.
Itu nyaris tidak beraroma, tetapi Beacrox tahu jika itu mematikan.
Apa otak Cale sudah tidak waras?
"Anda-" dia tidak bisa menemukan kata yang pas untuk perasannya, "Bajingan yang tidak tahu diuntung."
Dia mengacak rambutnya, bentuk frustasi yang teramat.
Dia tidak tahu ada orang sinting seperti Cale Henituse menyimpan racun yang nyaris tidak bisa dideteksi oleh indera penciumannya.
Beacrox melihat Cale yang tidak berekspresi, "Itu membuktikan semuanya. Beacrox, kamu salah satu dari Choi Han."
"Menyebalkan."
Dia tidak suka omong kosong ini dan meninggalkan Cale begitu saja.
________
Cale menaiki undakan, jubah putih membuat warna rambut merahnya yang kontras. Choi Han berdiri di sisi lain saat upacara penghormatan. Bunga putih diletakkan di altar, mereka berdua sama-sama mundur setelahnya.
Do'a bersama diselenggarakan, Pendeta memimpin sebagai permulaan.
Cale Henituse diam-diam melirik kearah lain.
Dia tidak menemukan Basen Henituse.
.
.
.Perempuan itu menangis, Basen bisa melihat citra Cale yang kental dari perempuan itu atau mungkin karena dia melihat Cale berada diperlukan perempuan itu.
Lalu dia terseret, pandangannya buram ketika menyadari dia ditempat lain. Basen hanya ingin mengikuti kakak tirinya.
Bahkan jika harus masuk ke wilayah hutan, bersembunyi saat Cale menggali sesuatu. Basen hanya bisa melihat, kakinya gemetaran karena takut.
Kakaknya menggali dan menggali, sampai satu titik Basen melihat Cale tertawa dan menangis.
Citra dingin Cale pudar.
Anak kecil itu berlari dengan suka cita yang teramat, hingga pada satu titik menghilang.
Basen Henituse tertinggal dalam bayang-bayang, perempuan tua menemukannya dan mengajaknya berjabat tangan. Setelahnya menunjuk arah yang benar.
Basen mengangguk, dia akan kembali untuk mengikuti kakaknya lagi.
"Uh," nyatanya dia hanya bermimpi.
Ruangan tanpa cahaya membuat dia tidak tahu waktu. Dia melihat tumpukan kertas yang tidak sengaja dia jadikan bantalan.
"Jam berapa sekarang."
Itu pertanyaan bodoh, Basen ingin menangis.
Dia tidak berguna untuk siapa-siapa, dia lelah menjadi bagian dari Henituse. Dia tidak ingin dianggap sebagai pewaris, dia ingin dianggap sebagai dirinya.
Kesedihannya memang bukan apa-apa, tetapi sesuatu merayap menunggu untuk menguasai dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Link- Dark Side
FanfictionSaat tirai panggung dibuka, dunia [The Birth of a Hero] hanyalah kepalsuan. Sandiwara kecil antara tuan muda sampah Count Henituse dan Choi Han tidak hanya berakhir dengan sebuah pukulan. Cale Henituse asli lebih dari seseorang yang di kira hanyalah...