Butuh pendapat kalian tentang cerita ini😊
Juga saya mau bilang kalau dalam cerita ini gak akan ada adegan kiss, author takut dosa soalnya😆
------------------------------
Penjaga pintu di kastil terkejut hebat hingga terduduk dilantai, dia hanya diam tak bisa menghentikan gadis yang baru saja masuk kedalam kastil.
Gadis itu berjalan santai menuju ruangan bawah tanah. Dengan cepat penjaga itu kembali berdiri lalu berlari keluar dari kastil.
"Kenapa sekarang? Kenapa datangnya waktu nyonya Trivia gak ada!! Aaagh" gumamnya tak berhenti berlarian.
Sementara itu, didalam kastil tak seorangpun penjaga yang menghentikannya. Semua hanya melihat dengan tatapan terkejut.
"Nyonya Trivia gak ada, kita harus gimana?" Bisik seorang penjaga pada penjaga lainnya. Ruangan bawah tanah bisa di bilang adalah ruangan yang sangat dijaga ketat, tak sembarang orang yang boleh memasuki ruangan itu.
Saat keluar dari ruangan bawah, gadis itu menyandang tas punggung kecil dengan sebelah bahunya. Selagi gadis itu berjalan, semua penjaga menundukkan kepala sebagai rasa hormat.
"Kenapa tidak di tangkap?"
"Sssttt, mau mati kamu?" Penjaga itu terlihat cemas, cemas kalau Evelyn mendengar rencana mereka itu.
"Nyonya Evelyn punya mustika, siapa yang bisa nangkap dia coba?!!" Jelasnya lagi sedikit melirik gadis itu berjalan.
Setiap jarak 3 meter, akan ada penjaga di kiri kanan lorong menuju ruangan bawah tanah itu.
•
•
•"Tuan!! Tuan Davian!!!" Teriak anak buahnya dari lantai satu. Dokter itu langsung terbangun dan turun kebawah dengan mata yang masih berat dan mengantuk.
"Darah murni!! Ada darah murni!! Kita berhasil!!" Teriaknya lagi dengan wajah gembira menghadap bosnya itu.
"Hah?" Mata yang tadinya mengantuk langsung terbuka lebar. Namun Davian sudah tak ingin berharap besar, perlahan dia meneguk lagi gelas yang diberikan bawahannya itu.
Pupil matanya melebar, perlahan mulutnya menebar senyum simpul. "Siapa?" Tanyanya dengan suara lembut.
"Reyhan abima Erlangga" bawahannya menjawab dengan perasaan senang. Dilanjutkan oleh tawa keberhasilan Davian yang memenuhi ruangan.
"Dia teman dekat Samudra, juga sering berinteraksi dengan Evelyn. Cukup mudah melacak keberadaannya" jelasnya lagi dengan senyum miring.
"Kalau gitu, sekarang kita kerumahnya" wajah licik terpampang jelas kala dokter itu berjalan.
•
•
•"Semalam kemana?! Kenapa telfonnya di tinggal di rumah?! Sesusah itu ngasih kabar?!! Hah!!" Bentak Ransa setelah melihat Elin keluar kamar dengan wajah santainya.
"Butuh uang kan?! Tuh didalam" telunjuknya mengarah ke pintu kamar. "Kamu ke kastil?! Udah gila ya?!! Kamu lupa waktu itu kita dikejar-kejar kayak buronan tengah malam, trus sekarang kamu balik ke tempat itu?"
"Trivia gak disana" gadis itu berjalan pelan menuju meja makan, dengan seragam sekolah dan tas ransel hitam miliknya.
"Bisa gak sih, nurut sekali aja!! Jangan keras kepala bisa gak?!!" Bentaknya lagi melangkah lebih dekat pada gadis itu.
"Aku cuma ke kastil, masalahnya dimana?!! Heran liat ni orang" cetusnya dengan alis saling menaut tajam. Elin membanting sendok dengan keras lalu kembali berdiri, gadis itu berjalan memasuki kamarnya.
"Halo, Sam. Aku mau berangkat bareng" suaranya yang seperti sengaja dikeraskan agar Ransa mendengarnya dari luar.
"Aku kan cuma pakai transportasi umum"
"Gapapa, yang penting bareng" ujarnya sedikit melirik kearah pintu.
"Kenapa gak sama Ransa? Biasanya pakai mobil, kok naik transportasi umum?"
"Pengen aja, tunggu di halte ya. Aku udah mau jalan" Elin langsung mematikan telfonnya dan keluar. Ransa sedang sibuk dengan makanannya dimeja makan tanpa melihat kearah gadis itu.
Elin menghentakkan kakinya berjalan ke pintu depan. Suara langkah yang dibuat-buat itu sama sekali tak mengalihkan Ransa. Hingga pintu yang ditutup keras oleh Elin sekalipun.
Namun, saat gadis itu menuruni lift. Ransa berlari cepat melalui tangga, cowok itu membuntuti Elin dengan mobil merahnya. Hingga di halte, Elin benar-benar bertemu Samudra.
Didalam bis, Samudra sempat menyadari mobil merah yang terus berada dibelakang bis. "Itu bukannya mobil Ransa ya?" Matanya menyipit memperhatikan mobil itu.
"Iya, biarin aja" jawab Elin santai. Saat sampai disekolah, Ransa berjalan cuek melewati Sam dan Elin. Sejenak cowok itu melirik Sam dengan mata tajamnya.
Dalam kelas, Elin menggabungkan mejanya dengan meja Samudra. Ransa memperhatikannya sambil meredam emosi, melihat keduanya tertawa lepas dan bersenang-senang sepanjang jam pelajaran.
"Ke kelas sebelah yuk, tempat Rey" ajak Sam sambil menggandeng tangan Elin. Gadis itu mengangguk kala berdiri.
Ransa ikut berdiri setelah Sam dan Elin keluar kelas. Saat ingin melangkah keluar, tiga orang menghambat pintu kelas dengan tubuhnya. Itu Ghian dan teman-temannya, berdiri melipat tangan dengan senyum miring.
Ransa berdecak pelan, memutar bola mata melas. Cowok itu mencoba menerobos dan tetap di halang oleh Ghian.
"Buru-buru amat, mau kemana?" Ucapnya dengan nada meledek. Ransa hanya diam dengan ekspresi marah.
"Mau apa? Pengen benyok lagi?" Tutur Ransa sedikit senyum.
*Dug!
Ghian tanpa aba-aba melayangkan pukulan keras pada wajah Ransa. Kedua temannya langsung menahan Ransa agar tidak memberikan pukulan balik."Papaku punya saham 20% di sekolah ini. Mau dicabut beasiswanya?!! Gak usah sok hebat kalau gak bisa apa-apa!!" Bentaknya dengan wajah songong.
Ransa hanya bisa diam dengan tatapan sinis dan tangan yang terkepal kuat. Saat menoleh ke kanan, dia melihat Elin berdiri sedikit jauh melihat kearahnya juga.
Lalu Elin melanjutkan jalannya masuk kedalam kelas Rey bersama Samudra. "Dia liat semua dan dia cuma diam? Kenapa dia gak bantuin?" Batin Ransa dengan hati yang benar-benar hancur.
Amarahnya membeludak tanpa berpikir langsung menepis kedua teman Ghian. Tangannya yang sudah terkepal sejak tadi langsung memukul wajah Ghian, Ransa lalu berjalan menuju kelas sebelah.
"Jadi gimana tangannya masih sakit?" Tanya Sam pada Rey. Lalu tiba-tiba saja Ransa muncul menariknya hingga berdiri.
Ransa langsung memukul wajah Sam dan menahannya dengan tangan kiri. Berkali-kali cowok itu memukul bagian perut Sam. "Ransa!!!" Teriak Elin yang langsung mendorong cowok itu menjauh dari Sam.
Seisi kelas terkejut termasuk Rey yang langsung berdiri melihat Ransa bersikap aneh. Cowok itu tetap gigih mendekati Samudra, menggenggam kerah baju Sam dan berteriak. "Jauhin Elin!!"
"Ransa apa-apaan sih!!!" Elin ikut maju menepis tangan Ransa dan pergi begitu saja bersama Samudra. Ransa masih tak mengira gadis itu akan tetap membela Samudra. Cowok itu berdiri diam melihat kebawah dengan dada naik turun.
Rey juga berjalan mengikuti Elin dan Samudra, ketiganya hendak pergi ke ruangan UKS. Pukulan keras di bagian perut membuat mulut cowok itu mengeluarkan darah.
------------------------------
To be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
She Again
VampireKetika rumah kelahirannya menjadi penjara terkejam pula bagi seorang gadis sulung setelah mendapatkan sebuah kutukan akibat sikap buruknya. Kutukan yang membawanya pada seorang lelaki yang akan membuat dunianya seindah surga. Dan akan ada yang ingin...