21 - markas besar

6 3 0
                                    

Bagian ini juga agak panjang ya👍

Jangan lupa mampir ke ig
fyanxaa_

------------------------------

Telfon samudra berdering berkali-kali saat cowok itu sibuk membersihkan meja di warung ibunya. "Apa?" Ujarnya pelan setelah mengangkat telfon itu.

"Samudra ya? Salam kenal dulu, saya davian"

Samudra mengerutkan keningnya heran. "Hah? Siapa?" Kembali sam mengecek kontak nama nomor itu, dan benar Rey. Lalu kenapa yang berbicara bukan Rey?

"Sayang banget kalau darah temanmu ini gak diminum kan? Hahaha" ujar Davian dengan tawa licik diakhir kalimatnya.

Mata Sam langsung melotot terkejut. Cowok itu membuka celemek ditubuhnya dan berlari kencang ke halte. "Aku pergi sebentar bu" katanya sambil berlari.

Cowok itu berdiri tak tenang di halte sambil menunggu bis datang. Kemudian ponselnya bergetar, pesan itu dikirim oleh nomor tak dikenal yang mengirimkannya sebuah alamat.



Tanpa persiapan Samudra membuka lebar pintu bangunan itu, yang mana adalah markas besar Davian. Kedua tangannya langsung ditahan dan dirinya diikat di kursi bersebelahan dengan Rey.

"Baik, rencana selanjutnya" ucap dokter itu berjalan pelan kearah Samudra. Salah satu anak buahnya meraba tubuh Samudra dan mengambil ponsel milik cowok itu.

Dari ponsel itu Davian menelfon Evelyn. Dan...
"Iya saya bakal kesana kok" ucap Elin saat Davian belum mengucapkan sepatah katapun.

Ya, itu adalah kelebihan dari memiliki mustika. Naluri yang kuat dan pikiran yang sangat hebat hingga bisa menggerakkan benda.

Disaat Davian terdiam mendengar tuturan Evelyn, anak buahnya bertanya sesuatu. "Jadi semua ini cuma buat gadis itu kesini? Jadi dia disini buat apa?" Tangannya menunjuk Samudra.

"Kamu masih gak ngerti rencana saya?! Dia kekasih Evelyn, jadi dia disini buat mancing Evelyn kesini" jelas davian. "Dan dia" tangan Davian berpindah menunjuk Rey.

"Darah murni. Kalau cuma dia, Evelyn gak bakal mau kesini. Karna dia, gak ada hubungan apa-apa sama Evelyn" dokter itu sejenak diam lalu menghela nafas.

"Paham?!" Ujarnya lagi menyorot tajam pada anak buahnya itu. Anak buahnya mengangguk sambil menunduk.

Tak selang beberapa menit gadis itu masuk dengan langkah santai. Davian langsung berdiri dengan sebatang rokok yang dijepit antara jari tengah dan jari telunjuknya.

Evelyn berjalan menghampiri Samudra lalu memegang wajah Sam dengan kedua tangannya. "Kamu dipukul sama dia?" Tanya gadis itu melihat bagian bawah mata Sam memar.

"Enggak, ini karna Ransa tadi" jawab Sam cepat. Elin mengelus luka lembab itu lalu meniupnya. Membuat ujung telinga Sam memerah.

Davian berdeham cukup keras. "Pacarannya bisa nanti kan? Sekarang urusan kalian sama saya"

Elin menaikkan pandangannya perlahan berbalik menghadap dokter itu. "Apa?" Katanya.

"Kamu tau siapa yang saya undang selain kamu dan pacar kamu itu?" Davian tersenyum miring kala berjalan mendekati Elin.

Elin mengerutkan keningnya tanpa tanggapan. "Tadaaa" ujar girang Davian mengulurkan kedua tangannya kearah pintu masuk.

Sam, Elin dan semua anak buahnya sontak melihat ke belakang. Semua memperhatikan Trivia dan Eric berjalan memasuki tempat itu.

"Oh, lama gak ketemu" Elin melambaikan tangannya sebentar pada Trivia dan kembali berbalik menatap Davian.

Dokter itu kembali diam dengan wajah masam. Harusnya Evelyn memberikan reaksi yang lebih dari itu.

"Elin dia siapa?" Tanya Sam terus memperhatikan. Tatapan tajam Elin pada Davian langsung menjadi senyum manis saat menoleh pada Samudra. "Adek aku" jawabnya.

"Kak Elin, kaka tau kan resiko kalau kaka tetap pertahankan mustika itu?" Serobot Trivia. Elin menoleh padanya dengan ekspresi datar.

"Umur kaka udah 399 tahun dan ulang tahun kaka itu... Sebentar lagi. Mustika itu bakal bunuh kaka tepat dihari ulang tahun kaka sendiri" mata Trivia berkaca-kaca menyampaikan itu.

Disisi lain, Samudra benar-benar terkejut bukan main. Pacarnya berumur 399 tahun? Apa-apaan itu. Juga akan mati di umur 400 tahun? Apa semua ini nyata?

"Elin maksudnya apa?" Tanya Sam coba memastikan. "Trus?" Jawab Elin menghadap Trivia, gadis itu tak menghiraukan ucapan Samudra.

"Kasih aja mustika itu sama dia. Umurnya udah lebih dari 1000 tahun, jadi mustika itu gak bisa lagi ngambil nyawanya. Kaka juga gak bakal mati kalo gitu" lanjut Trivia menunjuk Davian dengan tangannya.

Davian menyimak semua itu dengan senyum bangga. Melihat Trivia membelanya mati-matian untuk membujuk Elin.

"Kalau enggak?" Dan lagi Elin memberikan respon yang menyebalkan untuk didengar.

"Kak!!" Rayu Trivia yang mulai mendekat. "Udah itu aja kan? Aku mau pulang, besok harus sekolah" Elin berbalik dan berjalan menuju pintu depan.

Namun langkahnya terhenti saat Davian mengeluarkan suara tawa yang sangat keras dan terdengar aneh. "Satu langkah kaki kamu keluar dari tempat ini, mereka bakal mati!!" Teriak Davian.

Elin menoleh ke belakang dan melihat dokter itu berdiri di depan Sam dan Rey. Kedua tangannya mengarahkan pisau di masing-masing leher Sam dan Rey.

"Elin" gumam Sam yang sudah mati ketakutan. Matanya menatap bergantian antara pisau dilehernya dan sahabatnya yang terduduk pingsan di sampingnya itu.

Trivia melotot kaget melihat pergerakan Davian. Rencana mereka hanya untuk mengancam tanpa merenggut nyawa siapapun.

Perlahan gadis itu berjalan mundur dan menyamping ke belakang Davian. Elin yang menyadarinya mengerutkan kening heran, membuat Davian ikut menoleh kearah Trivia.

Saat itu juga Trivia memukul bagian wajah Davian dengan vas bunga yang sudah ia sembunyikan dibelakang tubuhnya sejak tadi.

Kedua pisau di tangan Davian terlepas dan dokter itu terjatuh ke lantai. Memegang kepalanya yang berdarah. Pisau itu terjatuh tepat di paha Sam, cowok itu mengambilnya lalu membuka ikatan di tangannya.

Dibalik upaya itu, Trivia dikepung oleh semua anak buah Davian yang masing-masing memegang pisau. "Kak Elin lari!!" Teriak Trivia saat berlari menaiki tangga menuju lantai atas. Gadis itu dikejar oleh seluruh anak buah Davian.

Saat Davian mencoba berdiri, Samudra menancapkan pisau di betis dokter itu. Saat Davian berteriak kesakitan, Samudra menyeret Rey untuk keluar dari tempat itu.

Sementara Elin, dengan pikirannya membuat pisau itu terbang lalu terjatuh menancap mata kiri Davian.
"AAAAAAGGGHHH!!!!" teriak dokter itu amat keras.

Semua anak buah Davian sudah terpancing naik ke lantai atas, dan tak ada satupun yang bersamanya di bawah.

Sam menaikkan Rey keatas punggungnya. Saat sudah berhasil keluar, Sam lanjut berlari sementara Elin ingin menutup pintu bangunan itu.

Baru ingin memegang gagang pintu.
*Brakk!!
Trivia terjatuh dari lantai dua, Trivia sengaja mengitari lantai dua untuk menarik perhatian semua anak buah Davian.

Semua anak buah Davian yang berada di lantai atas menoleh ke bawah. Darah tergenang mengalir deras dari kepala Trivia. Elin yang melihat itu terdiam di depan pintu.

------------------------------

To be continued...

She AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang