"When I have so much to say but, you so far away."
..........
".....tak ada yang lebih pedih,
daripada kehilangan dirimu...
cintaku tak mungkin beralih...
sampai mati hanya cinta padamu...
ku mencintaimu, mencintaimu...
kamu, kamu, dan kenangan..."
Tepat setelah lagu yang dinyanyikan Ana berakhir, air mata gadis itu turun derasnya. Ia menunduk, menumpahkan air matanya di nisan milik Gerard.
Hatinya masih sakit, jadi dihari Minggu ini ia mengunjungi makam Gerard dengan beralasan jogging dan berbekal sebotol susu full cream.
"Gue numpang minum susu ya Rard? Kamu mau ngga?"
Tanggal 3 Januari, cuaca tidak ada cerah-cerahnya mendung sedari tadi juga tak kunjung menjatuhkan hujannya. Ini belum terlalu siang.
"Di sana dingin ngga Rard? Kamu pasti baik-baik aja 'kan ya?"
Ana membenarkan posisi duduknya di samping makam Gerard, menyandarkan kepalanya pada kepala nisan Gerard.
Bisa tidak ia mengulang waktu? Ia akan mengatakan kalau ia mencintai laki-laki itu tanpa tahu malu.
Suara berat milik Gerard masih jelas diingatan Ana, tawa khasnya, dan selera humornya yang aneh. Ia masih mengingat jelas bagaimana cara Gerard tertawa sampai menangis hanya gara-gara menertawakan cicak yang tenggelam dalam es teh Ricky.
"Banyak yang ingin aku omongin ke kamu Rard, tapi kamu udah terlalu jauh. Eh, tapi semalem aku liat bintang yang bersinar paling terang dan aku yakin itu kamu! Nanti malem aku mau liat lagi. Bener kata kamu, kamu kalo jadi bintang tambah ganteng haha." ujar Ana diakhiri dengan tawa mirisnya.
Angin yang bertiup semilir namun dingin, Ana menyampirkan anak rambutnya ke belakang telinga, "Rard, kita kek yang didrakor-drakor gitu ga sih? Oh iya! Aku inget! Didrama yang ditonton bunda waktu itu, kalo ga salah Penthouse season dua kayanya kalo ga salah. Itu si Seokhoon minum susu di samping makam Rona, eh ternyata ga lama si Rona video call Seokhoon dan bilang kalo dia belum meninggal."
Ana menarik nafas dalam, "Aku harap, kita kayak gitu Rard." lagi, Ana kembali menangis.
Rintik hujan mulai turun dan hujan pun semakin deras, ''Rard, aku pulang dulu ya? Besok pulang sekolah aku kesini lagi." ucapnya dan beranjak meninggalkan pusara sang pria.
Berbeda dengan orang-orang yang berlari terburu-buru karena hujan, Ana justru berjalan santai menikmati hujan yang menyamarkan air matanya.
Ana yang berjalan di trotoar jalan hanya fokus pada langkahnya.
Bruk!
"Maaf ngga sengaja."
Ana mendongak melihat siapa gerangan yang ditabraknya, ia gemetar karena kedinginan dan orang yang ditabraknya adalah Alva dengan tatapan dinginnya.
"Kenapa basah?"
"Hu- hujan."
"Kenapa ngga neduh?" ucap Alva dengan mata tajamnya.
"Kak, jangan gitu. Takut hiks..."
Alva melepas jaketnya dan memakaikan pada tubuh Ana, perlahan tatapannya melunak, "Ayo pulang. Kalo mendung tuh cepetan pulangnya."
"I- iya."
.........
Ana yang selesai mandi memutuskan untuk menonton televisi di ruang keluarga atas, hujan masih deras dan diperkirakan hingga sore nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
3101
Teen FictionTentang cinta yang tak pernah terucap. Bila nanti ada saatnya, bagikanlah waktumu untukku dan bagimu.