"Sudah hampir tiga tahun, tapi perasaanku tak bisa berubah."
......
Elenia Jesslyn Ana
Nama gadis bersurai pendek coklat itu yang tengah menatap foto seseorang diponselnya, kelasnya belum terlalu ramai dan hanya dirinya yang sudah datang di barisan tempat duduknya.
"Ana!"
Yang punya nama hanya menatap datar sosok yang memanggilnya, "Apa?" jawabnya dan menyimpan ponselnya disaku.
Aramega Zoya Diana tak menjawab dan duduk disebelah Ana, namanya juga teman sebangku.
"Gak kerasa ya, udah kelas 12 bentar lagi kuliah, hadeh..."
Ana menoleh, "Iya ya, dan gue masih nge-crush-in dia."
"Ngomong aja kalo lo suka sama tuh bocah, sebelum terlambat bego." ucap Mega sembari duduk di kursinya dan mengoleskan liptint dibibir nya.
"Kok lo sewot sih?!"
"Ya suka-suka gue dong."
Tak lama, bel masuk berbunyi. Neesa selaku seksi absensi mulai mengabsen teman-temannya.
"Gerard Satria?"
"Belum dateng tuh bocah." ucap Nata.
Neesa hanya mengendikkan bahunya, menutup buku absennya.
"Kemana noh gebetan lo?" bisik Mega pada Ana.
"Ga tau, kan gue bukan emaknya."
''Selamat pagi anak-anak!!"
"Pagi buuuu!!!"
"Saya Bu Sri Darwanti, guru biologi sekaligus wali kelas kalian. Hari ini-"
Bruk!
"Assalamualaikum ibu, hehe, maaf saya terlambat 20 menit je..."
Bu Sri hanya menggeleng-gelengkan kepalanya jengah, setahun kedepan beliau berpikir pasti akan dipusingkan dengan siswa ini.
"Waalaikumussalam, siapa namamu?"
"Gerard Satria Dione, bu."
"Hmm, duduk kamu di sebelah... Hah?! Kamu! Kenapa rambut kamu kayak kemoceng?!" tunjuk Bu Sri pada Nata.
"Kok kemoceng sih bu? Harusnya kayak Chanyeol dong bu." ucap Nata tengil dan menyisir rambutnya dengan jari.
"Nata Hardiansha Baron, boleh mewarnai rambut kok di sekolah ini, tapi mbok ya yang manusiawi gitu. Pirang kek, coklat kek, ini kayak kemoceng tau?" omel Bu Sri.
Nata hanya mengangguk, "Iya bu, Rard, duduk sini! Ga pegel apa berdiri?"
Gerard tertawa geli dan berjalan menuju tempat Nata yang berada di samping meja Ana dan Mega.
"Manis banget mas crush."
Mega menatap sinis pada Ana, "Gue rasa lo tuh gila kali ya? Orang si Gerard cuma kedip doang."
"Suka-suka gue dong."
Bu Sri mulai menjelaskan tugasnya sebagai wali kelas dan menjelaskan prosedur kelas 12.
"Sekian ya anak-anak, untuk hari ini jamkos dulu. Jangan keluar sekolah!" titah Bu Sri dan keluar dari kelas.
"Gimana? Ada yang mau diubah ngga pengurus kelasnya?" ucap Nata.
"Gak usah, udah bener gini. Udah." timpal Sam.
Nata menatap sinis Sam, "Yaudah kalo gitu. Susunan pengurus kelas sama regu piket sama ya."
"Ya!"
Ana secara diam-diam memotret Gerard yang saat itu memakai kacamata dengan frame korean style, menurutnya itu sangat cocok dan rambut baru Gerard yang berwarna hitam dengan layer golden brown.
"Kantin yuk!" ajak Nada, kembaran Nata yang bernama Nada Hanindya Barley.
"Gue nitip ya? Ga banyak kok." ucap Ana karena tempat duduk mereka hanya depan belakang.
"Oke, nitip apa?"
"Wafer keju 3 terus wafer coklat 3, roti coklat 2 biskuit keju 1 bungkus sama aqua." ucap Ana.
"Gila lo, katanya ga banyak!" gerutu Nada.
"Lo mau ikut atau nitip juga Meg?" tanya Aulia.
"Gue ikut aja deh, lo disini aja ya An, jangan kemana-mana!" ucap Mega dan beranjak pergi.
Ana menatap Gerard dari jauh, sesekali tersenyum kecil. Hanya Aulia, Nada, dan Mega yang tahu bahwa ia menyukai Gerard.
Karena kelas mereka berada di lantai atas, Ana menatap keluar jendela. Awan mulai mengabu, dan angin berhembus dingin.
"Udah gerimis aja." ucap Mega.
"Lah? Kok kalian cepet?" heran Ana, pasalnya kantin berada di lantai dasar.
"Nyuruh adek kelas tadi, nih titipan lo!" ucap Nada dan duduk di kursinya.
Entah apa yang digosipkan Nada, Aulia, dan Mega, Ana tidak terlalu mendengarkannya. Netra coklatnya masih curi-curi pandang pada sosok yang begitu menarik hatinya.
"Dia itu spesial bagi gue, dia orang baik, gue harap gue dapat lebih akrab sama dia. Walaupun hanya sebagai teman."
....
"IH GERARD!! BALIKIN GAK!!!"
Teriakan Kinan, berhasil mengalihkan atensi Ana yang sedang menggambar bulan. Ia menoleh, mendapati Kinan dan Gerard yang berebut penggaris.
"Kenapa gue iri sama lo Kin?''
Ana tersenyum tipis dan tanpa ia ketahui, salah satu dari teman sekelasnya menatapnya dalam.
"Males banget gue liat si Kinan." celetuk Mega tanpa mengalihkan fokusnya dari ponselnya.
"Lo ada masalah sama dia?" tanya Aulia yang kebetulan menghadap ke belakang.
"Ga ada sih Li, cuma engap aja sama tuh cewe ganjen."
"Iya sih, gue juga." Aulia Rachmawati Nia, anak dari seorang pengusaha sekaligus si putri Matematika.
"Namanya juga membenci tanpa sebab."
"Diem deh lo An, daripada lo, udah cinta gamau ngomong lagi."
Sial! Mega membalik fakta!
KAMU SEDANG MEMBACA
3101
Teen FictionTentang cinta yang tak pernah terucap. Bila nanti ada saatnya, bagikanlah waktumu untukku dan bagimu.