"Aku harus kehilangan lagi?"
.........
Pelajaran olahraga, dan Ana menatap tanpa minat bola-bola voli di lapangan. Ia sangat tak menyukai permainan itu, bayangkan 12 orang memperebutkan 1 bola?
Selesai pemanasan Ana hanya melakukan beberapa teknik dasar bermain voli untuk mendapat nilai, sisa waktunya ia hanya duduk di pinggir lapangan.
"Woy An!"
Ana menoleh ke arah Ricky yang memanggilnya, anak itu membawa satu bola ditangan kanannya, "An, nanti malem lo dateng ke yasinan 7 hariannya Gerard sama kakak lo. Mega juga. Udah itu aja bye!" ucap Ricky dan langsung lari ke tengah lapangan.
Ana menghela nafas, sudah 7 hari laki-laki itu pergi. Ia merasa waktu berlalu begitu cepat.
Mega pun sama tak tertariknya dengan olahraga itu, apalagi Krissy dan Niken, jadi mereka berempat memilih duduk di bawah pohon ketapang di pinggir lapangan.
"Beli minum yuk?" ajak Krissy yang diiyakan Mega.
''Nitip." ucap Ana dan Niken serempak yang diangguki Mega.
"Gue tau yang lo rasain, dan itu sakitnya ga main-main." ucap Niken pada Ana.
Ana menatap Niken, "Lo tau sendiri kan? Dia masih muda, cita-citanya belun tercapai, dia masih punya banyak harapan yang harus dia jadikan nyata."
Niken mengusap bahu kiri Ana, "Itu udah takdir, kita ngga bisa nyalahin siapa-siapa. Lo doain dia terus, gue ga bisa bilang -jangan nangis- lo kalo mau nangis ya nangis aja. An, rasa sakit itu nggak bisa ditahan."
Ucapan Niken sukses membuat Ana menangis lagi dan tanpa ia sadari, Nata mengamatinya disela-sela ia bermain voli.
"Sumpah ya tuh cewek gatel banget pengen gue lindes aja pake motornya bang Alex." gerutu Mega saat melihat Kinan dan antek-anteknya ikut bermain voli dengan anak laki-laki.
"Sabar Meg, gerutu mulu lo tuh dari tadi." sewot Krissy karena ia jengah, sedari tadi temannya itu terus men-julid-i Kinan. Bukan ia membela Kinan, tapi kata mutiaranya Mega itu.
Ana menghapus air matanya saat melihat Mega dan Krissy mendekat.
"Nih punya lo lo." ucap Mega dan menyerahkan dua botol minuman dingin pada Ana dan Niken.
Ana tersenyum dan langsung meminumnya, "Makasih loh kakak ipar."
Ucapan Ana membuat Mega terbelalak, "Apasih lo?"
"Iyain aja deh Meg." ujar Ana.
"Hih, apaan, dasar cewe-cewe mager. Masa kita-kita pada olahraga ni berempat malah neduh? Ngga banget." sewot Kinan sambil berkacak pinggang di depan Mega.
Mega berdiri, menggulung lengan kaosnya dan berkacak pinggang, "Kenapa? Iri? Ya asal lo tau ya, gini-gini kita dapet nilai. Nggak kek lo. Mending lo ngaca dulu deh, liat noh muka lo jadi abu-abu gegara dempul luntur." ucap Mega dengan nada mengejek.
"Hahahahaha! Anjir kena mental lo kuyang geming ahahahahaha! Puas banget gue ngetawain lo hahaha!" tawa Ricky di belakang Kinan dengan tangan kanan menggeplak bahu Nata.
"Sakit anjir! Lo kalo mau ketawa ya ketawa aja, ga usah geplak gue bangsat!" protes Nata dan mendorong Ricky.
Mega tersenyum licik sedangkan Ana menahan tawa, berbeda dengan Krissy dan Niken yang sudah tertawa brutal.
"Mana ada muka gue abu-abu! Ini bedak mahal ya! Anti luntur. Iri ya lo Meg?"
Mega tertawa mengejek, "Haha, gue? Iri sama lo? Dih, ngga banget iri sama kuyang geming muka abu-abu dempul luntur!"
KAMU SEDANG MEMBACA
3101
Teen FictionTentang cinta yang tak pernah terucap. Bila nanti ada saatnya, bagikanlah waktumu untukku dan bagimu.