Api Hijau

168 12 0
                                    


Yudha melihatsekeliling dan memegang erat payung yang selalu dia bawa kemana-mana itu. Dialalu melihat cahaya aneh dari balik pohon yang tidak terlalu jauh dari tempatnyaberdiri. Yudha kemudian berjalan mendekati cahaya itu, semakin dekat dengan cahayaaneh itu, suara gending gamelan itu juga semakin keras. Yudha kemudian membukapayung itu dan melepaskan ilusi yang ada padanya. Payung itu berubah menjadisebuah pedang panjang, Yudha sengaja menyembunyikan pedang itu agar tidak diketahuiteman-temannya.

Semakin dekat, Yudha lalu menarik pedang itu dari sarung pelindungnya dan memasang kuda-kuda berjaga. Suara gending semakin keras dan cahaya itu semakin dekat, Yudha berjalan dengan tegak dan tanpa ragu saat sudah dekat dia kemudian menebas cahaya itu. Suara gending dan cahaya itu tiba-tiba menghilang, namun tiba-tiba dari belakang muncul beberapa sosok lelembut. Mereka nampak seperti warga biasa, namun wajah-wajah mereka nampak tidak beraturan, ukuran merekapun ada yang kecil-kecil. Ada setidaknya tujuh lelembut yang Yudha lihat. Mereka berjalan sedikit demi sedikit mendekati Yudha.

Yudha mengarahkan pedangnya ke mereka, dengan sorot mata tajam tanpa takut Yudha kemudian memainkan pedangnya dan maju menyongsong mereka. Satu demi satu berhasil Yudha tebas dan menghilang, sampai pada lelembut terakhir juga berhasil Yudha tebas. Sesudah mengalahkan mereka semua Yudha lalu menyeka pedangnya dan kembali memasukannya ke sarung pelindung pedang.

"Satria Makai...," Suara misterius terdengar dari arah belakang Yudha.

Yudha berbalik dan kembali menarik pedangnya. Dia melihat siluet seorang penari, penari itu mengenakan busana serba hijau yang terlihat mewah.

"Siapa kamu?" Tatap tajam Yudha.

"Satria Makai, opo urusan mu nang kene? (Satria Makai, apa urusanmu di sini?)," Tanya Penari itu. "Tak saranke awakmu rasah melok-melok, awakmu raiso ngalahke aku (Kusarankan kamu jangan ikut campur, dirimu tidak bisa mengalahkan aku)," Lanjut Penari itu.

"Opo rencanamu? Aku ra bakal meneng wae nek koe nyelakai konco-koncoku! (Apa rencanamu? Aku tidak bakal diam saja kalau kamu mengganggu teman-temanku!)," Jawab Yudha.

"Awakmu wes tak ilingke, nek awakmu tetep melok-melok, awakmu tanggung akibate, aku ngurmati iseh ana Satria Makai seng iseh urip, neng nek awakmu pancen ngelawan aku, delok en wae mengko (Kamu sudah aku peringatkan, kalau kamu tetap ikut campur, kamu tanggung sendiri akibatnya, aku menghormati masih ada Satria Makai yang masih hidup, tapi kalau kamu memang melawan aku, kamu lihat saja nanti)," Ancam Penari itu.

Setelah mengatakan itu, Penari itu lalu menghilang. Yudha mensarungkan kembali pedangnya dan merubahnya menjadi payung kembali. Dia terdiam sejenak, memikirkan apa yang Penari itu bilang. Dia harus menjaga teman-temannya, Yudha kemudian dikejutkan oleh suara teriakan Wahyu dari jauh.

"Wid! Sadar Wid!," Teriak Wahyu.

Yudha yang mendengar teriakan itu langsung bergegas ke arah suara Wahyu itu. Wahyu berdiri di depan Widya sambil mengcengkeram pergelangan tangannya kuat-kuat. Yudha kemudian sampai, dia melihat Widya menari-nari dengan Wahyu yang berusaha menyadarkannya.

"Yud, kon nang ndi wae? Jo meneng tok, ewangi aku (Yud, kamu dari mana saja? Jangan diam saja, bantuin aku)," Kata Wahyu.

Yudha lalu membantu Wahyu menyadarkan Widya.

"Wid! Sadar Wid," Yudha ikut berteriak.

Yudha lalu mengambil sebuah korek dari kantong sakunya, lalu menyalakannya tepat di wajah Widya.

"Cok, kon meh ngapa? (Cuk, kamu mau ngapain?)," Kata Wahyu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Cok, kon meh ngapa? (Cuk, kamu mau ngapain?)," Kata Wahyu.

Yudha terus mengarahkan sinar api dari korek itu ke Widya. Bagi orang biasa, api yang keluar dari korek itu nampak seperti api biasa, namun bagi mahluk halus, api yang keluar dari korek itu berwarna hijau. Api itu biasa digunakan untuk mengusir roh jahat, Yudha melihat pengaruh roh itu sedikit demi sedikit hilang dari mata Widya karena sinaran api itu.

Setelah berapa saat, Widya lalu berhenti menari dan sadar, Yudha bisa melihat perlahan kesadaran Widya kembali. Widya kemudian terkejut melihat Wahyu dan Yudha yang berdiri di depannya.

"Ngapain anjing? Nari malam-malam kayak kurang kerjaan saja!" Kata Wahyu. Walau berkata kasar, Wahyu sebenarnya senang Widya kembali sadar.

Suara Wahyu dan Yudha itu lalu membuat beberapa orang dari rumah Bu Sundari keluar, Anton dan Bima juga ikut keluar. Bu Sundari menatapnya dengan kaget sekaligus bingun. Pandangan yang sama juga ditunjukkan oleh Ayu dan Nur.

"Ada apa Nak, kok kamu bisa ada di luar rumah?" Tanya Bu Sundari.

"Apa?" Ucap Widya gugup. "Saya di luar rumah, tapi... tapi saya, tadi..." Widya tergagap menjawab pertanyaan Bu Sundari.

Mata Widya kemudian terutuju melihat Nur. Yudha melihat ke arah mereka berdua, kekhawatirannya semakin menjadi nyata.

"Jangan-jangan yang diincar oleh Penari itu?" Pikir Yudha dalam batinnya.

"Kamu tuh ya Wid, bikin kaget saja. Waktu lagi di luar posko kok aku lihat kayak ada yang nari-nari. Ternyata kamu, untung saja ada aku sama Yudha, kalau enggak gimana hayo?" Omel Wahyu.

Tatapan Widya masih bingun dan linglung. Bu Sundari lalu merengkuh tangan Widya lalu mengajaknya masuk ke rumah.

"Sudah, ayo bubar, masuk ke rumah. Anggap saja yang tadi itu nggak terjadi," Kata Bu Sundari sambil menarik Widya, Ayu dan Nur untuk masuk ke rumah.

Yudha dan Wahyu lalu juga berjalan kembali ke posko tempat anak laki-laki tidur.

"Kon mau I nang ndi? Di enteni ra mulih-mulih (Kamu tadi kemana? Di tunggu kok nggak pulang-pulang)," Tanya

"Ketoe aku keturon pas mlaku (Kayaknya aku ketiduran waktu jalan)," Yudha ngeles.

"Hah? Koe ki edan po pie? Mosok keturon pas mlaku (Hah? Kamu ini orang gila ya? Masak ketiduran waktu jalan)," Ejek Wahyu.

"Wes lah ayo mbalik, aku ngantuk (Sudahlah ayo balik, aku ngantuk)," Kata Yudha.

Mereka lalu kembali ke pos. Saat sampai, Yudha dan Anton terkejut karena mereka tidak melihat Bima di sana.

"Lah, Bima lungo nang ndi, mau ketoe iseh ono (Lah, Bima pergi kemana, tadi kayaknya masih ada)," Kata Wahyu.

Anton yang sayub-sayub bangun, melihat Yudha dan Wahyu kemudian menjawab.

"Mau dee ngomong meh ngising (Tadi dia bilang dia mau buang hajat)," Kata Anton yang masih setengah sadar itu.

"Oalah, tak kiro dee melok ilang, wes ah aku meh turu (Oalah, kukira dia ikut hilang, sudah ah aku mau tidur)," Wahyu kemudian membaringkan badanya di kasur.

Tidur Yudha tidak nyenyak, dia terus terbayang Penari yang muncul dihadapannya itu. Dia harus menjaga teman-temannya. 

Mahasiswa Ketujuh KKN di Desa PenariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang