Malam semakin larut, di tengah gelap dan dinginnya hutan Yudha berlatih mengasah permainan pedangnya. Dia punya firasat tidak enak malam ini, Yudha kemudian terus menerus melatih diri di luar sedari bersiap-siap dan berjaga-jaga.
"Apa yang harus aku lakukan untuk mengalahkan Penari itu? Adakah caranya?" Batin Yudha dalam hati sambil terus berlatih. Tidak sadar dia sudah menebas beberapa pohon di depannya.
Tiba-tiba terdengar bunyi gaduh dari posko. Yudha mendengar suara Nur memanggil-manggil minta tolong. Tidak pakai lama Yudha langsung kembali menuju ke posko. Wahyu dan Anton juga terbangun karena teriakan Nur itu.
"Ada apa, Nur?" Tanya Wahyu dan Anton yang secara bersamaan sampai di kamar Nur. Yudha menyusul di belakang mereka.
"Ayu!! Ayu!! Ayu, Mas! Dia kenapa?" Nur menunjuk Ayu dengan rasa takut.
Wahyu, Anton dan Yudha lalu mengalihkan pandangan mereka ke Ayu. Wahyu dan Anton lalu tersentak saat melihat keadaan Ayu itu, sementara Yudha membatu karena kaget.
"Ayu kenapa ini? Kok jadi begini?" Wahyu yang berusaha untuk mendekati.
"Gak tau, Mas. Bangun-bangun Ayu langsung begini," Ucap Nur yang tampak terguncang.
"Ton! Yu! Celuk en Pak Prabu, pokok e celuk uwong sopo wae kono! (Ton! Yu! Panggil Pak Prabu, pokoknya panggil orang siapapun sana!)," Perintah Yudha.
Anton dan Wahyu lalu cepat-cepat keluar mencari pertolongan. Yudha kemudian memeriksa kening Ayu. Dingin, dingin sekali nyaris seperti orang meninggal. Namun Ayu masih bernafas, hidungnya terlihat kembang kempis. Ayu seakan sadar, namun dia tidak bisa melakukan apa-apa. Yudha lalu mencoba menggunakan korek api hijau miliknya, tidak ada pengaruh apapun pada kondisi Ayu.
"Ayu! Ayu! Tolong sadar Yu!" Pinta Yudha.
Wahyu lalu kembali sendirian sambil berkata kalau Anton dan Pak Prabu akan segera datang.
"Widya mana?" Tanya Wahyu.
"Widya, Widya!! Widya hilang Mas, dia udah nggak ada waktu aku bangun," Ucap Nur.
"ASU!!" Teriak Wahyu. "KENAPA SIH INI, KENAPA SELALU MUNCUL HAL KAYAK GINI? SALAH KITA APA?" Umpat Wahyu.
"Yu, Wahyu!" Yudha berusaha menenangkan Wahyu.
Tidak lama kemudian, Pak Prabu muncul bersama dengan Anton dan beberapa warga. Dia langsung bergegas masuk dengan wajah tegang.
"Bagaimana kok bisa jadi seperti ini Mbak?" Tanya Pak Prabu setelah melihat kondisi Ayu.
Nur kemudian menjawab dengan jawaban yang sama seperti ketika menjawab Wahyu tadi. Pak Prabu lalu mencoba mendekat dan menggoyang-goyangkan badan Ayu.
"Nduk, Nduk, ayo bangun. Kamu kenapa?" Pak Prabu mencoba membangunkan Ayu.
Namun Ayu tidak dapat merespons ucapan Pak Prabu.
"Ambil air!" Perintah Pak Prabu.
Wahyu lalu mengambil air dan dia berikan kepada Pak Prabu. Pak Prabu seperti membacakan sesuatu pada air itu sebelum dia meminumkannya pada Ayu. Setelah meminumkan air itu pada Ayu, Ayu lalu dapat menutup mulutnya. Hanya saja matanya masih terbuka lebar dan tidak bisa berkedip.
"Pak! Pak!" Anton dengan panik memanggil. "Bima! Bima nggak ada di kamarnya!" Lanjut Anton.
Nur dan yang lain terdiam mendengarnya. Mereka tampak keheranan dengan semua yang terjadi. Pak Prabu lalu memutuskan untuk memanggil Mbah Buyut, Nur lalu mengajak Pak Prabu, Yudha, Wahyu dan Anton untuk membicarakan sesuatu. Nur lalu menceritakan mengenai peristiwa di Tapak Tilas, apa yang Ayu dan Bima lakukan di sana sampai dengan Kawaturih dan selendang Hijau yang Nur sembunyikan. Wajah Pak Prabu kemudian menjadi pucat, ekspresinya tidak bisa ditebak. Dia lalu langsung pergi keluar dan memerintahkan warga untuk mencari Bima dan Widya.
"Saya mohon, cari mereka di sekitar desa. Saya yakin mereka dalam masalah," Perintah Pak Prabu pada warga desa yang tersisa.
"Kamu itu gimana sih Nur? Kok baru cerita hal goblok kayak gini sekarang?" Wahyu kesal. "Sial! Kok bisa-bisanya begundal itu melakukan itu di rumah orang!" Lanjutnya, Anton juga tidak kalah emosi.
"Kamu emosi juga nggak menyelesaikan masalah Yu! Tenang!" Yudha mencoba menenangkan Wahyu dan Anton.
Pak Prabu lalu kembali masuk dan bertanya darimana asal dua benda itu. Nur lalu menceritakan bagaimana Ayu dan Bima mendapatkan benda-benda itu. Ayu mendapatkannya dari mimpi bertemu seorang nenek dan Bima mendapatkannya sesudah bermimpi bertemu penari cantik.
Waktu sudah tipis, Yudha tidak bisa menahan hasratnya untuk ikut pergi menolong Widya, Ayu dan Bima. Beberapa saat kemudian Mbah Buyut datang diantarkan oleh salah seorang warga. Pak Prabu lalu menceritakan kronologis kejadian yang Nur ceritakan ke Mbah Buyut.
"Walah Nduk, kenapa kamu tidak cerita lebih awal? Harusnya hal seperti ini tidak kamu hadapi sendiri," Mbah Buyut berusaha menahan emosi penyesalannya. "Dua benda ini adalah benda keramat. Dua-duanya dimiliki oleh sesuatu yang sama. Kami memanggilnya dengan sebutan Sang Penari. Sepertinya temanmu sudah terjebak dalam sebuah pusaran yang sulit untuk di pecah," Kata Mbah Buyut.
"Lalu bagaimana, Mbah? Adakah cara supaya mereka bisa kembali?" Nur mulai putus asa.
"Mbah mungkin bisa membantu mencari temanmu Widya, namun temanmu yang ini dan temanmu yang bernama Bima, sukmanya dibawa ke desa gaib bernama Angkaramurka, sangat sulit untuk dilepas," Kata Mbah Buyut, situasi semakin runyam.
"Mbah, saya akan pergi ke sana, ke Angkaramurka," Yudha tiba-tiba bilang seperti itu.
"Cah bagus..."
Yudha kemudian memotong perkataan Mbah Buyut dengan menarik keluar pedangnya, membuat semua orang yang ada di situ terkejut. Yudha menatap pedangnya kemudian menatap ke arah Mbah Buyut kembali dengan tatapan penuh keyakinan.
"Cah Bagus.. Kamu tahu kalau kamu pernah kalah melawan Sang Penari, beberapa hari kamu tidak sadarkan diri itu karena dia, mungkin kamu tidak bisa menang melawan Sang Penari itu. Meski begitu kamu tetap ingin pergi ke sana?" Tanya Mbah Buyut.
"Iya Mbah, saya harus menolong teman-teman saya," Kata Yudha dengan yakin.
"Prabu!" Kata Mbah Buyut. "Buatkan aku kopi hitam!" Perintah Mbah Buyut. Pak Prabu lalu langsung pergi ke dapur dan membuat kopi hitam untuk Mbah Buyut. Sesudah Pak Prabu selesai membuatkan kopi, Mbah buyut lalu meminumnya dengan cepat.
"Aku akan memandu kamu Cah Bagus. Bersiap-siaplah," Mbah Buyut lalu masuk ke dalam kamar dan menutup pintunya. Mbah Buyut lalu berubah menjadi anjing yang hanya bisa dilihat oleh Yudha.
Yudha lalu langsung berangkat mengikuti anjing itu, namun sebelum itu Nur, Wahyu dan Anton menghentikannya sejenak.
"Mas Yud! Tolong mereka ya!" Nur mulai menangis.
"Yud! Kembali dengan selamat ya!" Seru Anton sementara Wahyu tidak bisa berkata-kata.
"Doakan aku!" Yudha lalu pergi mengikuti wujud anjing Mbah Buyut ke Angkaramurka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahasiswa Ketujuh KKN di Desa Penari
FanfictionWhat if, dalam cerita KKN di Desa Penari mereka tidak berangkat hanya berenam, melainkan bertujuh? Dan What if, kalau orang ketujuh ini punya kemampuan untuk menyelamatkan Ayu dan Bima? Cerita ini adalah sebuah Fan Fiction dari KKN di Desa Penari...