Melanggar Batas

168 9 0
                                    

Beberapa jam sebelumnya, kira-kira jam setengah satu siang. Yudha, Wahyu dan Widya sedang pergi ke kota, Anton sedang di kamarnya dan Nur baru sampai di posko setelah pergi ke rumah Pak Prabu. Angin siang hari itu sangat enak, Nur menikmati angin hangat siang hari itu. Namun tanpa sengaja saat tengah menikmati angin, Nur mendengar suara seseorang tengah berdebat hebat. Nur kemudian mencoba mencuri dengar dengan sembuyi-sembunyi. Tenyata itu Ayu dan Bima yang tengah berdebat hebat.

"Di mana Kawaturih yang aku suruh kamu berikan ke Widya? Kenapa sampai hari ini dia belum menerimanya?" Bentak Bima.

Ayu tidak kalah keras membalas Bima, Ayu bahkan bilang bahwa dia telah menghilangkan bend aitu, membuat Bima merasa kesal dan gusar. Bima lalu meninggalkan Ayu sendirian.

Nur masih belum memahami apa maksud ucapan Bima, namun dia semakin yakin kecurigaannya pada Bima itu benar. Tidak lama setelah perdebatan mereka itu, Ayu pergi entah kemana. Nur kemudian mengajak Anton untuk melanjutkan program kerja mereka.

"Jadi si Bima itu pengen buat rumah bibit di Tapak Tilas?," Nur tidak percaya mendengar cerita Anton.

"Kamu ini diceritain malah nggak percaya, lagipula sudah banyak desas-desusnya," Kata Anton

"Memang itu tempat apa sih?" Tanya Nur, tidak paham.

"Aku juga nggak tahu, kita kan nggak boleh ke sana, yang jelas tempat itu di keramatkan," Kata Anton. "Kemarin aku udah kasih tahu kamu tempatnya kan? Jangan ke sana lo ya!" Lanjutnya.

Menjelang sore, kira-kira jam setengah empat. Anton mengajak Nur untuk kembali ke posko saja. Namun Nur berdalih bosan dan ingin berjalan-jalan terlebih dahulu, sehingga Nur pun menyuruh Anton pulang duluan. Setelah Anton hilang dari pandangan Nur, Nur bergegas pergi menuju ke lokasi program kerja Ayu dan Bima. Setibanya di sana, Nur bingun karena dia tidak melihat kedua temannya itu.

Nur kemudian mendekati jalur menuju Tapak Tilas. Di sana dia melihat sebuah gapura kecil yang dibalut oleh kain merah dan hitam. Nur juga melihat sesajen yang diletakkan di sana. Nur kemudian menatap lereng Tapak Tilas itu, perasaann tidak enak kemudian menghampiri dada Nur. Dia kemudian memutuskan untuk nekat menelusuri lereng Tapak Tilas itu, dia mengabaikan peringatan dari Yudha yang melarangnya pergi ke situ sendirian.

Nur bergerak naik menuju puncak Tapak Tilas, sebuah jalan setapak yang memiliki medan naik. Perasaan Nur bilang kalau dia harus memeriksa tempat itu, dia khawatir kalau Bima dan Ayu benar-benar pergi ke situ. Nur menyusuri jalan itu sampai dia tiba di puncak. Di sana Nur merasakan hembusan angin kencang yang tidak biasa, suhu pun mendadak turun. Perasaan Nur tambah tidak enak, detupan jantungnya sendiri pun seperti bisa dia dengar. Nur tetap menyusuri jalan itu.

Di ujung jalan, Nur terhalang sebuah pohon besar yang terdapat banyak semak belukar di samping kanan dan kirinya. Nur kemudian menyisir semak itu dan ia menemukan batu tersusun miring untuk pijakan turun ke lereng. Walau ragu, namun Nur kemudian memaksakan diri untuk turun.

Sesampainya di bawah, Nur melihat sebuah bangunan sanggar yang sangat besar namun sudah lama ditinggalkan. Terlihat perkarangan dan lantai sanggar itu sudah lama tidak terurus. Bentuk sanggar itu seperti bangunan lawas bergaya Jawa yang terdiri dari beberapa pilar dan berbentuk seperti balai desa namun jauh lebih besar. Di sana Nur juga melihat banyak alat musik gamelan yang tersusun rapi sesuai dengan tata letak gamelan Jawa.

Nur kemudian mengusap lembut alat-alat musik itu. Nur kemudian merasa seperti tengah disaksikan oleh banyak orang, seakan-akan banyak orang yang menyambutnya di situ. Nur masih terhanyut mengamati tempat itu, namun langit semakin gelap. Tiba-tiba dari arah belakang, terdengar suara yang familiar memanggil namanya.

"Nur!"

Seketika Nur berbalik dan mendapati ternyata suara itu berasal dari Ayu. Nur bingun melihat Ayu, Ayu juga tidak kalah bingun melihat Nur. Beberapa saat kemudian Bima juga muncul. Mereka lalu terjebak dalam suasana canggung yang sangat tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata.

"Kalian kok ada di sini?" Tanya Nur.

Bima dan Ayu hanya diam mematung, mereka bingun harus menjawab Nur apa. Nur kemudian semakin curiga, dia alu melihat gubuk di belakang. Nur kemudian dapat menyimpulkan sendiri apa yang terjadi, dia lalu merasa sangat kecewa pada Ayu dan Bima.

"Bim.." Suara Nur menjadi lirih. "Kamu itu mikir perasaan Abah sama Umi gimana kalau tahu kelakuanmu kayak gini?" Ucap Nur sambil perlahan mulai meneteskan air mata.

"Nur, dengerin kita dulu..." Ayu mencoba menyentuh tangan Nur, tapi Nur menepisnya.

"Aku nggak ngomong sama kamu Yu. Kamu diam saja!!" Bentak Nur, Nur tidak pernah semarah ini.

Bima masih diam, dia tidak tahu harus menjawab apa. Nur lalu menampar wajah Bima dengan keras, Bima hanya memilih diam dan menerima tamparan itu.

"Sudah berapa kali kalian melakukan ini?" Tanya Nur, suaranya bergetar keras.

"Dua kali," Jawab Bima sambil menundukan kepala.

Nur tidak dapat berkata-kata lagi. "Tempo hari, Mas Yudha dengar kamu mendesah sama perempuan di kamar kamu, rupanya kalian juga melakukan di posko ya?" Bentak Nur.

"Apa maksud kamu itu Nur?" Bingun Ayu. "Bim, jangan bilang kamu melakukan itu sama..."

"Sudah-sudah, jangan ngomong apa-apa dulu, nanti aku ceritakan semua. Kita balik dulu," Ucap Bima. "Nur, tolong jangan ceritakan ini ke siapa-siapa dulu," Lanjut Bima.

Wajah Bima lalu menegang, dia seakan di kejar oleh sesuatu yang tidak bisa di jelaskan oleh kata-kata. Mereka lalu berjalan keluar dari tempat itu, Nur mengikuti dari belakang mereka, Nur melihat mereka berdua dan menjadi semakin gelisah. Saat mereka bertiga sampai di tugu perbatasan, Ayu mendadak berhenti.

"Itu bukannya Mas Yudha ya?" Kata Ayu sambil menunjuk ke arah saung rumah bibit.

Nur kemudian melihat juga ke arah sana, benar itu adalah Yudha.

"Mas Yud!" Nur kemudian berlari menuju ke sana, Bima dan Ayu mengikuti dari belakang.

Sesudah berada di dekat tubuh Yudha, Nur kaget melihat tubuh Yudha menderita banyak luka bakar yang tidak main-main.

"Mas Yud! Mas Yud kenapa? Bangun Mas!," Nur khawatir.

Bima lalu merasakan nadi dan pernafasan Yudha.

"Dia masih hidup," Kata Bima, setengah panik.

Nur kemudian menyuruh Bima untuk membopong Yudha kembali ke Posko. Tidak jauh dari tempat Yudha bersandar, Nur melihat payung yang biasa Yudha bawa, Nur lalu membawa payung itu. Sampai di Posko, Anton sedang bersantai di teras saat dia melihat Bima yang membopong Yudha.

"Walah ngopo iki? (Walah kenapa ini?)," Panik Anton.

"Ewangi Ton (Bantuin Ton)," Pinta Bima.

Anton lalu membantu membaringkan Yudha di kasurnya. Terlihat banyaknya luka bakar yang Yudha derita, Anton yang punya pengalaman PMR pun kemudian melakukan pertolongan pertama. Yudha tidak sadarkan diri dan sepertinya tidak akan bangun dalam waktu yang sebentar. 

Mahasiswa Ketujuh KKN di Desa PenariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang