Limbo

132 11 0
                                    

Yudha terjebak dalam limbo mimpi yang tidak berujung. Dia seperti terlilit oleh ribuan ular yang terus menerus mematuknya. Rasa sakitnya tidak tertahankan, Yudha kemudian tertunduk lemas tidak bisa bergerak. Di saat itu, sebuah cahaya misterius perlahan memusnahkan ular-ular yang melilitnya. Cahaya itu berasal dari langit, Yudha yakin ada yang menghidupkan lentera atau lilin di dekat tubuhnya dengan menggunakan korek api hijau yang dia berikan, Yudha berasumsi bahwa itu adalah Nur.

Setiap hari cahaya itu hadir di saat hendak petang, sedikit demi sedikit ular yang melilit dan menyiksanya itu musnah dan hilang. Yudha lalu jatuh ke gelapan yang pekat, dia tidak tahu akan jatuh sampai berapa lama. Tiba-tiba dia jatuh ke ruangan serba putih di dalam limbo mimpi itu. Yudha melihat Zirah Makai miliknya berdiri di sana memandanginya.

            Yudha mendekati Zirah Garo itu, Zirah itu lalu memancarkan cahaya yang sangat terang dari badannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Yudha mendekati Zirah Garo itu, Zirah itu lalu memancarkan cahaya yang sangat terang dari badannya. Cahaya itu lalu membawa Yudha jatuh ke sebuah kasur, Yudha memperhatikan kasur dan kamar itu, itu adalah kasur dan kamar semasa dia kanak-kanak. Dia kemudian berjalan keluar, alangkah kagetnya dia saat dia melihat ayahnya duduk di meja makan sambil menatapnya, seakan menunggunya.

"Ayah?" Yudha ragu untuk mendekat.

"Kemarilah Nak," Kata Sosok yang menyerupai Ayahnya itu.

Yudha berjalan mendekat dan kemudian duduk di kursi yang bersebrangan dengan sosok yang menyerupai Ayahnya itu.

"Bagaimana bisa?" Yudha tidak percaya bisa mengobrol dengan Ayah yang sudah lama meninggal.

"Aku bukan jiwa Ayahmu, jiwa Ayahmu tentu sudah beristirahat dalam damai," Katanya. "Aku ini jiwa yang ada dalam Zirah Garo, aku punya hanya ingatannya, yang tertanam pada Zirah Garo," Lanjutnya.

"Ingatan?" Yudha tidak mengerti.

"Iya, ingatan!" Tegas Sosok Ayah itu. "Ingatan sekaligus keinginan terkuat dari ayahmu, dia ingin aku muncul jika anaknya menghadapi musuh yang nampak mustahil untuk dia kalahkan," Lanjut Sosok itu.

Yudha diam mendengarkan dengan seksama.

"Memastikan jiwa manusia, tetaplah jiwa manusia. Itu adalah tugas utama kita sebagai Satria Makai," Kata Sosok itu.

"Jiwa manusia tetaplah jiwa manusia," Yudha bergumam.

"Tahu tidak, kalau aslinya warna dari Zirah Garo itu emas murni? Tidak ada hitam atau warna lain," Sosok itu tiba-tiba bertanya pada Yudha.

Yudha tahu akan hal itu, akan tetapi dari cerita yang pernah ayahnya ceritakan. Zirah Garo sudah lama kehilangan kilauan emasnya karena perang besar melawan Jin ribuan tahun yang lalu.

"Sinar emas itu bukannya hilang, sinar emas itu dapat kembali jika sang pengguna Zirah Garo bertarung menggunakan segala rasa yang dia punya untuk melindungi sesuatu yang sangat berharga baginya," Kata Sosok itu. "Ayahmu pernah melakukannya sekali, yakni saat melindungi kamu," Lanjutnya.

Yudha teringat, dulu dia pernah melihat Zirah Garo dengan sinar emasnya yang murni. Dia kemudian teringat kejadian itu, malam hari sewaktu ayahnya meninggal.

"Jin yang sedang kamu lawan saat ini sebenarnya hanya mengincar satu temanmu, yakni Widya. Darah hangat yang dia punya menarik Jin Penari itu padanya," Kata Sosok itu.

"Namun karena ada kamu dan temanmu yang bernama Nur itu, dia tidak bisa secara langsung mendekati Widya. Maka dia menyesatkan dua temanmu yang lain, Bima dan Ayu, supaya bisa dekat dengan Widya" Lanjutnya.

"Ayu? Ayu mau diapakan?" Yudha menjadi khawatir, dia masih menaruh rasa pada Ayu.

"Tujuan Jin itu mengincar Widya adalah untuk menjadikan Widya seorang dawuh, bawahannya yang bertugas untuk menari tanpa henti di Angkaramurka," Jawabnya.

"Angkaramurka?" Yudha bingun.

"Iya, alam gaib tempatnya berkuasa. Supaya bisa menjebak Widya, dia terlebih dahulu menyesatkan Bima. Bima jatuh ke dalam perangkapnya karena terbutakan oleh perasaan sukanya pada Widya, begitu juga Ayu yang terjebak karena menyukai Bima. Mereka berdua sudah melakukan perbuatan yang melanggar batas, dan itu karena jebakan Penari itu. Bila nanti Penari itu gagal mendapatkan Widya, dia akan menjadikan Ayu sebagai Dawuhnya dan juga menjebak Bima di dalamnya," Kata Sosok itu. "Sekarang ini, karena dia berhasil menyingkirkan kamu, untuk sementara rencananya berjalan dengan lancar," Lanjut sosok itu.

Yudha terkejut, dadanya sesak seolah habis menghantam sesuatu. Air matanya hampir keluar mana tahu teman-temannya, terutama Ayu yang akan bernasib seperti itu.

"Apa tidak ada yang bisa aku lakukan?" Yudha memelas. "Kenapa bisa ada mahluk sejahat itu di dunia," Lanjutnya.

"Mahluk seperti itu ada, untuk mengingatkan manusia kalau ada kekuatan yang lebih besar dari yang mereka miliki, yakni Tuhan yang Maha Esa," Kata sosok itu.

Sosok yang menyerupai Ayah itu lalu mengusap-usap kepala Yudha. Usapannya persis seperti usapan Ayahnya yang dulu sering digunakan untuk menenangkan Yudha.

"Jangan kehilangan harapan! Di saat matahari terbenam, bintang-bintang akan keluar," Kata Sosok itu sambil tersenyum pada Yudha. "Sekarang bangunlah! Bantu teman-temanmu!" Lanjutnya.

Yudha lalu serasa ditarik masuk kembali ke dalam tubuhnya. Dia terbangun dengan lemas di kasur kamarnya. Yudha berusaha duduk, dia melihat ke samping kanan dan kiri, ada lentera menyala di dekat kasurnya, mungkin itu cahaya yang selama ini dia lihat di mimpinya. Yudha melihat ke samping kasurnya, payungnya ada di situ. Tidak lama setelah bangun, Yudha mendengar bunyi gaduh dari luar kamar. Terdengar suara Anton, Wahyu, Nur, Ayu dan Widya yang sedang panik karena sesuatu.

Yudha mencoba berdiri, walau tertatih-tatih Yudha kemudian mengambil payung dan menjadikannya pedang. Dengan masih menahan rasa sakit Yudha berjalan keluar, dia kemudian melihat ada seorang warga yang sepertinya sedang dirasuki akan membacok Nur. Yudha menarik pedangnya dari sarung dan dengan cepat menahan bacokan warga yang kesurupan itu.

"Mas Yud!" Kata Nur saat melihat Yudha.

Mahasiswa Ketujuh KKN di Desa PenariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang