Kembali Datang

527 85 10
                                    

Ria duduk di taman dekat komplek rumahnya, sendirian. Dia menatap orang sekitarnya, ada yang bersama keluarga, sahabat, hingga pacar. Senyum kecut Ria terlukis, meratapi dirinya yang tidak mendapatkan kehangatan itu semua.

Keluarga? Mama sama Papanya terlalu memikirkan karier mereka, sibuk dengan pekerjaan. Uda Zein dan Uni Aliya juga. Tidak ada yang bersama Ria. Sahabat? Ria nggak tau, mereka masih layak di panggil sahabat atau tidak, setelah satu persatu mereka meninggalkannya. Pacar? Boro-boro pacaran, dia aja di tinggalin pas lagi sayang-sayangnya.

Miris sekali ya nasib Ria? Tapi Ria bisa apa? Hanya bisa menerima dengan tidak ikhlas. Iya, Ria memang tidak ikhlas. Karena nyatanya, tidak akan ada orang yang menerima dengan ikhlas kehidupan yang sangat hambar seperti ini.

"Apa kabar?"

Lamunan Ria di buyarkan dengan seseorang yang berbicara di sebelahnya. Dia menoleh, melihat orang itu. Ria tidak kaget, hanya menatap dengan datar. "Ngapain lo di sini?" tanyanya.

"Gue boleh duduk?" tanya orang itu, mengabaikan pertanyaan Ria.

"Duduk mah duduk aja kali. Taman ini bukan punya gue," jawab Ria, tanpa menatap orang itu.

"Lo nggak kangen sama gue?"

Ria menatap orang yang telah duduk di sebelahnya itu, lalu ia tertawa. "Aldo,Aldo! Lo kira lo siapa sampai harus gue kangenin?" tanya Ria, tersenyum sinis.

Aldo? Iya. Dia Aldo, prince charming dan juga merupakan mantan Ria sewaktu SMP. Mantan yang sangat Ria sesali di hidupnya. Lelaki yang telah membohonginya dan menjadikannya atm berjalan. Jika mengingat hal itu, ingin sekali Ria menampar wajah tampan Aldo. Tapi apa boleh buat, Ria tidak bisa melakukannya.

"Lo masih kesal sama gue, Ri?" tanya Aldo, tersenyum memperhatikan Ria dari samping.

"Kalau gue jawab nggak, lo percaya?" tanya balik Ria, menatap Aldo, sehingga keduanya saling pandang.

Aldo tersenyum miris. "Ya nggak sih. Gue cukup sadar kesalahan gue nggak mudah di maafin."

"Bagus kalau lo sadar," cetus Ria.

"Tapi Ri..." kalimat Aldo di potong oleh Ria.

"Kalau lo sadar, harusnya lo nggak berani nemuin gue!"

Aldo terdiam. Tidak tau harus berkata apa. Tapi yang Ria katakan emang benar. Harusnya ia tidak berani muncul lagi di depan Ria, gadis yang ia sayangi tapi telah ia sakiti. Iya, Aldo akui ia telah benar-benar menyayangi Ria. Tapi satu yang ia tau, Ria tidak pernah mencintainya. Ria hanya menjadikannya pelampiasan. Itu lah yang membuat Aldo juga menjadikan Ria sebagai sumber uangnya.

"Maaf, kalau gue harus muncul lagi di depan,lo. Tapi gue cuman mau bilang, gue akan satu sekolah sama, lo."

Kalimat Aldo langsung membuat Ria menoleh padanya. Satu sekolah? Gila! Ria melihat wajahnya saja malas, apalagi bertemu dengannya setiap hari. "Lo mau apa lagi, sih, Aldo?! Lo bilang lo nyesal, tapi kenapa lo pengen ganggu hidup gue lagi?!" kesal Ria, berdiri.

"Ri... Gue nggak mau ganggu, lo! Tapi..." Aldo ikut berdiri. "Gue nggak bisa apa-apa. Papa kandung gue yang suruh gue di sana," jelas Aldo, sendu.

"Setidaknya lo nggak di sekolah gue Aldo!" kesal Ria.

"Kenapa lo nggak pengen gue di sekolah, lo? Bukannya Indro dan teman-teman lo juga satu sekolah sama,lo? Bukannya mereka juga nyakitin,lo?" balas Aldo bertanya.

Ria hanya diam. Tidak tau membalas ucapan Aldo lagi.

"Bukannya rasa sakit yang mereka buat ke lo lebih besar dari pada rasa sakit yang gue buat?" tanya Aldo lagi, melihat Ria hanya diam. "Gue nyakitin lo dengan mengambil uang lo, Ri. Bukan nyakitin dengan mematahkan hati, lo!"

-----

RindroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang