017. -Maafin Aku

100 10 0
                                    


Angin malam nan dingin begitu terasa menusuk sampai ke tulang. Kelap-kelip lampu Jakarta di malam hari ini menambah kesan yang dibangun oleh gemerlap bintang malam ini.

Di jalan yang begitu basah akibat hujan tadi yang turun membasahi bumi, membuat genangan air beberapa kali tercepretkan asal di jalan raya ini. Malam ini, suasana begitu sejuk dan tenang. Tapi tidak dengan hati Arjuna, remaja laki-laki yang sedang mengendarai motor dikecepatan sedang itu terlihat masih kesal atas kejadian dirumah sakit tadi.

Sedikit penyesalan, karena dia telah
bermain fisik dengan Xavella.

Arjuna sedang kesal, berbeda dengan Gia, yang terlihat penuh kesenangan kala dirinya bisa kembali memeluk Arjuna dari belakang. Gadis ini menampilkan senyumannya semeringah senang. Seraya melingkari tangannya pada pinggang Arjuna.

Brum!

Suara mesin motor milik Arjuna terdengar kembali kali ini lebih berisik. Dia mengambil kecepatan lebih tinggi dibanding tingkat sebelumnya.

Hingga akhirnya tibalah dia di depan rumah Gia. Rumah yang tampak begitu sederhana, namun kelihatan mewah, identik dengan cat tembok bewarna biru.

"Turun." ucap Arjuna memberikan
perintah pada Gia.

Gia mendecak sebal, tentu saja dia masih sangat ingin semotor berdua Arjuna. Tapi
apa boleh buat.

Gia melepas helm yang melindungi kepalanya, segera dia mengulurkan tangannya menyerahkan benda itu. Selesai? Diapun beranjak turun dari motor.

"Juna, ayo masuk dulu." tawar Gia
menatap netra Arjuna.

"Nggak bisa, gue duluan." Arjuna menolak masih secara sopan.

"Bentaran Juna! Please," Gia berpuppy eye.

Arjuna menghela hembusan nafasnya. Baiklah dia setuju, rumah Gia juga sedikit nyaman baginya untuk istrirahat sejenak.

Ceklek!

Suara pintu terpelongo rumah Gia terdengar nyaring, menandakan seseorang yang sedang membuka pintu. Itu adalah Gia, yang disusul oleh langkah Arjuna di belakangnya.

Jetrek!

Gia menekan saklar lampu milik rumahnya. Yang tadinya bohlam gelap tanpa cahaya, sekarang bohlam itu sudah bersinar terang memampangkan warna putih. Gia biasanya mematikan lampu rumahnya karena memang, dia tinggal sendiri dirumah ini. Bahasanya itu, hemat listrik.

Sedikit kisah, sewaktu kecil dulu, orangtua
Gia dan Shargy membuang mereka berdua begitu saja yang notabene, umur Shargy baru berusia 1 tahun waktu itu. Beruntung, ada seseorang yang memungut mereka, dan mengurusi mereka sampai akhirnya, saat Shargy menginjak usia 10 tahun. Orang yang mengadopsi Shargy dan Gia telah meninggalkan mereka berdua, begitu saja.

"Gi?" seru Arjuna yang membuat Gia sadar dari lamunannya.

Saat ini, Arjuna sedang terduduk bersandaran dipenyandar sofa milik Gia.

"Gue?" Gia menunjuk dirinya sendiri "Maksudnya, Aku." Gia meralati ucapannya

"Geli kalau pakai pake aku-kamu. Lebih
bagus, nggak usah." kata Arjuna.

"Okeh." tandas Gia. "Ngomong-ngomong, gue seneng. Akhirnya, lo bisa kembali lagi, ke Arjuna yang dulu."

"Arjuna yang dulu?" tanyanya tidak
mengerti maksud Gia.

Gia yang duduk di samping Arjuna itu, membelai rambut Arjuna dengan pelan.
"Arjunanya Gia, yang seperti ini. Bukan yang seperti saat lo di sekolah waktu itu. Kasar, galak, cuek, juga—"

Bad BelovedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang