03. Invitation

558 126 15
                                    

Di sepanjang pagar yang melingkupi mansion, berjejeran aneka bunga dan tanaman merambat yang tumbuh subur, menambahkan pesona alami pada lingkungan sekitarnya. Keindahan warna-warni bunga-bunga tersebut menciptakan panorama yang menakjubkan, khususnya di depan bangunan megah yang terletak dekat puncak gunung.

Mansion ini bukanlah sembarang tempat tinggal, melainkan tempat kediaman seorang gadis bernama Roseanne Park. Di antara penduduk setempat, gadis cantik ini lebih dikenal dengan sebutan Rosé. Suaranya yang merdu telah merayu telinga banyak orang, dan kecantikannya melegenda di wilayah tersebut.

Meskipun keindahan mansion dan kebun bunga di sekitarnya menciptakan kesan damai, namun kehidupan Rosé di dalamnya ternyata tak sebaik yang dibayangkan oleh beberapa orang. Meski dikelilingi oleh keindahan alam, Rosé telah hidup sendirian untuk waktu yang cukup lama. Mansion yang mewah itu menjadi saksi bisu akan kisahnya yang menyendiri.

Hanya ada tiga pelayan wanita yang menemaninya, setia meladeni kebutuhan dan permintaan Rosé. Mereka telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari sang penyanyi, tetapi bahkan mereka pun tidak tahu secara spesifik tentang latar belakang keluarganya. Rosé menyimpan misteri yang dalam, dan kehidupannya seolah terbungkus dalam aura ketidakpastian.

Pada malam hari, Rosé sering terlihat meninggalkan mansion, menyusuri lorong-lorong bunga yang berlimpah. Malam menjadi teman setianya, tempat di mana suara indahnya sering terdengar memecah keheningan pegunungan. Perjalanannya di malam hari mengundang tanya dari warga sekitar, yang penasaran dengan kehidupan gadis muda ini yang tampak begitu misterius. Namun, di balik sorot mata masyarakat yang ingin tahu, Rosé terus menjalani hidupnya dengan penuh misteri. Mansion yang menjadi kastilnya menjadi saksi bisu perjalanan hidupnya yang terpencil.

Seorang pria dari pertelevisian datang dan berjalan masuk, duduk di sofa di ruang tamunya. Tingkahnya tidak sopan, lugas, meskipun setelan jas yang dikenakannya memberikan kesan berkelas.

"Kau senggang, Rosé," katanya. "Maukah kau menghabiskan waktu hari ini denganku?"

"Aku mau tapi aku tidak bisa hari ini."

Pria itu tertawa kemudian mulai bangkit dari tempat duduknya dan berdiri di depan Rosé dengan satu tangan di sakunya. Tangan lainnya menggosok dan meremas bahu gadis itu.

"Oh, ayolah~ Tentu saja kau paham apa yang kumaksud. Kau sudah dewasa dan menandatangani perjanjian itu." katanya.

Tidak dapat menerima diinjak-injak harga dirinya sekaligus pada saat yang sama memahami apa yang dimaksud pria itu, Rosé menangkis tangannya dan bangkit. Lalu dia berbalik, berpura-pura sibuk membersihkan kosmetik yang baru saja dia beli.

"Aku sudah cukup lama menodai dunia seni. Apakah ini satu-satunya cara agar aku bisa sukses??"

Tidak mau menyerah, sang pria meraih lengannya seraya mencengkeramnya. Ditahan seperti itu, Rosé merasa frustrasi. Dia bergerak, meronta, berjuang untuk melarikan diri tetapi pria itu memegangi bahunya dengan sangat erat.

"Kenapa tidak?! Jalan milikmu sudah aku ratakan, tinggal bagaimana kau--"

Pria yang murka itu jadi merasa tidak nyaman karena aksinya hampir ketahuan. Ia langsung melepaskan gadis itu, lalu meninggalkan mansion karena tatapan sinis dari si pelayan. Berhasil mengusir, pelayan penolong itu semakin mendekat ke Rosé dengan penuh kerutan di keningnya karena khawatir.

Rosé menggeleng, "Tidak apa-apa."

Segera ia melupakan kejadian yang dialami barusan dengan melihat-lihat beberapa pakaian yang baru saja dia pesan dari toko. Tahu majikannya sudah merasa aman, si pelayan pun membungkuk hormat kemudian menarik sebuah kotak yang berisi beragam cat kuku.

BELDAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang