08. Fire at the Theater

453 112 27
                                    

Pemandangan matahari terbenam di gunung ini sangat indah dipandang mata. Semburat jingga di ujung langit benar-benar menghadirkan pengalaman terbaik. Belum lagi riak-riak kolam ikan yang seolah memanggil, dan semilir angin yang membuat suasana semakin hening.

Sore itu, Jaehyun dan Rosé tiba di balkon VVIP gedung teater untuk kencan. Bangunan utama pusat seni ini dapat menampung ribuan orang, organ pipa di tempat ini adalah salah satu yang terbaik di dunia.

Ketukan dramatis drum, biola, dan alat musik petik lainnya bergema. Rosé lalu tersenyum, dia gadis yang mudah terpesona oleh sesuatu. Lengan Jaehyun digandengnya saat menonton, tapi kemudian pria itu melihat bagaimana dia menonton Johnny tampil.

Kecemburuan bisa dirasakan Jaehyun sekilas. Setelah memperhatikan Rosé, matanya turun lagi, beralih ke panggung. Tiba-tiba indera penglihatannya menemukan percikan api di sudut pementasan. Api yang dilihatnya itu mulai melahap seluruh tirai pertunjukan. Orang-orang di bawah sana tidak menyadarinya. Karena itu, dia langsung meraih tangan gadis di sebelahnya sambil masih mengamati.

"Ada apa?" Rosé bertanya seiring cengkeraman Jaehyun tambah kuat.

Benar saja, api mulai membesar. Posisi mereka berada di lantai atas, sangat sulit untuk menggunakan lift dalam keadaan seperti ini. Akhirnya Jaehyun menarik Rosé keluar dari ruangan tanpa berpikir panjang. Beberapa penonton dan mereka berdua memasuki tangga darurat. Tidak lama kemudian, air keluar dari pancuran memercik badan semua orang saat mereka menuruni tangga.

Tuksedo yang dikenakannya serta gaun Rosé basah kuyup. Mereka berdua benar-benar lemas dan hancur berantakan hanya karena air yang terbuka otomatis. Setelah melewati nomor lantai dua, mereka berhasil mencapai dan mendorong pintu keluar terlebih dahulu meski beberapa orang masih tertinggal di belakangnya. Kerumunan warga sekitar sudah berkumpul di depan gedung hanya untuk menonton. Beberapa darinya meminta bantuan melalui telepon umum.

Segera Jaehyun mengusap lembut bahu Rosé yang gemetar. Dia kemudian dengan cepat melepas mantelnya dan mengenakannya pada gadis itu agar tubuhnya tidak mudah terkena hawa dingin. Sambil menunggu kedatangan ambulan, sekelompok orang berpakaian rapi mendatangi mereka, salah satunya adalah pianis yang tampil.

"Oh, Rosé? Apakah kau baik-baik saja?" Johnny bertanya seakan dia sudah lama mengenal.

Jaehyun membantu menjawab, "Ya, dia baik-baik saja."

"Wah, aku tidak tahu kalau Rosé punya pasangan. Kau pacarnya?"

Rosé segera menyambar, "Bukan, dia abangku."

Pianis itu mengangguk paham sambil menyeringai. Seperti biasa, Jaehyun melirik sinis pada orang-orang yang berusaha mengganggu atau mencuri perhatian gadis yang kini menjadi pasangan dadakannya. Apalagi ia mengingat mimpinya tentang Rosé yang selalu menjadi gambaran objektif pria bermata keranjang.

"Kau penyanyi bar itu, kan?" tanya sang pianis pada Rosé. "Aku ingat wajahmu sejak kau menyanyikan salah satu laguku di sana. Kau bertalenta."

Rosé yang sebelumnya lesu lantas semeringah kembali, begitu idolanya menyapa. Dia mengangguk pelan, meskipun ketakutan setelah menyaksikan para penonton saling menginjak-injak demi keselamatan mereka sendiri dari gedung.

Johnny melanjutkan, "Kau punya potensi untuk masuk ke Universitas Musik Korea. Mumpung kita bertemu, maukah kau berbincang sebentar di studioku?"

Sebagai Tuan Shin saat ini, Jaehyun mencoba membuat skenario palsu guna mencegah kepergiannya. "Maaf, dia harus pulang. Ibu kami--"

"Ini tidak akan lama, Jeff," sela Rosé dengan cepat. "Aku janji."

Jaehyun memandang Rosé dengan khawatir. "Apakah kau yakin? Mungkin lebih baik jika kita pergi bersama-sama."

BELDAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang