04. Rain on the Hills

546 121 14
                                    

Jaehyun saat ini berjalan di sepanjang trotoar diikuti oleh Lucas yang ikut di belakangnya. Ia merasa gelisah, tahu bahwa menjadi Tuan Shin tidak bisa bebas.

"Hei," serunya, berhenti dan berbalik dengan tangan masih di saku celana. "Kemari."

Lucas mengangguk ketika dia mendekat. Sembari dia mendekat, tangan kanan Jaehyun menepuk keras punggungnya, "Kita seumuran, jadi mulai sekarang anggap saja aku sebagai temanmu. Mengerti?"

Kemudian dua pria itu melanjutkan langkah mereka yang menurun. Mereka akan sampai pada toko roti Jung's Bakery, sesuai yang dijanjikan barusan. Belum lama, bersenda gurau, tawa Jaehyun kian lama sirna begitu berhenti di depan pintu kaca tokonya. Di sana, mendiang ibunya sedang mengobrol dengan pelanggan di kasir. Senyumnya cerah, rambutnya hitam legam, dan tampilannya masih sangat muda, tidak ada kerutan di wajahnya.

Di balik rak roti, duduklah dua anak kecil yang sedang asyik bermain karet. Yang pertama seorang gadis, sementara adiknya laki-laki. Masih dengan sorot mata pada ibu, kakak, dan dirinya yang masih kecil itu, Jaehyun menjelaskan.

"Itu keluargaku."

Alih-alih membuka pintu kaca di depannya, dia berbalik sambil memasukkan tangannya ke saku. Dilihat dari matanya, genangan air ditahan oleh bulu mata bagian bawahnya. Lucas masih berdiri di depan toko, kemudian membuka pintunya lebih dulu hingga bel berbunyi.

Kesedihan itu berlangsung saat Jaehyun memutuskan untuk pergi meninggalkan toko itu. Ia melewati belasan ruko untuk mencapai mobil sedannya. Mercedes-Benz atau karib disapa Mercy Tiger juga jadi salah satu mobil nostalgia. Mobil kepunyaan Tuan Shin yang sekarang menjadi miliknya itu dianggap salah satu mobil mewah di zamannya. Tak heran jika masih banyak orang mengidamkan mobil satu ini.

Selagi membuka kunci mobilnya, manik hitamnya merujuk ke toko butik di seberangnya. Seperti sudah ditakdirkan atau memang kota dataran tinggi ini kecil, matanya menangkap sosok Rosé sedang melihat-lihat pakaian di dalam sana.

Gadis itu mengenakan kemeja putih, rok kulot hitam hingga memperlihatkan lututnya yang mulus, sementara rambut emasnya diikat. Senyum yang dia lakukan sekarang pada orang lain membuat mata Jaehyun terpaku padanya. Matanya seakan dikenakan kacamata kuda agar fokus hanya padanya. Peka terhadap sekelilingnya, Rosé menengok ke arah luar, lalu melambaikan tangannya begitu tahu itu pria yang dia kenal.

"Tuan Shin!" cegatnya, mendadak berdiri di seberang, sehingga Jaehyun terbelalak.

Dialog sederhana pada akhirnya menjadi jembatan baginya untuk mengantar gadis itu pulang. Kedua tangan beruratnya tak segan membawa tas butik miliknya, meletakannya di jok bekakang.

"Ini terasa canggung," Rosé membuka. "Kita jadi sering bertemu."

Bertingkah mahal, itulah pilihan Jaehyun sekarang. Dia lebih mengandalkan pikirannya daripada hatinya. Selain itu, masih ada Elijah yang duduk di kursi hatinya. Dia tidak akan membiarkan sembarang wanita masuk ke dalamnya.

"Yah, ini kota yang kecil." cetusnya.

Rosé mengangguk sekali sambil menyaksikannya memasukan barang satu persatu, "Apa kondisimu sudah membaik?"

"Ya, sudah. Dokterku bilang kalau ini hanya efek kelelahan."

Diskusi acak membuat Jaehyun menghela napas lega. Dia pikir Rosé suka menggoda, tapi dia hanya bersikap ramah dan terus terang, bicara sesuai fakta. Dari sini dia menyimpulkan bahwa gadis ini bukanlah ancaman baginya.

"Roseanne," sebutnya tak sengaja sembari terkekeh.

Rosé kemudian mengatupkan kedua tangannya di depan paha. Roknya bergoyang saat dia membalikkan tubuhnya ke arah pria yang baru saja memanggilnya akrab, bukan nama panggungnya.

BELDAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang