- ERLAN - 01

34 8 11
                                    

"Adakalanya lelah dengan semua yang sudah menjadi rutinitas."

- Someone -

***

Hari pertama yang membosankan. Hanya keliling sekolah dan mendengarkan ocehan anggota OSIS yang lebih terdengar sebagai lagu pengantar tidur. Apalagi untuk ia yang sudah mengantuk sedari tadi.

Setan sialan, selalu saja mengganggu waktu tidurnya.

Ia menopang dagunya di atas meja, memandang malas anggota OSIS yang ada di depan. Sungguh, matanya sangat berat.

"Dua satu, dua dua, dua tiga, dua empat, dua lima ..."

Erlan melirik teman sebangkunya, Alga, yang entah sedang menghitung apa sambil sesekali terkekeh sendiri. Erlan menghela napasnya, bagaimana ia bisa mendapat teman yang aneh seperti itu?

Memilih acuh, ia menoleh sejenak ke belakang, memandang dua teman barunya yang lain. Geral dan Jevon. Geral yang hanya fokus memerhatikan depan dengan tatapan dinginnya dan Jevon yang menunduk sambil sesekali tertawa dan mengumpat tanpa suara, sepertinya sedang bermain game di ponselnya.

Dan lagi, ia hanya memilih acuh, kembali menatap depan.

"Erlan,"

"Anj—" Umpatan itu kembali ia telan. Ia yang berjengkit kaget menimbulkan sedikit decitan kursi yang cukup membuatnya menjadi perhatian teman-teman sekelasnya. Untung saja suara decitan itu tak sampai ke pendengaran anggota OSIS di depan.

Erlan hanya memberikan senyuman kecil untuk permintamaafan.

"Kenapa?" tanya Alga yang juga ikut terkejut dengan pergerakan tiba-tiba dari Erlan.

"Ada setan," jawab Erlan kesal sembari menatap tajam seorang gadis yang melayang di depannya.

Mata Alga membelalak, kemudian merapatkan tubuh ke Erlan, membuat Erlan menatapnya heran. "Hih, beneran? Di mana?" tanyanya dengan wajah ketakutan.

Erlan mengusap wajahnya kasar, mendorong Alga agar kembali ke posisinya. "Noh, depan lo. Pacarin gih!" kesalnya.

"Erlan suka bercanda deh, masa pacaran sama setan. Mending sama kakak kelas depan noh, cantik!" ucap Alga sambil menopang dagunya dan memandang penuh binar kakak kelas yang ia maksud.

Memutar bola matanya malas, Erlan kembali menatap Aura yang masih melayang di depannya. "Pergi!" usirnya tanpa suara, tatapannya berubah menjadi dingin, menandakan ia memang tak suka diganggu.

Aura menelengkan kepalanya ke kanan, menatap Erlan dengan senyumnya yang melebar. "Aku akan menemuimu lagi," gumamnya sebelum menghilang, meninggalkan hawa dingin yang dikeluarkan.

"Kok tiba-tiba dingin sih? Lo juga ngerasa nggak?"

"Iya sih, mungkin angin."

Erlan mendengar percakapan dua temannya yang duduk di bangku depannya. Menghela napas kasar, ia memilih menidurkan kepalanya di atas meja dan memejamkan matanya. Ia sudah tak peduli lagi dengan anggota OSIS di depan sana.

"Persetan, gue ngantuk!"

***

"Lan, Erlan! Bangun woy! Ke kantin kuy!"

Sang empuh nama menggerang, ia mendecak, merasa tidurnya terganggu. Tapi matanya masih terpejam, masih ingin menikmati waktu tidurnya.

"ERLAN! ERLAN! ERLAN!"

"BERISIK ANJIR!" Dan akhirnya, ia meledak juga. Mengubah posisinya menjadi duduk dan menatap kesal ke arah dua orang yang saat ini tengah mencibirnya.

"Kok ngegas?!" protes Jevon ikut kesal.

ERLANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang