- ERLAN - 11

15 3 0
                                    

"Waktu bisa berlalu begitu cepat dan bisa juga begitu lambat. Semua tergantung bagaimana cara kita dalam menjalaninya."

- Someone -

***

Pagi yang begitu cerah. Senyuman Erlan tercetak lebar, ia berjalan sambil bersenandung ria di sepanjang koridor. Sesekali ia menyapa setiap orang yang berpapasan dengannya. Bisa dilihat, moodnya benar-benar bagus kali ini. Ada suatu alasan tentunya.

"ERLAN!" Panggilan dari seseorang itu membuat Erlan menoleh. Senyumannya semakin mengembang lebar.

"Aww!" Tapi senyuman itu kemudian menjelma menjadi sebuah tawa yang keras saat seseorang yang tadi memanggilnya itu tiba-tiba mencium lantai karena tersandung kakinya sendiri.

"HAHAHA, mampus!" tawa Erlan, tapi setelah itu ia jadi mengatupkan mulutnya saat seseorang itu menatapnya dengan mata berkaca-kaca.

"Eh eh, Naura nggak boleh nangis, kan katanya udah gede! Sini-sini Erlan bantu."

Ya, seseorang itu adalah Naura. Naura Clarista Alfian. Seseorang yang menjadi alasan dibalik senyuman Erlan pagi ini.

Erlan menghampiri Naura dan membantu gadis itu untuk berdiri. Naura mengusap ingusnya yang hampir keluar, bahkan air matanya sudah jatuh sedari tadi. Ia terisak pelan.

Melihat itu, Erlan jadi terkekeh geli. "Duh, bocil cengeng banget!" ejeknya sambil mengacak rambut Naura gemas.

Sedangkan Naura menatap Erlan dengan tatapan kesal. "Erlan jahat!" ucapnya sebelum berlalu pergi meninggalkan Erlan yang tentu saja langsung menyemburkan tawanya lagi. Menjaili Naura adalah kebahagiaan tersendiri baginya.

"Eh, Nau! Tunggu! Kita sekelas loh!" seru Erlan semangat sambil merangkul Naura saat ia berhasil mensejajarkan langkahnya dengan gadis itu.

"Udah tau!" ketus Naura. "Ngapain sih Erlan rangkul-rangkul Naura?! Erlan kan bukan siapa-siapanya Naura!" lanjutnya sambil membebaskan diri dari rangkulan Erlan dan berlari kecil memasuki kelas XI IPA 3.

Ya, hampir satu tahun lamanya berlalu setelah kejadian itu. Kejadian dimana ada sosok yang mengganggu ketenangan keluarga kecil Erlan. Sosok yang kini entah kemana, Erlan tak akan pernah peduli, asalkan sosok itu tak mengganggu keluarganya lagi.

Selama hampir satu tahun ini juga, ia dan Naura semakin dekat. Apalagi setelah kejadian dimana Naura menemani Erlan yang sedang sakit malam itu, Papa Naura atau om Alfi menitipkan Naura kepada Erlan saat di sekolah.

Dan entah memang takdir atau hanya keberuntungan, tadi saat ia membaca pengumuman pembagian kelas, ia dan Naura berada di kelas yang sama. Ah, bahkan The GAJE ditambah Reva dan Aurel juga berada di kelas itu.

Erlan mendengus kesal. "Sok banget si bocil!" gumamnya sambil menyusul Naura memasuki kelas yang sudah mulai ramai.

"Erlan." Baru saja dia mendudukkan diri di bangku yang ia pilih, ia dikejutkan oleh kehadiran Aura yang duduk di bangku sampingnya.

"Ngagetin aja, Setan!" umpat Erlan pelan sambil memandang Aura dengan tatapan kesal.

Aura terkekeh, "Erlan udah sarapan?" tanyanya kemudian.

Sedangkan Erlan hanya menganggukkan kepalanya saja untuk menjawab. "Lo jangan keseringan gangguin anak orang, karma baru tau rasa!" ucap Erlan berbisik agar tak ada yang mendengarnya. Pasalnya, Aura sangat sering membuat siswa maupun siswi di sekolah ini berlarian ketakutan. Ya memang dasarnya Aura saja yang jail.

Sekadar info, memang setelah kejadian itu. Erlan perlahan menerima kehadiran Aura. Tidak terlalu buruk memang, Aura baik, gadis itu bahkan sering mengajak Edward bermain selama Erlan sibuk belajar untuk ujian kenaikan kelas waktu itu.

ERLANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang