"Tak selamanya kita tahu apa yang sebenarnya terjadi, bahkan pada diri kita sendiri."
- Someone -
***
"ERLAN PULANG!"
Erlan melemparkan tasnya ke sofa, sembari membanting tubuhnya sendiri di sana. Matanya memejam dengan napas beratnya. Ia terlalu lelah.
Tak lama, ia merasakan seseorang yang duduk di sampingnya dan belaian lembut pada kepalanya. Membuatnya perlahan membuka mata dengan senyuman yang terukir saat melihat wajah seseorang yang sangat ia cintai lebih dari siapapun.
"Bunda," panggilnya senang, ia membenarkan posisinya dan segera memeluk Bunda-nya itu.
"Kapan pulang? Papa mana?" tanyanya.
Friska—Bunda Erlan—tersenyum, tangannya tak henti mengelus punggung lebar anak semata wayangnya itu. "Tadi pagi, Papa langsung ke kantor, ada urusan."
Erlan hanya menganggukkan kepalanya saja, ia masih tak ingin melepaskan pelukannya. Ia masih merindukan Bundanya itu, pasalnya hampir sebulan orang tuanya tak di rumah karena harus menjaga neneknya yang sakit.
"Gimana hari pertama sekolahnya? Apa mereka gangguin kamu?"
Pertanyaan Friska membuat Erlan mendongakkan kepalanya. Ia tentu mengerti mereka yang dimaksud Bundanya itu siapa. Mengeluarkan senyuman manisnya, ia menggelengkan kepala. "Enggak kok, Erlan udah biasa. Bunda nggak perlu khawatir!"
Mendengar jawaban anaknya itu, Friska hanya balas tersenyum. Selalu saja seperti itu, anaknya itu selalu tersenyum manis dan mencoba terlihat baik-baik saja. Walau ia tahu, setiap malam, anaknya akan meringkuk di pojok kamar, memohon agar mereka pergi, dan tak mengganggunya lagi.
Meskipun seperti itu, tak ayal ia juga memergoki anaknya yang berkomunikasi dengan mereka dan akan diam-diam keluar rumah untuk membantu urusan mereka. Tentu hal itu membuatnya tak tenang, apalagi sebulan ini ia meninggalkan anaknya sendiri di rumah.
Ia tak ingin kejadian tiga tahun lalu terulang. Sudah cukup ia ketakutan setengah mati saat melihat anaknya mengalami kejadian mengerikan itu.
"Kenapa, Bun? Bunda kok ngelamun?" tanya Erlan, mengernyit bingung saat melihat Bundanya yang tiba-tiba terdiam dengan pandangan kosong.
Friska yang mendengar itu segera mengerjap dan kembali mengukir senyumannya. "Bukan apa-apa. Yaudah gih, mandi dulu. Abis itu makan malam bareng, Papa juga sebentar lagi pulang."
"SIYAP!" seru Erlan bersemangat. Ia segera melepaskan pelukannya dan berlari kecil menaiki tangga, untuk sampai ke kamarnya tentunya.
Setelah menutup pintu dan menguncinya, ia menggeram kesal. Tangannya mengacak rambutnya frustasi. "Sial!" umpatnya saat sebuah bayangan tiba-tiba muncul di kepalanya.
Bayangan sebuah kejadian yang tak bisa ia mengerti. Hanya warna hitam, putih, dan merah yang seakan berbaur menjadi satu. Juga suara teriakan kesakitan, namanya yang disebut berulang kali, dan suara tawa yang menggelegar, saling bersautan dan terdengar samar.
Erlan menggelengkan kepalanya berulang kali, mencoba menghilangkan bayangan itu, yang entah kenapa terasa begitu mengerikan.
Saat ia berhasil menghilangkan bayangan itu, tubuhnya merosot ke lantai. Napasnya memburu dengan keringat dingin yang membasahi seragamnya. Ia meringkuk di lantai, tubuhnya menggigil hebat. Selalu, selalu saja berakhir seperti ini jika bayangan itu tiba-tiba muncul.
Ia tak tahu dari mana asal bayangan itu, yang pasti saat ia menatap mata Bundanya yang terlihat kosong dan raut kekhawatiran itu, bayangan sialan itu selalu muncul.
KAMU SEDANG MEMBACA
ERLAN
Random#TheGAJEseries 📢 NOTE: Sedang HIATUS, butuh revisi besar-besaran :) *** Tentang dia, Erlan Fransisco. Lelaki yang dianugrahi keistimewaan oleh Sang Pencipta. Ia terpaksa terlibat dengan dunia seberang, hal yang sangat ia benci. Bahkan, ia harus ter...