- ERLAN - 15

15 2 0
                                    

"Rasa itu datang tanpa diundang, hadir tanpa disadari, menerbangkan harapan tanpa diminta, dan menjatuhkannya begitu saja tanpa belas kasih. Sakit memang, tapi itulah cinta."

- Erlan Fransisco -

***

Erlan memasuki ruang UKS, ia tanpa kata membaringkan tubuhnya di ranjang UKS. Sedangkan Naura yang tadi mengikuti Erlan hanya diam di ambang pintu UKS dengan wajah bingung.

"Ngapain lo berdiri kek patung di situ? Sini masuk!" pintah Erlan dengan nada ketus. Naura pun menuruti Erlan, meskipun dengan raut wajah yang berubah kesal.

Dengan wajah ditekuk, Naura mendudukkan dirinya di kursi samping ranjang yang ditempati Erlan. Melihat itu Erlan jadi menahan tawanya, tapi kemudian ia berdehem sejenak dan mengubah ekspresi wajahnya menjadi datar.

"Lo kalau nggak ikhlas nemenin gue, mending balik kelas deh! Sepet banget tuh muka," sindirnya.

Naura memandang Erlan, "Kalau Naura balik kelas yang ada Naura dimarahin bu Risa. Emang Erlan mau dimarahin Bu Risa?"

"Lah, napa gue yang dimarahin bu Risa?"

"Kan Erlan yang nyuruh Naura."

"Ck, ya nggak gitu konsepnya. Gue kan sakit, jadi gue aman!"

"Emang Erlan sakit apa?"

"Gue sakit—" Erlan tak melanjutkan ucapannya, ia jadi terdiam. Berpikir sejenak, "Iya ya? Gue sakit apa? Hampir kerasukan yang ada!" gumamnya dalam hati.

"Ck, pokoknya gue sakit!" jawab Erlan selanjutnya.

Naura terdiam. Ia memandang wajah Erlan. Matanya mengerjap berkali-kali. "Emang ada ya yang sakit pokoknya sakit?" tanyanya dengan wajah polos.

Erlan hampir saja mengumpat keras dan menabok wajah polos Naura, jika ia tak ingat kalau yang ada di depannya ini perempuan. Jika saja yang bertanya seperti itu adalah Alga atau Jevon, jelas tanpa berpikir panjang Erlan akan menabok wajah mereka dengan sepatu.

"Nggak taulah gue! Mending lo diem, gue mau tidur!" ucapnya sambil memejamkan matanya, berniat untuk tidur.

Lima menit berlalu dengan suasana hening. Erlan yang penasaran dengan apa yang Naura lakukan ... jadi membuka matanya secara perlahan. Dan saat itu juga tatapannya bertemu dengan tatapan Naura. Erlan jadi mengernyit bingung.

"Lo ... ngapain ngeliatin gue kek gitu?" tanyanya. Naura masih diam.

"Heh, bocil! Lo—"

"Erlan suka ya sama Reva?"

Uhuk uhuk

Pertanyaan Naura yang tiba-tiba itu membuat Erlan tersedak ludahnya sendiri. "Ngapain lo tanya kek gitu?!" tanya Erlan setelah batuknya redah, raut bingung jelas tercetak diwajahnya.

"Nggak kenapa-napa sih. Tapi Naura yakin Erlan suka sama Reva."

"Kok ... lo jadi sok tau gini?" sarkas Erlan, entah kenapa ia merasa kesal.

Tapi ya namanya juga Naura, ia tak terlalu peka akan perubahan ekspresi yang Erlan tunjukan. "Ya dari perlakuan Erlan kalau deket sama Reva udah nunjukin kok kalau Erlan suka sama Reva. Naura tau itu."

"Terus kalau iya gue suka sama Reva emang kenapa? Lo ... cemburu?" tanya Erlan lagi, kali ini sambil menunjuk Naura dengan jari telunjuknya dan menatap Naura dengan tatapan curiga.

Plak

"Aduh!" seru Erlan saat Naura memukul jari telunjuknya dengan sedikit keras.

"Apasih lo! Kalau telunjuk gue patah gimana?!" protes Erlan sambil meniup-niup jarinya.

ERLANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang