- ERLAN - 14

10 2 0
                                    

"Cepat atau lambat, semua akan berubah. Entah menjadi lebih baik, atau justru sebaliknya."

- Someone -

***

Pagi ini, suasana kelas XI IPA 3 sudah rusuh karena sibuk menyalin tugas matematika yang akan dikumpulkan pada jam pelajaran pertama. Tapi tidak dengan The GAJE—kecuali Alga yang belum datang—yang kini justru sibuk memainkan game di ponsel masing-masing.

"Si Alga tumben-tumbenan belum dateng jam segini?" tanya Jevon tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel.

"Mana tahu, nyasar kali." Erlan menanggapi dengan cueknya. Lagipula bukan satu dua kali Alga telat, sering malah. Jevon saja yang lebay.

Hening sejenak. Erlan yang mulai bosan jadi menaruh ponselnya di meja, ia menoleh, mendapati Geral yang duduk di bangku belakangnya masih sibuk dengan ponselnya, begitu pula Jevon yang duduk di samping Geral. Ia beralih mengamati keadaan kelas. Ramai.

"Bang Ge, mereka ngapain sih? Ada tugas emangnya?" tanya Erlan dengan kernyitan di dahinya.

"Tugas matem," jawab Geral singkat.

Berpikir sejenak, Erlan mengangguk-anggukkan kepalanya. Baru ingat kalau kemarin ia sudah mengerjakan, meskipun ia hanya menyalin tugas Geral sih.

"Woy, tugas lo udah, Pon?" Erlan bertanya pada Jevon yang saat ini tengah mengumpat kesal, mungkin kalah dalam game.

Jevon menoleh, mengangkat sebelah alisnya. "Tugasnya Risa? Matem?" tanyanya balik, menyebut nama guru matematikanya tanpa embel-embel 'bu'. Memang dasar murid tidak sopan!

Erlan mengangguk malas, "Hem. Gue tebak lo belum?" tebaknya.

Jevon tertawa, ia memukul lengan Erlan pelan. "Sok tau lo!" ucapnya kemudian dengan raut wajah berubah menjadi datar.

"Gue tuh bukannya belum selesai, cuma ..." jeda beberapa saat. "Cuma gue emanh ganiat ngerjain, hehe!" kekehnya kemudian.

Mendengar itu Erlan mendengus kesal, ia sudah serius mendengarkan Jevon, eh ujung-ujung jawaban Jevon tidak serius sama sekali. Menyebalkan!

"Lima menit lagi bel bunyi, lo beneran nggak ngerjain?" heran Erlan.

Jevon mengibaskan tangannya di udara. "Halah, nanti tinggal gombalin Risa aja udah, kek biasanya. Biar marah-marah, hahahaha ..." tawanya, kali ini mendapat jitakan dari Erlan.

"Murid laknat!"

"Biarin, penting ganteng, wlek!"

Setelah itu Jevon dan Erlan sibuk berdebat. Dunia seakan milik mereka berdua. Jevon yang sebelas-duabelas dengan Alga si tukang cari masalah dan Erlan yang kesabarannya setipis tisu dibagi tujuh. Sudah, tidak ada yang mau mengintrupsi, Geral saja hanya memandang mereka malas, tak begitu peduli.

"RISA DATENG WOY! RISA DATENG!" teriak salah satu penghuni kelas, membuat semua langsung berhamburan dan duduk di bangku masing-masing. Hingga saat Bu Risa tiba, suasana kelas jadi hening seketika.

Bu Risa yang notabenya guru paling muda di SMA Braga Jaya ini mengernyitkan dahinya bingung, ia memicingkan mata curiga menatap murid-murid kelas itu. "Tumben-tumbenan nggak rusuh?" sindirnya sambil meletakkan buku dan berkas-berkas yang ia bawa di meja guru.

Semua murid yang ada di kelas itu saling pandang, ada yang hanya cuek, ada yang cekikikan, dan ada juga yang mendumel kesal karena merasa serba salah—maksudnya jika mereka rusuh Bu Risa akan marah-marah, tapi jika mereka diam seperti sekarang Bu Risa justru curiga. Salah satu murid yang mendumel adalah Erlan.

ERLANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang