- ERLAN - 09

15 3 0
                                    

"Masalah itu selalu datang. Iya, datang tak diundang, tapi pulangnya minta diantar. Diantar melewati hutan, sungai, bukit, dan gunung. Menyebalkan!"

- Erlan Fransisco -

***

Bel jam istirahat kedua baru saja berbunyi. Erlan memutuskan untuk kembali ke kelas setelah sudah bosan tiduran di uks dari pagi tadi. Saat ingin memasuki kelas, ia dikejutkan oleh Reva yang ingin keluar dari kelas.

"Erlan?" kaget Reva, tapi setelah itu ia tersenyum. "Udah baikan? Kata Alga tadi lo sakit," ucap Reva yang dibalas anggukan oleh Erlan.

"Baik kok," jawab Erlan sambil mengukir senyumannya.

"Mau kemana? Kantin?" tanya Erlan.

Reva menggeleng, "Mau ke kelas sebelah," jawabnya.

Erlan mengernyit, "Mau ngapain?" tanyanya lagi, entah kenapa ia jadi ingin tahu. Pasalnya kelas sebelah yang Reva maksud adalah kelas X MIPA 4, kelas Naura.

Reva semakin melebarkan senyumannya. "Ketemu Naura sama Aurel, biasa mau ngobrol." Lagi, Reva menjawab Erlan, sedangkan kali ini Erlan hanya ber-oh-ria. "Kenapa? Mau ikut? Sekalian ketemu Naura, kan?" ajak Reva, yang bermaksud menggoda Erlan.

Mendengar itu Erlan jadi tertawa garing, meskipun pipinya sekarang memerah karena malu. "Apasih, Rev?! Kok ngawur, kenapa juga gue ketemu Naura? Kenal aja nggak," elak Erlan yang justru membuat Reva tertawa.

"Weis weis! Apanih? Seru banget ngobrolnya?" sahut Jevon yang baru keluar dari kelas.

"Duh, babang Erlan ngegas ya?! Alga kan juga mau ngobrol sama neng Reva! Ya nggak, Rev?" Alga yang menyusul keluar kelas jadi ikut menimbrung, ia menaik-turunkan alisnya sambil mengeluarkan puppy eyesnya kepada Reva.

Reva justru menanggapi Alga dengan tertawa. Ia menggeleng heran dengan kelakuan teman sekelasnya itu. "Emang bener ya kata Vino," Reva menyebut nama ketua kelas mereka. "Kalian emang The GAJE," lanjut Reva sambil terkekeh geli.

Alga dan Jevon yang mendengar itu jadi kesenangan, sedangkan Erlan jadi mendengus kesal. Julukan apa itu?! Nggak etis banget! batinnya.

"Eh, kurang satu!" seru Alga tiba-tiba. Ia menarik tangan Geral yang baru saja keluar kelas, membuat Geral melayangkan tatapan tajamnya kepada Alga. "Nah, personil The GAJE dah lengkap nih!" lanjutnya sambil melompat-lompat bahagia.

Reva hanya bisa menggelengkan kepalanya saja. "Yaudah deh, gue mau ke kelas sebelah. Duluan ya ... The GAJE!" pamit Reva sambil terkekeh sendiri dengan kalimatnya.

"Bye bye Reva! Jumpa lagi~" seru Alga dan Jevon bebarengan sambil melambaikan tangan mereka, membuat Reva yang sudah berada di ambang pintu kelas X MIPA 4 jadi menoleh dan tertawa, sebelum masuk ke kelas itu.

Erlan memijat keningnya, pusing melihat kelakukan dua orang itu. "Dosa gue apa ya, kok sampai punya temen kek Alga sama Jevon?" gumamnya sendiri.

Berbeda dengan Erlan yang mengasihani nasibnya, Geral justru melengos begitu saja, memilih pergi dari sana.

"EH, BANG GE! MAU KEMANA?! IKUT!" teriak Alga, ia dengan segera menarik tangan Jevon dan Erlan untuk menyusul Geral.

"WOY! GUE MAU KE KELAS!" protes Erlan tak terima ditarik secara tiba-tiba seperti itu. Namun, yang terjadi justru Alga yang memeletkan lidahnya dan Jevon yang tertawa dengan keras.

Nasib Erlan sudah.

***

Erlan memarkirkan motornya di halaman rumahnya. Dibalik helm full facenya, ia merengut kesal. Ia sangat dongkol hari ini.

"Turun lo! Gue udah bilang berapa kali sih sama lo?! Berhenti ikutin gue!" omel Erlan kepada Aura yang masih setia duduk di jok motor belakangnya.

Ya ... memang Aura tadi tiba-tiba muncul saat Erlan hendak meninggalkan sekolah dengan melajukan motornya. Gadis itu langsung duduk begitu saja di boncengannya.

Aura menurut, turun dari motor dan melayang di depan Erlan. "Aura cuma mau ingetin Erlan, di rumah Erlan sekarang bahaya. Kalau Erlan bertemu dengan Bunda Erlan, Erlan jangan tatap matanya. Kalau Erlan tatap matanya, Merah bisa membuat Erlan sakit lagi," ucap Aura panjang kali lebar. Membuat Erlan yang baru membuka helmnya jadi menatapnya dengan rahang terbuka.

"Lo ... ngomong apa sih?!" sentaknya, tak mengerti.

"Kali ini saja, Erlan percaya ya sama Aura?" mohon Aura dengan tatapan mata menyanyu.

Erlan menyipitkan mata, agak skepsis. Namun, ia mengangguk begitu saja. Ia memang percaya, karena sudah terbukti. Kemarin dan tadi pagi, saat ia menatap mata bundanya, ia akan langsung merasa lemas dan muntah-muntah. Sepertinya ini akan menjadi hal yang sulit.

Bagaimana cara mengusir sosok itu dari rumahnya? Masalahnya, seperti kata Aura tadi di uks, sosok itu menyukai ayahnya.

Erlan menggeram frustasi. "Temen-temen lo ngeresahin banget sih?! Udah tau beda dunia, beda alam, beda bangsa, masih aja ngejar-ngejar manusia! Ngerepotin aja!" gerutu Erlan sambil turun dari motornya dan berjalan ke pintu utama rumahnya.

Sementara Aura hanya memandangi Erlan dari tempatnya melayang saat ini. "Tapi banyak dari manusia yang selalu mengusik kita. Mereka selalu merasa benar sendiri, merasa menjadi korban, padahal itu adalah buah dari perbuatan mereka sendiri," ucap Aura lirih, sebelum menghilang dari sana.

***

"Erlan, udah pulang?" Sebuah suara membuat langkah Erlan yang ingin menaiki tangga jadi terhenti. Tanpa menoleh pun ia tahu suara siapa itu.

"Erlan jangan tatap matanya. Merah bisa membuat Erlan sakit lagi."

Seketika kalimat Aura terngiang di kelapanya. Ia menghela napas. "Erlan capek, Bun. Mau ke kamar dulu ya," pamit Erlan tanpa menoleh ke Bundanya, dan tanpa kata lagi langsung menaiki tangga menuju ke kamarnya.

Sedangkan Friska yang melihat itu jadi mengernyit bingung. Tapi kemudian mengedikkan kedua bahunya, tak peduli. "Mas Erza kapan pulang ya? Aku udah kangen ..." gumamnya sambil mencebikkan bibir dan menghentakkan kakinya ke lantai kesal.

Erlan yang diam-diam memerhatikan bundanya dari lantai dua jadi melongo sendiri. "Duh, bunda gue beneran kesurupan hantu cabe-cabean keknya, pantes aja namanya Merah. Kek cabe. Eh, nggak ndeng, emang cabe!" monolognya sendiri. Kemudian memasuki kamar sambil bergidik ngeri.

"HUAA KAK ERLAN!"

Baru saja membuka pintu kamar, ia dibuat kaget oleh Edward yang tiba-tiba berteriak sambil bergulung-gulung di atas kasurnya.

"Edward kenapa sih?" tanya Erlan sedikit kesal dan berjalan mendekat ke anak kecil itu.

Edward menghentikan aksi gulung-gulungnya. Ia memandang Erlan dengan mata berkaca dan kedua sudut bibir yang melengkung ke bawah. "Tante jahat itu serem, melototin Edward terus. Edward kan jadi nggak bisa deketin bunda! HUEE!" adu Edward kemudian kembali menangis.

Melihat itu Erlan memijat pelipisnya, ada apa dengan hari ini? Banyak sekali masalah yang mendatanginya.

"HUEEE KAK ERLAN!"

"Aduh Edward, diem dulu kamu! Kakak juga lagi mikir nih gimana caranya ngusir tuh hantu cabe-cabean!" ucap Erlan sambil mengacak rambutnya frustasi.

===========================================

Halo haloo! Kembali lagiii, hehe. Baru selesai re-read "ALGAFA" sama "GERAL" biar bisa sesuain sama cerita ini. So ... mungkin aku bakal sering update lagi dan fokus sama ERLAN.

(Semoga saja ... Tapi ndak janji juga ...)

Mompong kuliah lagi libur dan lagi ngegabut di rumah, hehe.

Udah deh, gitu saja dari sayaa...
Semoga suka~

See you next chapter 👋
Jan lupa votment-nya 😊

Follow my IG : @alungputri_06

HAPPY READING

ERLANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang