Saingan Cinta

234 31 1
                                    

Sudah beberapa hari ini Nanon tidak terlihat di Xavier maupun di kantin. Saat istirahat, dia pasti dengan segera melesat keluar kelas sebelum siapa pun sempat sadar.

Kalau ditanya, Nanon dengan segera mengelak dan menolak menjawab.
Sebenarnya, sudah beberapa hari ini Nanon sibuk di perpustakaan untuk belajar.

Nanon tidak bisa membiarkan sedetik pun berlalu dengan sia-sia karena otaknya tidak seperti teman-temannya yang lain.

Perth, yang sudah beberapa hari ini menemani Nanon, menatapnya kasihan.

“Nanun, lo nggak mabok ya ngadepin angka tiap hari?” tanyanya tak habis pikir.

Nanon tidak bisa menjawabnya kalau tidak mau angka yang sudah dihitungnya buyar.

Perth memperhatikan mulut Nanon yang komat-kamit menghitung, lalu nyengir sendiri.

“Bener-bener hebat ya, anak kelas khusus,” komentarnya.
“Kalo gue masuk kelas khusus, mungkin di hari pertama gue langsung diturunin ke kelas reguler. Eh tunggu, kayaknya masuk untuk sehari juga nggak mungkin deh.”

“Selesai!” kata Nanon, yang telah selesai menghitung. Dia mengambil kunci jawaban dan mencocokkannya.
Ternyata jawabannya salah. “Hee?? Kok bisa salah sih?? Salah di mana??”

Nanon membiarkan kepalanya terkulai di atas meja, putus asa.
Dia tidak tahu kapan otaknya jadi setumpul ini. Mungkin karena dia sudah jarang belajar bersama anak-anak itu.

“Perth, menurut lo … apa gue bener-bener nggak bisa kalo nggak ada mereka?” tanya Nanon membuat Perth menatapnya heran, tak tahu apa yang sedang dibicarakannya.
“Apa gue orang yang nggak berguna kalo cuma sendirian?”

“Gue nggak tau apa yang lo omongin. Cuma setau gue sih, manusia tuh diciptakan bukan untuk sendirian,” kata Perth membuat Nanon memikirkan kata-katanya.

“Tapi … kalo gue bergantung sama mereka terus … mereka bakal risih juga, kan? Pada akhirnya gue jadi beban buat mereka, kan?” kata Nanon lagi.

Perth menatap Nanon lama.
Nanon memang tidak pernah mengatakan apa pun, tapi Perth tahu dia sedang bermasalah dengan teman-temannya. Perth sudah tidak pernah lagi melihat Nanon dengan Ohm dan yang lain. Perth juga sudah tahu kalau Nanon sudah tidak bekerja di Xavier lagi.

“Nanun, kalo kata gue … lo kebanyakan mikir deh,” kata Perth.

“Hmm … bener juga ya. Dari tadi kepala gue mau pecah mikirin satu soal doang. Kalo gitu gue istirahat dulu deh,” kata Nanon sambil memejamkan mata.

Perth sempat bengong karena Nanon salah paham, tapi akhirnya tersenyum melihat wajah tidur Nanon.


                                 ~~~


“Ohm, kamu kenapa sih, kok akhir-akhir ini sering banget ngelamun,” kata Prigkhing menyadarkan Ohm.

Saat itu, Ohm dan Prigkhing sedang berada di sebuah restoran. Ohm berdehem, lalu membetulkan duduknya.

“Nggak kenapa-napa kok, Prig,” katanya sambil mencomot kentang goreng dan memakannya.
Prigkhing menatapnya sangsi.

“Kamu juga jarang ngajak aku pergi. Kalo bukan aku yang inisiatif, pasti kita nggak bakal ke mana-mana,”
kata Prigkhing lagi dengan nada merajuk.

“Oh, sori, Prig. Gue akhir-akhir ini banyak PR, udah gitu gue salah satu calon yang ikut olimpiade matematika. Jadi, gue harus
sering-sering belajar,” kata Ohm.

Prigkhing mengangguk-angguk,
tapi Ohm dengan segera melamun lagi.

“Ohm, ngomong-ngomong … Nanon itu siapa, sih?” tanya Prigkhing tiba-tiba, membuat Ohm menatapnya bingung. “Mantan lo, ya?”

LOVE UNITED (OhmNanon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang