empat belas

37 6 0
                                    

Haruto datang ke Fabulo Club malam ini dan ia langsung mengenali gadis yang memakai velvet mini dress warna hitam berlengan panjang dengan potongan dada rendah itu sudah mabuk dan menempelkan pipi kirinya di meja bar. Ketika ia mendekat dan mengambil tempat di kursi sebelahnya, seorang bartender datang memperingati.

"Dia bisa sangat anarkis kalau mabuk. Kalau lo nggak mau jadi korbannya, lebih baik mengambil kursi yang agak jauh." Kata Jake yang membuat Haruto terkekeh. "I dont mind. Dia udah dari tadi di sini?"

"Mungkin sekitar dua jam yang lalu."

Haruto mengangguk saja dan memesan brandy untuk menemaninya malam ini dan membiarkan Jake pergi sebentar. Selama menunggu, Haruto mengetukan jari-jemarinya di atas meja bar yang dilapisi marmer dingin dan mengamati bagaimana separuh wajah Rei hanya tertutup oleh rambut.

"Are you sleep?" Tanya Haruto tanpa berharap balasan apapun. Namun ternyata Rei masih dapat merespon dan menggeleng pelan, "No. Im awake."

Sedetik kemudian Rei menegakan tubuhnya dan memijat pelipis dengan kedua tangannya sebelum memanggil Jake untuk meminta refill.

"Lo nggak bisa pulang ke rumah kalau semabuk ini." Keluh Jake.

"Lo bisa melempar gue ke taksi yang lewat." Sahut Rei tidak peduli. "Bring my vodka now."

"Stupid-brat."

"Berisik." Sungut Rei sebelum mulai membuka matanya dan menoleh ke arah Haruto yang kini sedang menyesap tequilanya sendiri. Rei menatapnya dengan setengah memicing, barangkali pandangan wanita itu buram dan ia berusaha memastikan. "Is it you?"

"Who?"

"Orang menyebalkan yang beberapa hari mengganggu ketenangan hidup gue." Sungut Rei yang sudah menopang kepalanya dengan sebelah tangan dan memasang wajah merengut. Haruto menyeringai ketika mendengarnya, "Who?"

"You. Watanabe Haruto." Tunjuk Rei dengan benar, namun tubuhnya hampir terhuyung karena hilang keseimbangan kalau saja Haruto tidak dengan gesit meraih lengannya. "Youre drunk but still grumpy?"

"She is." Sahut Jake yang datang untuk mengisi gelas Rei dan ia melanjutkan dengan pasrah. "Dia lebih galak, comel, dan abusif kalau lagi mabuk. Gue pernah kena cakar di leher sampai bahu, bekasnya nggak hilang sampai dua minggu."

"Oh wow. She scared me." Gumam Haruto yang dibalas tawa renyah Jake karena yang dibicarakan sudah memejamkan mata lagi dan sibuk dalam pikirannya sendiri.

"Dia memang menyeramkan. Tapi apa yang dia lalui dua tahun yang lalu jauh lebih menyeramkan." Jake kemudian tersadar kalau seharusnya ia tidak mengatakan hal tersebut dan ia segera menutup mulutnya dengan rapat sebelum menarik diri.

Haruto mengerutkan alisnya bingung, namun kerutan tersebut segera memudar saat ia merasakan remasan di ujung kemejanya yang membuatnya jadi menyadari kalau jemari mungil wanita itu adalah pelakunya.

"Mama," gumam Rei dengan lirih. Haruto bisa melihat ekspresi wajahnya yang tidak tenang cenderung merasa bersalah. Karena itu, ia sama sekali tidak dapat mengalihkan pandangannya meski waktu terus berjalan dan malam semakin larut.

Jake kembali lagi dan ia mengguncangkan bahu Rei agar temannya sadar.

"Ayo, lo harus pulang."

"Nggak. Gue masih mau di sini."

"Enak aja. Kelabnya udah mau tutup, gue juga mau pulang!"

Rei mendecak, ia kemudian turun dari kursinya dan sedikit terhuyung menabrak bagian depan tubuh Haruto. Jake dengan sigap meminta maaf dan membawa gadis itu keluar dari kelab.

Haruto mengangguk saja sambil menikmati tequilanya sampai ia merasa bosan sendiri. Pada akhirnya ia ikut keluar setelah membayar bill, dan wanita itu masih dipinggir jalan dipapah oleh Jake yang kerepotan.

Berani sumpah, Haruto tidak ingin berurusan ataupun ikut campur apapun yang berhubungan dengan wanita itu. Tapi ketika ia mengambil mobil dan keluar gerbang, simpatinya mengalahkan prinsipnya. Haruto menghentikan mobil jeepnya di depan mereka dan menurunkan kaca jendelanya untuk berkata kepada Jake.

"Belum dapat taksi?"

"Belum."

"Gue bisa antar dia pulang. Apa lo tahu alamat rumahnya?"

Jake kelihatan ragu mulanya, namun Haruto menambahkan. "Gue nggak punya niat jahat buat menculik teman lo dan gue nggak mabok. Ini murni karena dia pernah menolong gue waktu high dulu. Lo bisa ikut juga kalau nggak percaya."

"I cant. Gue masih harus beres-beres cukup lama." Jake berdeham. "Kalo gitu gue bakal menitipkan dia kepada lo walau gue merasa dia bakal menghabisi gue besok pagi."

"Apa alamatnya?"

"Apartemen The Great Lotus, kamar nomor 1501, lantai 15."

"Okay." Haruto membuka pintu tersebut dan membiarkan Jake membantu Rei untuk duduk sebelum memasang sabuk pengamannya. "Gue bakal foto plat mobil lo sebagai jaminan." Ucap Jake serius.

"Lo mau pegang kartu nama gue sekalian?" Tawar Haruto untuk meyakinkan Jake, namun lelaki itu cuma merapatkan bibir dan menggeleng. "Gue titip dia baik-baik."

Haruto memberi klakson sebelum melajukan mobilnya menjauh dari kelab malam. Ia tidak bisa mabuk ketika ia disapa kesedihan nyata di wajah cantik wanita di sebelahnya.

Cantik.

Haruto mendengus saat memikirkan kata itu yang diikuti oleh gumaman samar wanita yang perlahan tersadar di sebelahnya.

"I think you said dont cross the line." Ucapnya dengan suara serak yang menggelitik. Haruto menjawab, "gue sedang membayar hutang budi yang gue buat tanpa sengaja sama lo. Lo bilang nggak mau dibalas sama uang ataupun badan gue."

"Gue memang nggak mau dibalas dalam bentuk apapun." Jawab Rei yang kini mencari posisi nyaman. "But thank you. Pulang sama lo kayaknya ide yang lebih baik daripada dilempar ke taksi."

"Exactly." Jawab Haruto pongah. Ia mengendarai mobilnya dengan baik sementara keheningan menyapa mereka kemudian. Hanya suara deru napas teratur dan itu berasal dari wanita di sebelahnya yang sudah terlelap seperti bayi.

Haruto menyunggingkan senyum hanya karena melihatnya.

B; rei • haruto (fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang