"I know you've met her."
Wanita yang masih cantik diusianya yang menginjak akhir empat puluh itu berkata kepada suaminya yang sedang memunggunginya sambil melepaskan jam tangan. "does she make you curious and attract your attention again?"
"Are you just talking about that slut, Honey?"
"Mocking her only makes you look disapproving because she has changed while you still care about her life, Joohyuk." Jawab wanita itu yang dengan jelas menyebutkan nama korea milik suaminya—nama yang merupakan pemberian dari wanita di masa lalu lelaki itu. "Are you still loving her?"
"No. You wrong. I dont fucking care about her life anymore and i hate her for my whole life."
"Then why you meet her at the Han river five days ago?"
"To prove that my decision is not wrong." Mr. Naoi memejamkan matanya ketika sepasang tangannya terkepal dengan erat. "And before you ask, it was my decision to leave her and marry you."
Istrinya tidak lagi berbicara dan Mr. Naoi menarik napasnya dalam. "You don't have to be afraid I will return to her. I would never do it. I will defend and improve our family, Honey."
"How can?"
Mr. Naoi mendekati wanita itu dan berjongkok di hadapannya sambil menggenggam kedua tangan tersebut dengan sangat erat. "You are with me. Ni-ki with his girlfriend. Soon Rei will forget the past and accept you, accept us, so that we can all live like normal families."
"Apa kamu yakin?"
Mr. Naoi mengangguk dan kini ia sudah tersenyum ke arah wanita itu. "Kita akan makan malam bersama dan aku akan menunjukan kepada kamu kalau kemungkinan itu akan jadi nyata, Honey."
"Jadi bersabarlah."
...
...
Rei paling malas berkumpul di meja makan dan melihat wajah tiga dari empat orang yang paling ia benci malam ini. Namun ia memilih menyimpan tenaganya untuk hal lain daripada berdebat seperti mengobrol dengan pacarnya sepanjang malam seperti yang akhir-akhir ini dia lakukan ketika merasa kesepian.
"Mr. Watanabe mengundang keluarga kita ke acara pembukaan dua resort barunya di Sokcho yang akan diadakan mulai lusa selama dua hari." Ucap Mr. Naoi membuka pembicaraan dan ia memutar pandangan ke arah mereka disertai senyum hangat. "Papa harap kalian meluangkan waktu untuk acara tersebut."
Rei tidak terkejut ataupun menjawabnya, ia sudah mendengar mengenai hal tersebut dari Haruto beberapa hari yang lalu dan lelaki itu sudah mengoceh panjang lebar memintanya meluangkan waktu setidaknya dua hari. Rei menyetujuinya karena ia pikir ia juga butuh liburan, tapi mendengar apa yang dikatakan ayahnya tadi, ia sama sekali tidak merasa hal itu akan menyenangkan.
"Aku akan mencoba untuk mencocokan waktu." Jawab Ni-ki yang alasan kepulangannya masih tidak Rei ketahui atau lebih tepatnya tidak tertarik untuk Rei cari tahu.
Mr. Naoi tersenyum lebar dan menambahkan, "Kalau bisa kamu ajak pacarmu juga. Papa ingin bertemu dengan Liz."
Semakin tidak terlihat menyenangkan.
Rei memutar kedua bola matanya dengan jengah dan ia menyesal karena hal itu membuat perhatian ayahnya kini teralih kepada dirinya.
"Stop rolling your eyes, Kirei."
Rei mendecak. "Kenapa sih? Yang aku putar mataku sendiri bukan mata Papa. And please, stop calling me with that silly nicknames. I hate it."
Mr. Naoi mengabaikan keluhan putrinya dan ia bertanya. "Kamu bisa ikut kan?"
"Nggak tahu deh."
"Haruto juga akan ada di sana." Sahut Mr. Naoi seolah sedang mengiming-imingi anak kecil. Rei kembali memutar kedua bola matanya dan wanita di hadapannya membuka suara. "Apa kamu dan Haruto berkencan?"
"Sekarang kamu penasaran juga sama hidupku?"
"Kirei."
Rei mengeratkan rahangnya dan ia pikir, pada akhirnya ia akan membuang tenaga untuk meladeni mereka.
"Do you guys also expect me to accept and forget everything that happened over the last two years? No, i cant. I still remember all over that time. Dan semakin lama aku di rumah ini bersama kalian semakin besar juga kebencian aku." Rei mengerutkan alis karena tenggorokannya terasa kaku untuk bicara, namun dia memaksakannya. "I cant. I can't even if it's just pretend."
"This family is already broken. Can you see it clear, Pa? Nggak ada yang bisa membetulkannya sekeras apapun kalian berusaha. Nggak ada yang bisa benar-benar menghapus lukanya. No one cant."
"My attitude is rude, selfish, and childish. A few hours ago, someone even said I'm the reason everyone can't be happy. But this is me who is trying to defend myself so that I can live. So don't force me to do more than this. I always think about dying every time I think about it." Tandas Rei yang kemudian bangkit dari duduknya tanpa memedulikan tatapan mereka.
Apalagi tatapan lelaki bermata sipit yang menatap kepergiannya tanpa kata.
KAMU SEDANG MEMBACA
B; rei • haruto (fanfiction)
Fiksi Penggemar"Do we look like a butterflies?" - 2022 by sweetjjie