empat puluh sembilan

38 2 0
                                    

"Kau tak perlu tahu
seberapa besar
aku menyukai dirimu.

Hatiku yang menyukaimu
hanyalah milikku,
rasa rinduku penuh
dan meluap meski hanya
milikku sendiri.

Kini aku bisa menyukaimu
meski hatimu milik orang lain."

Rei bisa merasakan kehangatan yang tiba-tiba datang dari balik tubuhnya dan ia tahu kalau orang itu adalah orang yang sama yang menghindarinya seharian ini.

"Kini aku bisa menyukaimu meski tanpa dirimu—adalah bait yang benar dari puisi Aku dan Kau dalam buku I See You Like Flower." Ralat Rei yang kemudian menyandarkan kepalanya di bahu lelaki itu dengan nyaman sementara Haruto mengeratkan dekapannya. "Aku hanya menyesuaikannya dengan perasaanku."

Rei memutar tubuhnya spontan dan menatap Haruto bingung. "Apa maksudnya dengan perasaanmu?"

Lelaki itu merengkuh wajahnya dengan satu tangan bersamaan dengan lampu yang meredup disusul masuknya sebuah instrumen klasik.

"Aku rasa," ia menarik napas dalam. "Kalau dibayangkan aku lebih bisa menoleransi hatimu milik orang lain daripada kepergian kamu." Jawab Haruto sambil membelai pipi Rei dengan ibu jarinya.

"Aku rasa, aku nggak melakukan keduanya."

"Kan kalau dibayangkan."

Rei melototinya dengan kesal, "Berhenti membayangkan hal yang nggak perlu. Kamu mau mengajak bertengkar ya?"

"Mana ada."

Haruto menunduk dan menyatukan kening mereka ketika secara naluri mereka mulai berdansa seperti yang lain. Dalam keremangan ini, kecantikan wanita itu bahkan masih menyihirnya. Haruto tentu tidak akan memberitahukannya kepada Jeongwoo mengingat apa yang dikatakan lelaki itu dulu walau mungkin Jeongwoo sudah mengamati mereka dari sudut lain ruangan.

"Rei,"

"Apa?"

"What if im marry you?"

Sudut bibir wanita berkedut dan ia bertanya geli. "Sekarang, kamu melamar aku tiba-tiba?"

"Kali aja diterima."

"Sebulan yang lalu kita bahkan nggak saling mengenal."

"Mama bilang, kita pernah playdate beberapa kali waktu kecil."

"Apa aku satu-satunya yang nggak ingat?"

"Aku juga." Jawab Haruto dengan pasrah sementara Rei sudah menertawainya. Wanita itu kini mendekatkan bibirnya di telinga Haruto sebelum berujar, "You fool."

"Make sense. Love is fool." Jawab Haruto diikuti kecupan singkat di pelipis wanita itu. Senyum di bibirnya mengembang sebelum Rei menjauhkan diri dan mendongak. "Aku mau ambil minum, kamu mau apa?"

"Aku ikut,"

Rei mengangkat kedua alisnya dan menyahut, "Ngapain? Kamu di sini aja, bilang aja, kamu mau apa?"

"Kamu."

"Aduh, males deh,"

Haruto tertawa renyah, telunjuknya terangkat untuk menoel hidung Rei sebelum ia menyahut. "Apapun asal jangan alkohol,"

"Kay." Sahut Rei yang kemudian melangkah menuju meja berisi barisan minuman. Salah satu pelayan menjelaskan beberapa minuman yang tersedia dan Rei tampak menimangnya sebelum kedatangan seseorang menginterupsi.

"Haruto paling suka minuman bersoda," celetuk orang itu yang membuat Rei terdiam sesaat sebelum tersenyum kecil sambil menyentuh salah satu gelas tinggi berisi sampanye. "Well,"

"Aku Rima, mantan pacar Haruto," orang itu memperkenalkan diri dan menatap Rei yang terlihat mulai tertarik menanggapinya jadi menoleh. "Ah, mantan pacar Haruto," jawabnya merasa lucu.

B; rei • haruto (fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang