enam belas

35 6 0
                                    

Rei merasa kepalanya masih sangat pening ketika panas sinar matahari menembus ke dalam ruangannya. Mungkin ia lupa menutup gorden semalam karena seingatnya ia menghabiskan banyak waktu di Fabulo Club untuk menghilangkan penat. Benar. Ia pergi ke Fabulo Club semalam. Tapi bagaimana caranya ia pulang?

Rei bertanya-tanya dalam pikirannya sendiri lalu ia kemudian mengingat eksistensi Jake yang selalu siap melemparnya ke dalam taksi setiap kali ia mabuk berat. Ia pasti pulang dengan cara itu dan ia merasa tidak perlu memakai otaknya untuk berpikir lagi karena ia masih lelah. Sangat-sangat lelah sampai semua badannya terasa linu.

Kemudian wanita itu mengganti posisi tidurnya karena bahu kirinya mulai pegal dan kesemutan akibat tidur menyamping. Rei berbalik, tapi setelahnya ia dikejutkan oleh sesuatu yang melingkari pinggangnya dengan erat dan terasa hangat.

Detik itu hanya banyangan sebuah ular yang lewat di kepalanya dan teriakannya langsung memecah keheningan. Rei berdiri untuk mencari di mana ular tersebut, tapi satu-satunya yang ada hanyalah seorang laki-laki raksasa yang tengah mengerang dan menyembunyikan wajahnya di bawah bantal.

"WHAT ARE YOU FUCKING DOING HERE?!"

"You better shut up, Lady Grumpy!"

Rei menunduk untuk merampas bantal tersebut dari wajah Haruto yang tentunya membuat lelaki itu menggeram. "Apa lo nggak bisa membiarkan gue tidur dengan tenang? Gue baru tidur sebentar!"

"Kenapa juga lo baru tidur sebentar?" Sahut Rei dengan horor. Ia kemudian melirik penampilannya di standing miror di sisi ranjang sebelum menjadi semakin histeris.

"DID YOU RAPE ME?!"

"OF COURSE NOT." Bentak Haruto emosi. Lelaki itu akhirnya bangun juga dari tidurnya dan ia menatap Rei yang berdiri dengan kaos kegombrongan di badannya itu sedang melakukan gestur siaga dengan konyol. "Who do you think you are?" Kata Haruto sinis.

"Shut up. I just defending myself from you." Seru Rei defensif. "What we do last night? You rape me? We make out?"

Haruto mengusap gusar wajahnya dan ia semakin mengacak rambutnya karena kesal. "Lo benar-benar sangat menyebalkan."

"Jawab dulu pertanyaan gue!"

"Here." Kata Haruto sambil memberikan gestur tangan kepada Rei supaya wanita itu mendekat. Namun jawabannya adalah gelengan kepala yang membuat Haruto melotot. "Duduk dulu sini!"

"No. You scared me."

Haruto memutar kedua bola matanya dan mengangkat tangan pasrah. Lelaki itu kemudian memutar pandangan lalu mengambil beberapa barang seperti termometer, baskom, dan kain basah kepada Rei.

"Gue nggak ngerti."

"Such a fool. Not surprised." Ujar Haruto dengan senyum menahan kesal yang membuat Rei tersinggung.

Wanita itu akhirnya mendudukan diri dan mendekat untuk bertanya. "Siapa yang demam?"

"YOU. OF COURSE ITS YOU." Seru Haruto dengan gemas. "Gue pikir lo bakal mati karena badan lo benar-benar basah sama keringat dan lo mulai meracau dengan tubuh menggigil. I have no idea last night. You said it usually goes away on its own but i dont even trust you. Gue pikir lo bakal mati semalam dan kalo lo mati—"

Haruto menyipitkan mata ketika ia ragu untuk melanjutkan saat wajah Rei menunjukan ia sedang mendengar kata-katanya dengan baik.

"Kalo lo mati, gue nggak mau dituduh dan jadi tersangka karena jadi orang terakhir yang bersama lo." Tandas Haruto dibalas Rei yang memutar kedua bola mata dengan jengah.

"You dont even thank you me."

"You first." Sahut Rei tidak mau kalah. "Lagian lo bisa bawa gue ke rumah sakit daripada ke sini. Kenapa repot-repot begadang mengurus gue?"

"Tadinya lo nggak demam. Youre just drunk."

"Masa iya gue tiba-tiba demam?" Balas Rei tak percaya sehingga otak Haruto memutar kembali apa yang terjadi semalam ketika Rei mulai bercerita tentang kejadian buruk yang dia alami dua tahun yang lalu. Namun Haruto memilih mengunci rapat mulutnya mengenai hal itu dan kembali memarahi Rei. "Lo harusnya tanya sama diri lo sendiri semalam! Lo mengeluarkan banyak omong kosong."

"Oh?" Rei menyeringai dan ia semakin mendekat untuk meledek Haruto yang membuang muka darinya. "Apa gue memaki lo semalaman? Kalau iya, itu bukan omong kosong. Gue nggak pernah mengatakan omong kosong kalau mabuk. Itu lautan kejujuran."

"Really?" Haruto membalasnya sambil menoleh sehingga jarak di antara mereka terkikis tiba-tiba. Seringaian di wajah Rei meluntur saat ia menyadari tatapan lelaki itu ke arah bibirnya sekarang. "So, when you said everytime we get this closer you wanna kiss me is true?"

"I..." Rei kehabisan kata-katanya dan ia langsung mengeluarkan sumpah serapah ketika Haruto kini menertawainya dengan sangat puas.

"You liars. Gue nggak pernah bilang kayak gitu! Get out of my place now!" Geram Rei yang segera mendorong Haruto supaya pergi. "Get. Out. Now!"

Haruto menuruti perkataan Rei tapi ia tidak juga menghentikan tawa mengejeknya yang sangat menyebalkan itu.

Rei mendecak. Ia mengipasi wajahnya yang panas dan mulai memerah seperti kepiting rebus sebelum mengerang tak habis pikir. "I hate men." Umpatnya yang langsung melarikan diri ke kamar mandi dan membuang kaos besar dan jelek bertuliskan Happy Birthday Kirei dengan banyak foto muka jeleknya tersebut sangat jauh.

Duh. Kenapa juga dari sekian banyak baju ganti Haruto harus memilih yang itu? Rei harus membakar baju itu habis ini.

B; rei • haruto (fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang