14. Jawaban Ke-dua

41 11 0
                                    

Lino melajukan motornya pelan. Sudah pukul 10 malam. Pemuda itu baru berniat untuk pulang.

Dalam perjalanannya ia berpikir keras. Apa kesalahan yang di maksud Yeji. Apa itu? Kenapa pikirannya tidak dapat bekerja dengan baik? Pemuda itu mempercepat laju motornya.

Memasuki gerbang kompleks pikiran Lino teralihkan pada bagaimana caranya menjelaskan apa yang terjadi kepada orang tuanya. Terutama sang mama. Wanita itu sudah menaruh begitu banyak harapan pada Lino. Dia pasti sangat kecewa jika mendengar apa yang telah ia lakukan hari ini.

Ddaanggg...

Lino baru saja tersadar. Kecewa. Yah, tentu saja jawabannya kecewa.
Ia telah mengecewakan mama dan papanya, mengecewakan adiknya, mengecewakan teman-temannya, dan juga mengecewakan Yeji.

Lino menunduk lesu. Ternyata begitu banyak yang merasakan dampak dari perbuatannya.

Ya, tentu saja Lino berniat untuk meminta maaf kepada seluruh orang yang telah ia kecewakan. Tujuan pertamanya sekarang adalah sang mama.

Lino berdiri tegak di depan pintu putih yang siang tadi ia tinggal pergi. Tangannya ragu untuk membukanya. Dahulu saat ia meluapkan amarahnya ia tidak pernah merasa seresah ini.

Perlahan tangannya mendorong pintu itu dengan pelan. Gelap. Rumahnya sekarang gelap. Apakah tidak ada orang? Kemana mama papa dan juga adiknya?

Ahh.. ini pukul 10 lebih. Sudah sewajarnya jika mereka tidur. Lino berjalan menunduk. Pemuda itu menghela napasnya panjang. Ada sedikit kelegaan di sana. Ia bersyukur tidak harus menghadapi kedua orang tuanya malam ini.

Tapi sampai kapan kelegaan semu ini akan berlangsung? Toh kedepannya harus Lino hadapi. Dengan seperti ini hanya akan kian menambah sesak yang bergumul di dadanya.

Pemuda itu memiringkan senyumnya. Berdecih pelan. Ya, Lino sedang menertawakan betapa pengecutnya dirinya.

"Lino." Suara berat yang sangat Lino kenali terdengar dari arah ruang keluarga rumah besar itu. Lino jelas tahu siapa itu. Seorang pria duduk di sofa panjang dengan seorang wanita yang amat ia sayangi duduk di sampingnya.

"Kemarilah!" Perintah suara itu dengan nada yang datar. Lino meneguk ludahnya kasar. Dia pun berjalan mendekat masih dengan kepala tertunduk.

"Apakah ada yang ingin kau jelaskan?" Tanyanya lagi.

"Maafin Lino pa." Ucap Lino lirih.

"No, papa tau. Papa tidak pantas marah padamu. Atau menasehatimu. Karena papa pernah jauh lebih buruk dari apa yang kamu lakukan hari ini." Ucap Jaejoong dengan menghela napas di akhir kalimatnya.

"Papa di panggil ke sekolah hari ini. Jujur papa sangat terkejut. Kamu tidak pernah melukai orang sebelumnya. Apa alasanmu melakukannya?" Tanya Jaejoong.

Lino menunduk lama. Tak berani menjawab.

"Hari ini papa melihat mamamu kembali menangis." Ucap Papa Lino. Lino mengangkat wajahnya, menatap sang mama yang menampilkan wajah sendunya. Lino membulatkan matanya, terkejut dengan apa yang baru saja ia dengar. Mamanya menangis? Karena dirinya?

"Itu sesuatu yang tidak pernah papa inginkan. Sudah cukup papa melihat mamamu menangis. Papa tidak ingin itu terjadi lagi." Ucapnya.

"Bisakah kau jujur?" Tanya pria itu lagi.

"Maafkan Lino sudah mengecewakan papa dan mama." Hanya itu yang mampu Lino ucapkan setelah diam cukup lama.

"Tadi sore Yeji kemari." Lino kembali membulatkan matanya.

"Gadis itu menceritakan semua yang terjadi." Lino yang mendengar itu mengepalkan tangannya .

"Awalnya kukira gadis itu membawa pengaruh baik untukmu. Selama berpacaran dengannya, kau tak pernah melukai dirimu lagi." Ucap Jaejoong dengan perlahan. Namun adanya nada sinis di sana membuat Lino menegang. Tangannya kian mengepal kuat.

Deepest Love - Yeji Leeknow (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang