19. Jarak

49 9 0
                                    

Hari berganti minggu, minggu berganti bulan. Tak terasa sudah hampir satu tahun Yeji dan Lino berstatus sebagai sepasang kekasih.

Fluktuatifnya hubungan tentunya telah mereka lalui. Kadang kala hubungan mereka sangat manis, kadang juga mereka merasakan pahit. Ya bagaimana lagi. Iklan kripik berkata  life's never flat!!

Seperti beberapa hari terakhir ini. Hubungan mereka bisa dibilang dalam posisi terendahnya. Tidak ada yang salah sebenarnya. Hanya saja, kurangnya komunikasi membuat timbul pertanyaan yang seharusnya bermunculan dalam kepercayaan mereka pada satu sama lain.

Yeji merasa dirinya sama sekali tak dianggap penting karena tak dilibatkan dalam masalah Lino. Sementara menurut Lino ia tak mau membebani Yeji dengan permasalahan yang sedang ia hadapi. Ia tak mau gadisnya itu khawatir tentunya.

Sudah hampir tiga hari Yeji tak menanggapi apapun yang Lino lakukan. Yeji tak menjawab sekalipun panggilan yang ia sambungkan. Membalas pesan pun tidak. Lino kelimpungan? Tentu saja iya!!

Lino akui, tidak seharusnya ia menyembunyikan hal ini dari Yeji. Tapi mau bagaimana lagi? Semuanya sudah terjadi.

Pemuda itu kini berada di depan pintu besar rumah Yeji. Mengetuknya agak nyaring. Sebab tak ada jawaban sama sekali semenjak lima belas menit yang lalu.

"Jiiii!!!!!! Kakak mau ngomong nih!!!" Teriak Lino untuk kesekian kalinya. Ia tahu, pasti Yeji bahkan melarang asisten rumah tangganya untuk membukakan pintu untuknya. Buktinya pintu ini tertutup. Biasanya pintu ini akan segera terbuka begitu ia datang. Jika bukan Yeji, pasti bibi di rumahnya yang membukakan pintu.

"Hufftt..." Lino menghembuskan napasnya kasar. Ia tak tahu harus bagaimana lagi. Sepertinya kali ini Yeji benar-benar marah.

Lino tetap berdiri di teras rumah Yeji sampai beberapa lama. Ia baru bisa memasuki rumah itu ketika mama dan papa Yeji pulang ke rumah.

"Lagi marahan ya?" Tanya mama Yeji ke Lino. Perempuan itu ikut mendudukkan dirinya di sofa ruang tamu. Lino mengangguk ragu. Tangannya bergerak menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Berapa hari ngambek No?" Tanya papa Yeji yang baru saja memasuki rumah. Beliau masuk kemudian karena harus memarkir mobilnya terlebih dahulu.

"Kayaknya udah tiga hari ini Om." Jawab Lino diiringi seringai kecilnya. Pemuda itu salah tingkah.

"Lumayan juga tuh. Pasti berat ya No. Yeji kalo nyuekin orang bisa sampe bener-bener gak ngomong apa-apa." Respon papa Yeji.

Lino mengangguk kaku. Ucapan papa Yeji sangat tepat.

"No, kita mau ke atas dulu nih. Baru pulang. Dari pagi nih. Mau bersih-bersih." Ucap mama Hwang pada Lino. Lino pun kembali mengangguk. Tidak mungkin Lino menahan mereka kan?

"Lino langsung ke kamar Yeji aja ya!" Ucap papa Yeji. Lino membulatkan matanya. Ke kamar Yeji?

"K-kkke kamar Yeji Om?" Gugup Lino.

"Iya. Itu anak kalo ngambek gak bakal bisa disuruh turun. Mending kamu aja yang naik ke atas." Sambung papa Yeji lagi.

"Nggak papa nih Om?" Tanya Lino takut.

"Nggak papa. Kamu nggak mau ngapa-ngapain anak saya kan?" Tanya pria Hwang itu. Matanya berubah menatap Lino menyelidik.

"Ya enggak lah Om. Maksud Lino bukan gitu." Jawab Lino semakin gugup.

Papa Hwang terkekeh geli. "Om paham kok No. Kali ini papa ijinin kok. Toh kamar Yeji keliatan dari kamar Om." Ucapnya lagi. Keduanya pun berjalan menaiki tangga.

Melihat itu Lino pun akhirnya bangkit. Bermaksud menaiki tangga juga menuju kamar Yeji.

"Oh iya. Pintunya nggak boleh ditutup ya Lino!" Ucap papa hwang dengan nada yang dibuat serius. Suara beratnya terdengar mengintimidasi. Lino hanya bisa mengangguk patuh.

Deepest Love - Yeji Leeknow (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang