Prolog

11.2K 57 5
                                    

Prolog

HARI ini sekitar pukul sebelas sebelum waktu istrahat makan siang, Ibrahim Baldwin mendapat telepon dari asisten pribadinya kalau ibunya pingsan saat sedang menyiram tanaman. Ibra yang sedang bersantai di ruangannya langsung membatalkan rapat penting bersama jajaran stafnya yang akan dilangsungkan setelah makan siang dan bergegas pergi didampingi Alex asisten pribadinya dan juga Joko yang merupakan supir pribadinya.

Setelah melalui terik matahari dan padatnya ibukota, Ibra malah dihadapkan dengan ibunya yang sedang asyik meminum teh di taman samping rumah. "Kalau Mama nggak bilang Mama sakit, kamu nggak mungkin dateng sayang." kurang lebih begitu jawaban ibunya begitu ia bertanya, "Kenapa harus pura-pura?"

Setelah ibunya mengatakan kalau ingin membicarakan hal yang penting, Ibra langsung menyuruh Alex dan Joko untuk keluar.

Aria Baldwin sebenarnya bermaksud untuk mengenalkan putra sulungnya dengan anak dari rekan kerja almarhum suaminya— Michael Dermin. Karena satu dan lain hal yang belum ingin ia katakan.

"Ma, Ibra ini udah punya pacar lho Ma, pacarnya Ibra juga perempuan kok. Ini kesannya kayak Ibra jomblonya ngenes banget, sampe dijodohin segala."

Aria tertawa pelan lalu menyeruput tehnya yang sudah tinggal setengah gelas. "Mama nggak pernah bilang kamu jomblo, dan mama juga nggak pernah bilang kalo kamu pacaran sama cowok sayang."

"Terus tadi apa?"

"Emang barusan Mama bilangnya apa?"

Ibra berdengus pelan. "Di kenalin. Emang sih, tapi kalau udah kenalan, terus apa? Di nikahin kan pasti?"

"Bra," Aria mengelus jemari anak lelakinya itu. "Mama udah nggak muda lagi lho, Mama juga pengen gendong cucu."

Lelaki itu mengacak wajahnya. "Mah, Ibra itu udah punya cewek. Kalau Mama mau cucu, ya dari cewek Ibra yang sekarang aja dong."

"Sayang, kamu kenalan dulu sama anaknya om Mike, ya?"

Ibrahim mengesah. "Om Michael Dermin? temennya Papa?"

Aria mengangguk membenarkan. "Iya, nanti kamu kenalan ya. Kamu sama anaknya om Mike temenan  aja dulu, mau ya?"

"Ma, Ibra nggak—,"

"Bra, ini juga salah satu wasiat Papa kamu sebelum dia pergi. Masa kamu nggak mau? Kamu nggak sayang sama Papa kamu? Sama Mama?"

Ibrahim melongo, jas hitamnya sudah tersampir di pinggiran kursi. "Wasiat apa lagi sih? Ibra males deh kalau Mama mulai ngomong gini."

"Mama ngomong apa adanya sayang,"

"Yaudah kalo gitu, kapan acaranya?"

Aria tersenyum sumringah, menampakkan jejeran giginya. "Acaranya besok sore di Restoran Banica,"

"Ibra usahain deh, Ma."

"Lah? Kok pake diusahain? Harus dateng dong, ada Om Michael juga nanti." Aira mengancam putranya.

Ibra mengangguk lesu. "Iya Ma."

**

Cewek semampai dengan rambut cokelat gelap itu tengah berlari  di atas treadmill dengan menggunakan celana panjang ketat hitam dan tanktop berwarna biru muda. Di telinganya melekat airpods yang tengah memainkan lagu-lagu bermusik semangat.

Ayah's Calling

"Halo Ayah?"

"Kamu dimana nak?"

Limerence  🔞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang