Part 12

3.1K 13 4
                                    

bagian dua belas

Safalia Dermin

"LEX nanti lo nyusul ya besok," ujar Ibra kepada Alex yang berdiri sedang di sampingnya. Cowok itu hari ini pakai kaos hitam dilapisi jas berwarna abu-abu, sedikit timpang dengan penampilan Ibra yang hanya mengenakan kaos berkerah dan celana pendek juga sepatu berwarna putih.

"Siap bos,"

Alex memang hanya mendampingi gue, Ibra, Tata, dan Calvin—asisten Ibra yang lain, yang wajahnya baru pernah gue lihat— sampai di Bandara. "Ambil flight pagi aja Lex, tapi sekalian jemput dia dulu."

"Siap bos, tapi dia udah...?"

"Udah gue bilangin, dia tau kok."

Alex mengangguk yakin setelah paham apa maksud Ibra. Dia yang dimaksud sama mereka berdua juga gue udah bisa nebak itu siapa, udah nggak heran lagi gue.

Setelah berbincang dengan Alex, Ibra berbalik menatap gue, "KTP lo mana?"

"Ada. Mau diapain?"

"Mau gue bakar." Ujar Ibra sarkas. "Ya buat check in lah bego. Mana sini."

"Bilang dong," Gue langsung membuka tas selempang gue dan mengambil dompet dan mengeluarkan KTP gue—sambil merengut saja.

"Lo tunggu disini," omongannya Ibra judes banget suer. "Tari," pandangan beralih ke Tata dan Calvin yang lagi sibuk nempelin stiker Baldwin Groups di koper kita semua sebagai penanda.

"Iya bos?"

"Tolong nih jagain temen kamu, entar ilang." Ujar Ibra sambil berlalu menuju tempat check in, dan disambut tawa dari mereka bertiga.

Selepas Ibra, Alex dan Calvin pergi, gue dan Tata langsung mencari tenpat untuk duduk,  "Mau makan nggak?" Tata berujar. "Lo terakhir makan tadi siang loh,"

"Nggak Ta, lo tau sendiri gue paling males kalau makan sebelum naik pesawat,"

"Tapi Sa,"

Gue menatap Tata dengan tatapan yakin. "Buat gue, cemilan aja Ta."

Tata mengangguk sambil tersenyum, lalu bergegas memesan Roti yang memiliki rasa kopi dan wanginya gue suka. Yah, setidaknya lebih baik daripada harus makan berat. Gue punya panic attack soal ketinggian, makanya setiap kali mau naik pesawat gue selalu parno dan nggak nafsu makan.

"Rotinya gue pesenin dua ya."

"Gila lo, satu aja. Ngapain banyak-banyak?" Gue berdesis menatap menatap Tata yang tengah serius menatap gue.

"Kan takutnya lo laper ege, pengganti nasi,"

Gue menahan tangan Tata yang hendak mengacungkan dua jari sebagai isyarat untuk dua pesanan. "Gue tuh bukan ngehindarin nasinya Tata, tapi emang nggak suka makan kalau mau flight,"

"Iya gue tau." Dia tetap berusaha melepaskan tangan gue dan mengacungkan dua jari.

"Terus ngapain masih mesen dua?"

"Satunya lagi buat Bos gue, dia juga suka roti kopi." Tata menatap gue sinis tapi kayak pelawak, nggak ada sangar-sangarnya. "Tanggung jawab saya itu bukan cuma kamu ya Mbak Safa, ada Bos saya juga."

"Iye dah si paling nurut sama Bosnya."

Tata hanya terkekeh mendengar jawaban asal gue.

**

"Flight-nya lima belas menit lagi bu, semua kopernya udah masuk bagasi. Ini tas-tas kecilnya mau saya bantu angkatin?" ujar Calvin yang membuat tangan gue semakin dingin, grogi. "Bu Safa, mau saya bantuin?" Ulang Calvin karena belum mendapat balasan dari gue

Limerence  🔞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang