Setiap berdoa kepada Tuhan, Jane selalu meminta panjang umur, kesehatan untuk dirinya dan Jonathan, rejeki, kelancaran dalam berkuliah, dan lain sebagainya. Namun, kini doanya bertambah satu hal. Ia berharap tidak bertemu dengan Julian sampai ia lulus nanti. Tentu itu hal yang tidak mungkin terkabul karena Julian juga merupaka dosen yang pastinya akan datang ke kelas.
Layaknya hari ini. Meskipun sudah beberapa minggu disini, melihat Julian masuk ke kelasnya membuat Jane kesal. Masih terlintas dibenaknya kalimat Julian yang mengharuskan Jane diawasi oleh dirinya. Membayangkan berdua saja kemana-mana dengan pria itu, membuat Jane memilih untuk tetap berada di apartemen daripada keluar. Jika lapar, ia akan masak atau memesan makanan lewat online.
Normal saja sebenarnya perilaku kedua orang itu ketika di kelas. Julian mengajar seperti biasa, dan Jane pun belajar dengan serius. Hingga kelas berakhir, semua biasa saja.
"Jane Wilson." Panggilan dari Julian itu membuat sang empunya nama yang awalnya ingin langsung keluar, terhenti.
"Ya?"
"Bisa bicara sebentar?"
Jane tak buru-buru menjawab sampai akhirnya ia mengangguk. Dari nada bicaranya, Julian tampak serius.
"Aku akan menunggumu di cafe dekat apartemen kita jam 7 malam," kata Julian.
"Kenapa harus disitu? Disini saja. Aku tak punya banyak waktu."
"Tidak bisa. Aku ingin bicara serius denganmu. Jangan terlambat, karena aku tak suka itu," ucap Julian seraya melangkahkan pergi.
Jane mengepalkan tangannya kesal. Ingin meledak rasanya. Kalau saja ia tak ingat ini di kampus, mungkin wajah Julian sudah terluka karena bogem mentah dari Jane.
Gadis yang memakai kaos hitam dengan celana jeans birunya ini pergi ke kantin untuk membeli minuman. Haus sekali ia karena menahan kekesalannya dengan Julian.
"Jane!!"
Seukir senyuman terbentuk ketika ia melihat David bersama temannya menghampiri.
"Hi, Dav."
"Tumben sekali kau pergi ke kantin," kata David.
"Ya, aku sangat haus. Kebetulan memang jam kelasku sudah habis."
"Oh, benarkah? Sayang sekali. Artinya kita tidak bisa pulang bersama. Aku masih harus masuk ke 2 kelas lagi."
"Tak apa. Lain kali kita akan bersama."
"Oh iya, kenalkan. Dia adalah temanku, Alfred. Dan ini adalah Jane, wanita yang kuceritakan padamu," ucap David pada temannya.
"Alfred Hugo." Lelaki yang juga tak kalah tampan itu, mengulurkan tangannya.
"Jane Wilson."
"Jane kau tau? Kau adalah wanita pertama yang bisa membuat David kembali kuliah."
"Benarkah? Sebelumnya ia tidak rajin?"
"Rajin? Mungkin kata itu sudah tak ada artinya lagi untuk David," canda Alfred yang berhasil mendapat pukulan di perutnya.
"Jangan dengarkan dia, Jane. Dia sudah tidak waras," sahut David yang membuat Jane tertawa.
Bersama dengan David, membuat Jane tenang. Ia akan melupakan masalah yang terjadi karena candaan dari pria itu.
Pukul 6 kurang lima belas menit, tapi Jane masih betah berada di rumahnya. Ia ragu apakah harus pergi bertemu Julian!?
Ponsel milik Jane berbunyi.
"Ada apa?" Jawabnya ketus setelah melihat nama Julian disana.
"Benar-benar tidak ada sisi wanitanya kau ini, Jane."
KAMU SEDANG MEMBACA
Halcyon
RomanceJane mencintai Julian. Sosok pria yang setara umurnya dengan ayahnya. Tapi, Jane juga mencintai David. Pria yang umurnya sama dengan dirinya. Kemanakah dia harus melabuhkan hatinya?