Sempat ada perdebatan ketika David mengajak Jane untuk ikut dengannya ke Washington. Lelaki itu sedikit memaksa awalnya, tapi Jane bersikukuh kalau tidak masalah menjalani hubungan jarak jauh. Mungkin bagi Jane biasa saja, bagi David itu sangat menyiksa. Apalagi hubungan mereka baru seumur jagung. Namun, pada akhirnya David mengalah juga. Toh ini juga untuk masa depannya bersama Jane.
David mengambil jam malam untuk pergi ke Washington. Itu semua agar dari pagi hingga berangkat, ia bisa menghabiskan waktunya dengan Jane.
"Oh, aku kesal sekali. Ingin menangis boleh tidak, ya?" kata David ketika mereka sampai di bandara. Julian juga ikut, itupun atas paksaan David agar Jane tidak sendirian kembali ke rumah.
"Kau ini seperti ayahku saat melepasku kesini, Dav. Sudah sana. Kau bisa terlambat jika lama disini," ucap Jane.
"Aku pasti akan merindukanmu." David memeluk Jane dengan erat.
"Bekerja yang benar, ya."
"Tentu. Aku akan pulang dengan membawa uang yang banyak, kemudian melamarmu."
Jane melepas pelukannya, lalu terkekeh. "Kau berani melamarku di depan ayah?"
"Um, ada ayahku. Sepertinya dia bisa membantu. Iya, 'kan, Ayah?"
Julian yang sedang menoleh ke arah lain, menatap mereka. "Tidak. Jonathan pemarah jika itu menyangkut anaknya."
"Bagaimana ini? Haruskah kita kawin lari, Jane."
"Bodoh! Cepat sana masuk. Kau bisa ketinggalan pesawat," kata Julian.
"Baiklah. Kalau begitu, aku pergi, ya." David berpamitan. "Ayah, aku titipkan Jane padamu."
"Hm." Hanya itu balasan dari Julian.
Setelah David masuk, Julian serta Jane memutuskan untuk kembali ke rumah. Namun, ketika Julian terus berjalan, Jane tak mengikuti.
"A-aku ingin mengambil beberapa barang di rumah. Tidak apa-apa, 'kan?" tanya Jane.
Julian hanya mengangguk sekilas. "Aku akan menunggumu disini," ucapnya dingin.
Jane tidak menutup pintunya. Biar bagaimanapun, tidak sopan rasanya jika ada Julian diluar tapi ia menutupnya. Hanya beberapa barang yang ia ambil. Beberapa baju, juga alat mandinya. Setelah selesai, ia kembali.
"Sepertinya rumahku aman. Bukankah sebaiknya aku kembali saja?" tanya Jane lagi.
"Terserah! Toh kau tidak pernah mendengarkan apa perkataanku, 'kan? Lakukan saja apa maumu."
"Jul, aku minta maaf. Kemarin itu aku hanya khawatir padamu. Aku takut sekali jika kau kenapa-napa."
"Jika kau tidak mau aku khawatir, cukup diam saja di rumah. Kumohon."
"Iya. Aku tau kalau itu salah, tapi aku tidak bisa diam saja melihatmu diancam seperti itu."
"Kenapa?"
"A-aku mencintaimu, Jul."
Julian membeku. Dia tidak salah dengar kan? Apa itu artinya cintanya tidak bertepuk sebelah tangan?
"Kenapa kau diam saja? Bukankah seharusnya kau merespon pernyataan cintaku?" tanya Jane.
"Kau ingin aku merespon apa?"
"Terserah. Jika menolak, kau bisa marah padaku, tapi jika menerima, lakukan apapun."
Julian menaikkan alisnya kemudian terkekeh. "Lakukan apapun? Apa maksudmu?"
"Ti-tidak maksudku...."
"Bagaimana dengan David? Apa kau hanya memanfaatkan anakku saja?"
"Tidak! A-aku nyaman bersama dengannya, tapi seiring berjalannya waktu, aku sadar bahwa David bagiku hanya sahabat saja. Aku butuh dia hanya sebagai teman, tidak lebih."
KAMU SEDANG MEMBACA
Halcyon
RomanceJane mencintai Julian. Sosok pria yang setara umurnya dengan ayahnya. Tapi, Jane juga mencintai David. Pria yang umurnya sama dengan dirinya. Kemanakah dia harus melabuhkan hatinya?