24. Nyonya Fulton

472 13 0
                                    

21+



"Permisi, Pak Julian."

Julian menoleh kemudian tersenyum. Ia mengisyaratkan tangannya agar si pemilik suara menghampiri.

"Kau tidak pulang?"

Julian memeluk pinggang ramping kekasihnya sambil memejamkan mata menghilangkan rasa lelahnya seharian.

Jane. Siapa lagi?

"Aku lelah sekali hari ini," kata Julian.

"Mau bagaimana lagi? Pekerjaanmu banyak."

"Seharusnya tidak boleh begini. Lusa aku menikah, artinya kondisiku harus maksimal."

"Kau menikah, aku juga menikah, Bodoh! Kau malah memberiku banyak pekerjaan tadi," protes Jane, membuat pria itu melepas pelukannya.

"Aku membaginya agar cepat selesai. Karena setelah menikah nanti, kau tidak bisa bekerja untuk waktu yang lama."

Dahi Jane mengernyit bingung. "Kenapa?"

"Kau tidak akan bisa berjalan karena malam pertama kita, Sayang," jawab Julian seraya menscan tubuh Jane dari atas hingga ke bawah.

Jane bergidik ngeri, lalu memukul bahu Julian. "Dasar mesum!"

Julian terkekeh. Ya, memutuskan menikah dengan Jane adalah keputusan terbaiknya. David sudah ia beritahu minggu lalu, awalnya dia tidak mau datang dengan alasan sedang berlibur. Tetapi, sang ayah mengancam akan memutus jatah uang liburannya jika ia tak datang.

Jangan tanyakan reaksi Jonathan. Pria itu heboh sekali. Ia merencanakan berbagai hal agar pernikahan puteri semata wayangnya berjalan dengan lancar dan meriah. Hampir seluruh biaya pernikahan mereka ditanggung oleh Jonathan. Awalnya Julian menolak, tapi lagi-lagi ada ancaman tak dapat restu dari calon mertuanya itu. Jonathan mengatakan kalau ini adalah cara membuktikan betapa sayangnya ia pada anaknya.

Kini, Jane sudah memakai gaun putih panjangnya. Ia terlihat sangat cantik juga anggun dengan make up natural yang menambah kesempurnaan di wajahnya. Jonathan masuk ke kamar rias pengantin untuk memastikan bahwa anaknya sudah siap. Pria itu benar-benar terkesima dengan kecantikan anaknya.

"Hi, Ayah."

Jonathan tak bisa berkata-kata. Air matanya tiba-tiba saja jatuh tanpa permisi membasahi pipinya.

Jane tergerak berdiri memeluk sang ayah.

"Ayah, terima kasih sudah menjadi ayah terbaik untukku."

"No, aku yang harus berterima kasih karena kau sudi menjadikanku ayah yang paling beruntung di dunia ini."

Sebulir air matapun jatuh dari mata Jane.

"Terima kasih sudah menjagaku selama ini, Ayah."

Jonathan melepas pelukannya. Ia menatap lekat ke kedua mata anaknya.

"Kau adalah anugerah yang Tuhan berikan untukku. Entah apa jadinya hidupku tanpamu, Jane."

"Ayah, panti asuhan kala itu menjadi perantara pertemuan berhargaku denganmu. Meskipun kita tidak memiliki ikatan darah, aku mencintai dan menyayangimu lebih dari siapapun. Terima kasih sudah menjadikanku anakmu, Mr. Jonathan."

Jonathan menengadahkan kepalanya ke langit-langit. "Oh, aku tidak bisa mendengar hal ini. Aku bisa terus menangis dan tidak bisa mengantarmu ke altar untuk bertemu Julian."

Jane terkekeh. Ini adalah pertama kalinya Jonathan menangis. Terakhir kali ketika istrinya meninggal. Selebihnya Jonathan adalah pria kuat dalam keadaan apapun.

"Permisi, Nona Jane. Sudah saatnya kau untuk keluar," ucap seseorang yang merupakan anggota wedding organizer.

"Ayo, sudah saatnya kau membuka lembaran baru di hidupmu."

HalcyonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang