21. Apa maumu?

138 13 0
                                    

2 tahun kemudian..

"Ayah, aku sudah terlambat. Aku duluan, ya."

"Hey hey hey. Sarapan dulu, Gadis kecil."

"Aku tidak bisa. Aku terlambat sekali."

Jane terlihat sangat buru-buru dengan tas, juga buku-bukunya di tangan. Ia harus bekerja hari ini, tapi seperti biasa, karena drama korea yang ditontonnya semalam, ia jadi terlambat bangun pagi.

"Ya, tapi jangan lupa cium ayahmu ini, Jane."

Jane berlari kecil kemudian mengecup kedua pipi ayahnya, lalu berjalan lagi.

"I love you, Dad."

"I love you more. Hati-hati di jalan, Sayang."

"Ya, thank you."

Beruntung sekarang Jane selalu menyetir mobilnya sendiri. Tadinya sepulangnya ia dari New York, Jonathan tidak pernah memberikan izin kepada anaknya untuk menyetir. Ia tak segan mengantar anaknya hingga sampai ke kantor.

Mengingat rencananya untuk kuliah, Jane belum berani bicara lagi dengan Jonathan. Gadis itu masih melihat raut wajah kesalnya bahkan ketika ia mengingat moment saat Jane berkuliah di New York.

Pagi ini akan ada rapat penting dengan pengacara-pengacara seniornya di kantor. Sedang ada acara penting seperti itu, Jane malah terlambat. Alhasil ia harus berlari ke ruang rapat setelah meletakkan tasnya di meja kerja.

"Maaf saya terlambat," ucapnya ketika ia melihat seluruh mata di ruangan ini, menatapnya.

"Silahkan duduk, Nona Jane," ucap sang senior.

Jane duduk di dekat salah satu sahabatnya, Evelyn.

"Tumben sekali kau terlambat. Pasti karena drama korea lagi," tebak Evelyn berbisik.

Jane terkekeh pelan, lalu mengangguk. "Iya. Biasalah," katanya.

"Kau harus tau wajah Pak Rhaka saat mengetahui kau belum datang. Sepertinya jika benar kau tidak masuk, ia akan memenggal kepalamu."

"Aku tau itu bahkan aku sudah punya jawabannya jika ia bertanya."

"Maaf saya terlambat."

Suara besar dengan logat asing terdengar dari arah pintu. Sontak semua menoleh termasuk Jane.

Julian. Mata Jane tak mungkin salah melihat. Julian ada di depan matanya. Pria yang sudah dua tahun lamanya tak bertemu kini ada disini.

"Tidak apa-apa, Mr. Julian. Silahkan duduk," kata Rhaka.

"Panggil aku Julian saja. Jika kalian tidak biasa, cukup panggil aku Pak Julian," katanya lagi dengan nada santai.

"Baiklah, Pak Julian."

Rapat kembali dilanjutkan. Seperti biasa, meskipun Julian sibuk memperhatikan Jane dari tempatnya, konsentrasi gadis itu tak tergoyahkan. Ia masih saja fokus pada hal yang sedang dibicarakan hingga rapatnya selesai.

"Nona Jane?"

Jane dan Evelyn, juga yang lain menoleh.

"Aku tau namamu dari id card. Tak apa jika aku memanggilmu seperti itu, 'kan?" kata Julian lagi.

"Ada yang bisa saya bantu, Pak Julian?"

"Datang ke ruanganku setelah ini dengan membawa semua kasus yang pernah kau atasi dua tahun ke belakang."

"Apa? Semuanya? Untuk apa?" Jane tersadar kalau perilakunya tak sopan. Semua orang memperhatikannya. "Maksudku... untuk apa anda memintanya, Pak?"

"Memang salah jika atasan menyuruh asistennya bekerja? Tidak, bukan?"

HalcyonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang