Sudah satu minggu Jane dan David menjalin hubungan jarak jauh. Tidak terlalu jauh sebenarnya, tapi bagi seorang yang sedang kasmaran, mungkin hanya berbeda rukun tetanggapun mereka menganggapnya jauh. Meskipun tidak bertemu, David sering kali membuat kejutan-kejutan kecil yang membuat Jane senang. Ia suka memberikan bucket bunga, mengiriminya makanan, atau memberitahukan bahwa ia membeli boneka untuk diberikan pada Jane.
Sejak pagi, cuaca di kota New York sedang tidak bersahabat. Hujan sangat lebat, membuat langit tampak lebih gelap. Petir juga terus menyambar, membuat suasana lebih menyeramkan. Beruntunglah Jane hanya mengikuti 1 kelas di sore hari. Jadi ia tak perlu lama-lama berada di luar.
"Oh, terima kasih, New York. Kau membuatku kebasahan hari ini," ucap Jane saat tiba di apartemen seraya mengibaskan bajunya yang sudah basah. Padahal tadi ia membawa payung, tapi tetap saja kebasahan.
Udara jadi semakin dingin, pemanas ruangan di apartemen membantu sekali disaat seperti ini. Setelah berganti pakaian, Jane memutuskan untuk langsung memakai piyama karena ia tak berniat untuk pergi kemanapun malam ini. Hangat sekali rasanya.
Ponsel Jane berdering, dan terdapat nama David disana. Dengan tersenyum, Jane menggeser tombol hijau dilayar.
"Hallo."
"Hi, Nona. I miss you."
"I miss you too, Dav."
"How's your day?"
"So bad. Awalnya aku merasa beruntung karena hanya punya jadwal 1 kelas di sore hari, tapi ternyata hujan sangat lebat dan membuatku kebasahan."
"Oh, kasihan sekali kekasihku ini. I wish I was there with u."
"Me too. Bagaimana harimu?"
"Good. Aku tadi mengurus beberapa keperluanku dan minggu depan aku bisa pulang."
"Benarkah? Senang sekali mendengarnya."
Belum sempat David merespon, tiba-tiba saja petir menyambar dengan sangat kencang hingga Jane berteriak kaget.
"Hey, what's wrong?"
Bertepatan dengan itu pula, listrik disini padam. Sepertinya seluruh tempat di gedung ini mati. Terbukti setelah Jane melongok ke jendela, hanya gedung ini yang padam.
"Oh god! Listriknya padam," kata Jane.
"Benarkah? Kau tidak apa-apa, 'kan?"
"Tidak, Dav. Jangan khawatir."
Sejenak mereka terdiam, membuat Jane berjalan kembali ke sofa.
"SHIT!!! Jane tolong aku!" David terdengar panik.
"Ada apa, Dave?"
"Apakah tadi ayahku ada di kampus?"
"Seingatku tidak. Bukankah dia seharusnya libur hari ini?"
"Astaga. Bisa kau tolong pergi ke rumahku? Ayahku... Pasti dia sedang panik."
"Dav, apa yang terjadi?"
"Ayahku phobia kegelapan. Ia akan sangat ketakutan jika seluruh lampunya mati. Help me, Jane. I beg you."
Segera Jane berlari keluar menggunakan senter di ponselnya sebagai penerangnya. Bel apartemen Julian sudah dipencet sejak tadi, tapi tak ada respon dari dalam.
"Julian?" Jane menggedor pintunya.
"Tidak ada respon?"
"Julian!!!" Jane tak menjawab David, tapi justru menggedor lagi pintunya dengan lebih keras.
"Jane.. tekan saja 1408. Itu kata sandi rumahku."
"Baiklah. Aku akan hubungi kau lagi jika sudah masuk."
KAMU SEDANG MEMBACA
Halcyon
RomanceJane mencintai Julian. Sosok pria yang setara umurnya dengan ayahnya. Tapi, Jane juga mencintai David. Pria yang umurnya sama dengan dirinya. Kemanakah dia harus melabuhkan hatinya?