"Huuhh..."
Kening Julian berkerut bingung ketika baru saja menginjakkan kakinya di kantor. Padahal sampai di ruangannya saja belum, ia sedang menunggu lift yang akan membawanya ke atas.
"Kenapa kau seperti itu?" tanya Julian kepada Jane yang membuang nafas kasar ketika melihatnya.
"Memang membuang nafas di kantor ini dilarang?!"
"Tentu tidak, tapi kenapa seolah kau kesal melihatku?"
"Perasaanmu sekarang lebih peka ternyata. Kenapa tidak dari dulu saja?"
Julian memberikan smirk seraya berjalan masuk. Hanya ada dirinya dan Jane di lift saat ini.
"Bagaimana pekerjaanmu disini?"
"Baik-baik saja. Setidaknya sampai kau datang."
Julian menghadap ke arah Jane. "Kenapa kau bertingkah seolah aku menganggumu?"
"Tidak. Hanya saja kau membuatku tidak konsentrasi."
"Kenapa?"
"Banyak tanya sekali, sih?"
"Hey, aku ini atasanmu. Tidak sopan rasanya mengacuhkanku seperti itu."
"Ngomong-ngomong aku kemarin menelepon David."
Sebelah alis Julian naik. "Untuk apa?"
"Aku merindukannya."
"Lalu apa yang kalian bicarakan?"
"Biasa saja. Hanya bertegur sapa, mengenang masa lalu dan ju--"
"Mengenang masa lalu? Saat kalian berkencan?"
Jane tak menjawab karena pintu lift sudah terbuka. Julian sangat penasaran dengan hal itu.
Aneh. Padahal itu pembicaraan Jane dengan anaknya sendiri, tapi kenapa ia sepenasaran itu!?
"Jane. Ka--"
"Selamat pagi, Pak Julian."
"Oh, ya, selamat pagi," sahut Julian pada karyawannya yang menyapa. "Jane, tu--"
"Selamat pagi, Pak Julian."
"Oh, Sh---" Hampir saja ia mengumpat kalau tidak ditahan. Ia kembali tersenyum, dan menyapa balik karyawannya.
Disampingnya, Jane, sedang menahan tawanya karena tahu kalau Julian sedang kesal.
"Selamat pagi, Eve," sapa Jane pada sahabatnya.
"Wah, ceria sekali. Oh, selamat pagi, Pak Julian."
"Ya, selamat pagi juga, Eve." Julian menjawabnya dengan sangat lesu sebelum ia melangkah lagi ke ruangannya.
"Ada apa? Kenapa dia terlihat lemas?"
Jane terkekeh lalu mengendikkan bahunya. "Entahlah. Mungkin istrinya sedang ngidam," jawabnya asal.
"Ck! Setauku dia belum punya istri," bisik Evelyn.
"Darimana kau tau?"
"Buktinya saja dia tidak pakai cincin. Setauku, pria asing tidak akan melepas cincin pernikahannya."
"Sudahlah. Senang sekali bergosip kau ini," kata Jane.
Sepanjang hari pekerjaan Julian sangat padat. Tubuhnya sangat lelah, padahal ini baru beberapa waktu ia mulai bekerja disini. Jam sudah menunjukkan pukul 4 sore, sudah saatnya ia untuk pulang. Ia lepas kacamatanya, lalu dipijit keningnya guna merilekskan matanya.
Tok tok tok
"Ya, masuklah."
"Permisi, Pak Julian. Apa kau ingin kopi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Halcyon
RomanceJane mencintai Julian. Sosok pria yang setara umurnya dengan ayahnya. Tapi, Jane juga mencintai David. Pria yang umurnya sama dengan dirinya. Kemanakah dia harus melabuhkan hatinya?