"Menjauhlah dari anakku, Jul."
Perkataan dari Jonathan berhasil membuat Julian serta Jane terkejut. Kedua orang itu kompak menoleh dan mendelik ketika mendengarnya. Sebenarnya Julian sudah tau Jonathan akan bereaksi seperti ini, jadi sedikit ia sudah menyiapkan mentalnya. Namun, tidak untuk Jane.
"Baiklah."
Terlebih ucapan Julian ini. Jane benar-benar tak percaya itu bisa keluar dari mulut pria itu.
"Julian!"
"Anakku tidak akan bisa bahagia jika bersamamu. Dia akan terus terluka," tambah Jonathan.
"Tidak! Aku bahagia jika bersamanya, Ayah."
"Jane! Kau harus sadar. Dirimu terluka karena ulah musuhnya!!" bentak Jonathan yang seolah tak sadar jika dirinya sedang di rumah sakit.
David? Jangan tanyakan dia. Pria itu langsung pergi ketika mendengar semuanya dari Jane.
"Aku tidak mau tau. Kalian tidak boleh saling bertemu lagi," kata Jonathan lagi.
"Ayah, aku mencintainya. Jangan pisahkan aku dengannya." Jane sedikit merengek.
"Jane, sudahlah. Ayahmu benar, semua akan tidak baik-baik saja jika berada di dekatku," ucap Julian.
"Aku akan urus kepulanganmu as soon as possible. Tidak ada bantahan!" kata Jonathan seraya pergi keluar.
Setelahnya Jane menangis. Tidak biasanya Jonathan seperti ini. Terlebih menyangkut hubungan asmaranya.
"Jane."
"Kenapa kau mengiyakan omongannya? Huh? Apa aku hanya kau jadikan mainan saja, Jul?"
"Jane, aku sungguh mencintaimu, tapi kau harus sadar kalau omongan ayahmu itu benar adanya. Kau terluka karena diriku."
"Tidak! Ini hanya kecelakaan saja, Julian."
"Kecelakaan apa yang terjadi di lorong apartemen, Jane? Mau sampai kapan kau mengelak itu? Kau tau semua kalau ini ulah Wiliam."
"Aku tidak peduli! Sekarang begini saja. Apa kau masih mencintaiku?"
"Tentu saja. Kenapa kau bertanya itu lagi?"
"Bagaimana aku tidak bertanya kalau kau saja seperti ragu untuk memperjuangkanku?"
"Dengarkan aku. Justru karena aku mencintaimu, semua mau Jonathan akan kulakukan."
"Artinya jika ayahku meminta untuk terjun ke jurang, akan kau lakukan?"
"Jika itu demi menyelamatkanmu, kenapa tidak?"
"Berhenti bercanda, Julian."
"Ini semua salahku, Jane. Kalau saja aku tidak membiarkan William mengenalmu, semua ini tak akan terjadi. Oleh karena itu, aku akan menjauh darimu."
Air mata Jane semakin mengalir deras. Bukan apa-apa hatinya sakit sekali.
"Terserah katamu saja. Aku membencimu!" kata Jane. "Keluar dari sini, aku tak ingin melihat wajahmu lagi!"
"Jane, jangan begitu. Aku...."
"Keluar, Julian!!!!" pekik Jane.
Terpaksa pria itu melangkah pergi. Padahal langkahnya berat sekali, tapi mau bagaimana lagi. Ini semua demi keselamatan dan keamanan hidup Jane. Jika mereka terus bersama dan William belum tertangkap, akan ada kejadian-kejadian yang bisa membuat orang di sekitar Julian, terluka.
Kemudian setelah beberapa saat, Jonathan kembali ke kamar Jane. Ia melihat anaknya itu masih menangis di keadaannya yang masih lumayan lemas itu.
"Jane?"
Buru-buru anak itu menghapus air mata yang jatuh membasahi pipinya.
"Are you okay?"
Jane menggeleng. "I'm not."
"Setelah kau pulih, pulanglah bersamaku. Disini kau akan terluka terus."
"Bagaimana dengan kuliahku, Ayah?"
"Kau bisa melanjutkannya di Jakarta. Sepertinya kau tau kalau aku tidak suka dibantah 'kan, Jane?"
"Ayah, apa kau tidak bisa membantu Julian?"
Jonathan menahan amarahnya. "Membantu apa?"
"William adalah musuhnya dan dia sangat jahat. Aku takut Julian terluka."
"Aku benar tak habis pikir olehmu, Jane. Kau terluka karenanya, tapi kenapa sekarang malah mengkhawatirkannya?"
"Aku mencintainya, Ayah."
"Stop, Jane Wilson!! Stop!" sahut Jonathan. "He is my best friend. Usianya hanya beda 5 tahun denganku. Dia lebih pantas menjadi ayahmu, bukan kekasihmu."
"Ayah, aku benar mencintainya. Aku tidak peduli dengan status bahkan usianya. Aku mencintanya karena dia Julian."
Jonathan menggeleng tak percaya. "Sepertinya kau sudah gila. Aku akan mempercepat urusan kepulanganmu. Tidak baik lama-lama disini."
"Ayah...."
"Mengertilah posisiku, Jane. Hanya kau yang kupunya di dunia ini. Kalau kau terluka, bagaimana menurutmu perasaanku? Huh?"
Ya. Jane mengerti sekali tentang hal itu. Ia harus sadar kalau dirinya tidak boleh egois. Ia juga harus memikirkan perasaan ayahnya. Toh, Julian juga sepertinya tidak peduli dengannya.
"Baiklah. Aku akan ikut pulang bersamamu."
Sebuah senyuman senang tercipta di bibir Jonathan. Lega sekali rasanya kalimat itu keluar dari mulut Jane.
2 minggu setelahnya, Jonathan benar-benar membawa Jane kembali ke Indonesia. Ia bergerak cepat, buktinya kini mereka berdua sudah ada di bandara, bersiap untuk pulang. Koper-koper milik mereka sudah masuk, hanya tinggal menunggu beberapa menit lagi untuk masuk ke pesawat.
"Jane."
Jane juga Jonathan menoleh ke sumber suara.
Bukan, tentu itu bukan Julian, melainkan David.
"Dav?"
"Aku belum terlambat untuk mengucapkan selamat tinggal padamu, 'kan?"
"Um, aku ke toilet sebentar. Kalian bicaralah berdua," kata Jonathan seolah mengerti kalau pasangan mantan kekasih ini ingin mengobrol berdua saja.
"Ya, Ayah."
Sesaat keduanya hening. Hanya saling menatap.
"Dav, maafkan aku." Jane bersuara.
"Kalau boleh jujur, aku kecewa sekali padamu, Jane. Kau tau aku berjuang mati-matian untuk menghasilkan banyak uang agar aku bisa menikahimu."
Jane menunduk. "Maaf."
"Tapi kenapa mesti ayahku, Jane?"
"Maaf, Dav. Tolong jangan salahkan ayahmu. Aku yang lebih dulu mencintainya."
David terkekeh. "Kau benar-benar mencintainya ternyata."
"Aku sadar kalau aku salah. Oleh karena itu, maafkan aku."
"Ya. Aku sudah memaafkanmu bahkan sebelum kau berbuat salah. Tenanglah, Jane. Aku tidak sejahat itu. Cinta itu tidak bisa dipaksakan. Kalau kau mencintainya, aku bisa apa? Kulihat ayahku juga sangat mencintaimu."
Jane tersenyum miris. "Aku tidak ingin membahasnya, Dav."
David membuang nafasnya lega. "Yasudah. Pesawatmu akan berangkat. Kau hati-hati disana. Nanti jika aku ada waktu, aku akan mengunjungimu kesana. Boleh, 'kan?"
"Tentu saja. Aku akan menyambutmu dengan karpet merah di bandara," canda Jane yang membuat keduanya tertawa.
"Boleh aku memelukmu?"
Tak menjawab, Jane segera memeluk David dengan erat. Mereka berakhir begitu saja tanpa ada perasaan marah atau apapun. David tulus menyayangi Jane yang ternyata tidak dibalas olehnya.
"Aku yakin kau akan dapat wanita yang lebih baik dariku, Dav," kata Jane.
"Semoga. Berbahagialah disana, Jane. Aku akan sangat merindukanmu."
"Aku juga."
KAMU SEDANG MEMBACA
Halcyon
RomanceJane mencintai Julian. Sosok pria yang setara umurnya dengan ayahnya. Tapi, Jane juga mencintai David. Pria yang umurnya sama dengan dirinya. Kemanakah dia harus melabuhkan hatinya?